Mohon tunggu...
rin widyaagustin
rin widyaagustin Mohon Tunggu... Dosen - Sanatana Dharma

Spirituality

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejatinya Sastra Indonesia, Wajah Kesadaran Murni Insani, Jati Diri Bangsa, Poros Pembangunan Manusia dan Tatanan Dunia

4 September 2024   11:27 Diperbarui: 4 September 2024   11:48 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan paling mendasar sebagai sebuah bangsa dan karya Sastranya adalah Teori Kenyataan, Pandangan Dunia, Landasan Filosofis Kehidupan Bangsa Indonesia, yang berarti Model Sistem Kesadaran yang diajarkan Sastra Indonesia untuk membangun mental luhur dan mulia manusianya dan keselarasan hidup.

Sastra Indonesia Wajah Kesadaran Murni Insani, Jati Diri-Roh Kebangkitan Bangsa Indonesia

"Sampurasun"

Sampurnaning Insun, Semoga engkau mencapai Kesadaran Tertinggi

"Aum Svasti Astu"

Aku bersembah sujud pada Hyang bersemayam di dalam dirimu

Anand Krishna (2018)

Salam tatacara leluhur bangsa ini mewakili karya Sastra Indonesia menyampaikan dan menggambarkan Model Kenyataan-Kesadaran sekaligus dijalankan sebagai dasar landasan bersikap dan bertindak kepada orang lain dalam kehidupan kebersamaan sehari-hari.

Karya ini menggambarkan Pandangan Hakikat Manusia (dan Segala Ada) sebagai Perwujudan Gusti. Bukan Kesadaran Materi-Badaniah, baik Ego-Hasrat (Nafsu) maupun Ego Hasil Pemikiran, namun Diri Sejati sebagai Diri Ilahi - Divine Self. Artinya, Pandangan Dunia bangsa ini, jelas bukan Kesadaran Materialisme versi instinct untuk mengejar Kenikmatan dan kenyamanan indrawi-badaniah-keduniawian, bukan pula Kesadaran Pikiran, yang masih mementingkan kesejahteraan pribadi. Bangsa ini memandang diri dan dunia dalam persatuan dan kesatuan murni "Tan Hana Dharma Mangrua", berarti Tidak Ada Dualitas dalam Dharma, Semua Satu Adanya.

Inilah Pandangan Idealisme yang hakiki, bukan metafor kesadaran berpikir yang merupakan materi-bersifat dualitas, namun enegy, force, roh,  jiwa yang satu dan sama yang ada (dalam diri) dan menghidupi setiap diri sekaligus meliputi seluruh alam semesta, menopang setiap diri dan kehidupan, sebagai Diri yang Satu. Satu Diri, Satu Keberadaan, Keberadaan Ilahi.

Ini adalah Model Lapisan Alam Kesadaran dalam Teori Kenyataan-Hakikat Ada, Perwujudan Roh Absolut hasil temuan para Reshi Nusantara-Indonesia. Dikukuhkan dalam warisan indah megah tak ternilai, Bangunan Candi Borobudur setelah dikonfirmasi berulang  oleh para Reshi (filsuf sekaligus ilmuawan) melalui riset eksperimen dan penemuannya. Teori yang sama dipelajari Plato dan digambarkan dalam pandangan Idealismenya. Dikutip oleh Carl W.Ernst dari "Fayzi's Illuminationist Interpretation of Vedanta: The Shariq al-ma'rifa" oleh Fayyazi_Shariq al ma'rifa (Iluminator of Gnosis) yang menggambarkan dihormatinya Plato oleh para Penganut Kebijakan Illuminasions (Persia) sebagai murid orang India Sindhu-Sundaland Nusantara-Indonesia.

Para Resi dan Pencari, para Ilmuwan Jiwa dari Peradapan Sindhu Shintu Hindu Indies Indo (Indonesia dan India sekarang, 25.000 -14.000 tahun yang lalu) bekerja keras dan bereksperimen dalam waktu yang sangat lama untuk akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa materi dan keberadaan material, termasuk  mental-emosional dan intelektual berlandaskan atas prinsip dualitas. Pencarian mereka mencapai penemuan ada ranah lain, melampaui ranah Intelegensia, yaitu ranah Spirit, ranah Ruh, adalah Ranah Kesatuan, Ranah Kemanunggalan (Anand Krishna, 2015).

Lapisan kesadaran ini diilustrasikan dalam simbol kunstruksi, tingkat Borobudur (Anand Krishna, 2019) :

Pertama, Kamadhatu adalah alam materi, alam Kama atau Keinginan termasuk di dalamnya adalah Mind. Kedua, Rupadhatu adalah alam kesadaran rupa atau wujud asli-sejati. Terlampauinya Kama atau Keinginan, ini adalah ranah Inteligensia atau Buddhi (mind yang telah matang, mind telah bertranformasi menjadi Buddhi). Di sini, manusia telah berhasil melepaskan belenggu hasrat-hasrat keinginan diri yang menyengsarakan dan mulai bertindak untuk mengabdi tanpa pamrih, tindakan dalam hidupnya sebagai persembahan kepada Sang Hyang Tunggal yang mewujud dan yang tak mewujud. Inilah Kesadaran Transpersonal, terlampauinya nafsu hewani, yang hanya mementingkan diri, keberhasilan menggapai Kesadaran Ilahi, yang senantiasa memberi  tanpa mengharap imbalan, mempersembahkan tanpa pamrih bagi Diri Ego yang dianggap sebagai Diri Sejati.

Ketiga, Arupadhatu atau Alam kesadaran Tanpa Rupa, Tanpa Wujud melampaui ranah Inteligensia (Buddhi), keberhasilan menemukan persatuan dan kesatuan dengan alam semesta, inilah ranah Spirit, ranah Ruh, Ranah Kesatuan, Ranah Kemanunggalan, Ranah yang "Demikian Adanya" -- Kaivalyapada.  

Hukum Kesadaran Tertinggi memberikan gambaran demikian jelas setiap lapisan kesadaran dibawahnya: "apa" - diri sebagai penguasa-pemimpin yang mengarahkan tindakan dan bagaimana implikasinya dalam keselarasan kehidupan bersama. Lapisan Tertinggi adalah Diri Sejati- Diri Ilahi menjalankan Kasih, persembahan untuk semesta Alam sebagai Kesatuan Diri, tanpa pamrih. Lapisan Terrendah adalah Diri Ego-Hasrat (Nafsu) atau Pikiran yang mengejar kenikmatan, kenyamanan, kesejahteraan yang bermuara pada tindakan keserakahan dan kedzaliman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun