Mohon tunggu...
rin widyaagustin
rin widyaagustin Mohon Tunggu... Dosen - Sanatana Dharma

Spirituality

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nusantara Njedul Sak Oyot-oyote

15 Februari 2020   18:00 Diperbarui: 22 Februari 2020   04:42 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari Kerajaan-Kerajaan Baru hingga WNI Eks ISIS dan Meradangnya Intoleransi

Saatnya Kembali Sejiwa. Saatnya Kembali kepada Jiwa (Jati Diri) Bangsa

Beberapa waktu lalu, masyarakat luas dibuat "tertawa" atas  kehadiran kerajaan-kerajaan baru. Pertanyaannya adalah, benarkah gejala fenomena tidak sederhana ini hadir hanya untuk memberikan sedikit hiburan bagi masyarakat kita?

Terlepas dari dugaan banyak pihak bahwa mencuatnya secara tiba-tiba dan menghebohkan Agung Sejagad (KAS) dan Sunda Empire (SE) ini adalah suatu cara untuk menenggelamkan sementara kasus korupsi di dunia Politik dan Hukum pada waktu itu, kiranya pembahasan ini memiliki kepentingannya sendiri. Fenomena KAS dan SE patut menjadi perhatian khusus 'mempertimbangkan bahwa jika benarpun kelompok ini hanya tipu-tipu, mereka mengusung tawarannya dengan melibatkan sekelumit sejarah bangsa yang perlu diperiksa penyimpangannya.

Semakin menjadi wajib membahas ketika pemberitaan KAS dan SE ini diikuti dengan identifikasi dan pemberitaan atas banyak didirikannya kembali Kerajaan  dan Kesultanan yang telah runtuh di beberapa wilayah Bangsa ini, dalam satu pembahasan, sebut saja Kasultanan Demak, Kerajaan Pajang  (Kartosuro, Sukoharjo), Kerajaan Jipang (Cepu Blora), Kerajaan Selacau (Tasikmalaya) dst. 

Membahas untuk memahami dan memaknai persoalan ini menjadi upaya yang sangat penting menimbang bahwa kehadiran kerajaan-kerajaan ini telah mendapatkan penerimaan dan bahkan meraih kepercayaan yang kuat kalangan masyarakat luas (rakyat) hingga menggerakkan swadaya, melakukan urunan, memberikan sumbangan untuk berbagai kepentingan kerajaan-kerajaan ini. Mencermati persoalan ini, apakah kita masih dapat menganggap dan memaknai fenomena ini sebagai lelucon semata? Fenomena ini kemudian diikuti persoalan WNI eks ISIS dan intoleransi yang terus dn semakin meradang. Gejala-gejala alam dan  sosial bisa jadi merupakan peringatan bagi kita akan sesuatu yang penting.

Pernyataan berikut ini mungkin dapat menyentuh kesadaran kita:

 -Rakyat Indonesia sedang sangat rindu sejarah dan tradisi budaya bangsa, dimana-mana dibicarakan kerifan lokal, melestarikan tradisi dan budaya, merawat kebinekaan hingga  keprihatinan yang sangat mendalam atas persatuan bangsa dengan tajamnya intoleransi da radikalisme, namun tentu saja tidak ada hubungannya dengan kerajaan-kerajaan lama yang telah hancur dan banyak didirikan kembali saat ini. 

-Bangsa ini tidak mungkin memiliki kekuatan untuk terlibat dalam pengaturan atau (apalagi dalam) kepemimpinan dunia. Non blok, juga NEFO prakarsa Soekarno  yang telah sangat meresahkan dan ditakuti negara-negara neo kolonialisme, juga pesatuan Nusantara oleh Gajah Mada yang konon menjalankan"perjuangan pendahulunya" bukan bagian dari kekuatan semacam itu.

Menemukan diri sangat tidak setuju, protes atau bahkan masih bergelut mencari kebenaran dengan menguji fakta-fakta, seluruhnya adalah jalan untuk meraih kejelasan tanpa keraguan, meninggalkan kegelapan menuju terang benderang. Selain itu, menjadi penting untuk tidak terjebak  dan terikat pada fokus-fokus yang tidak bermakna, sebaliknya dalam masalah ini menemukan titik fokus yang berkenaan dengan persoalan berbangsa dan bernegara. 

Disampaikan Sosiolog asal Universitas Indonesia, Paulus Wirutama dalam acara Metro Primetime beberapa waktu lalu (https://www.metrotvnews.com/play/NnjCdv2o-halu-berkuasa-di-kerajaan-imajinasi)  ketika dalam suatu tatanan sistem terdapat kekuatan suatu pihak yang mampu mengambil kepercayaan rakyat banyak, menyiratkan adanya sesuatu yang salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun