Salah satu himbauan dan aturan di saat wabah Covid-19 yang paling intensif dikampanyekan adalah Physical Distancing atau pembatasan sosial. Maksudnya adalah tiap-tiap individu harus menjaga jarak satu sama lain agar menghindari penularan virus Corona. Salah satu penerapan dari aturan jaga jarak tersebut adalah tidak bolehnya dilakukan sesuatu yang akan menimbulkan kumpulan atau kerumunan orang. Tak pelak, banyak kegiatan terkait terkena imbasnya, tak terkecuali kegiatan belajar mengajar di sekolah yang juga harus diberhentikan. Namun karena kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi di Era Revolusi 4.0 ini, sedikit masalah tentang pembelajaran pun dapat teratasi, yaitu memberlakukan pembelajaran dengan cara daring. Para siswa memang tidak ke sekolah, namun bisa belajar dan bertemu dengan gurunya di rumah masing-masing melalui platform media video conference. Namun bagaimana dengan nasib mata pelajaran IPA khususnya Fisika yang harus melakukan praktikum? Jelas jalan keluarnya tidak bisa lagi mengandalkan ceramah melalui video conference saja.
Mata Pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dilakukan secara eksperimental (eksperimental learning), jadi tidak bisa hanya mengandalkan ceramah atau lisan saja, mirip pepatah yang menyebutkan I hear I forget, I see I know, I do I understand. Berdasarkan penelitian De Porter, manusia dapat menyerap suatu materi sebesar 70% dari apa yang dikerjakan, 50% dari yang didengar dan dilihat (audiovisual), dimana dari yang dilihatnya sebanyak 30% ditambah dengan didengarnya sebesar 20%, dan dari yang dibacanya hanya 10%. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Young dan Freedman dalam bukunya, yaitu fisika adalah suatu metode untuk melihat semesta, memahami bagaimana semesta ini bekerja, dan bagaimana berbagai bagian di dalamnya berkaitan satu sama lain. Menyelesaikan soal kuantitatif merupakan bagian yang penting dari ilmu fisika, adalah sama pentingnya dengan memahami konsep-konsepnya secara kualitatif. Intinya adalah fisika bukanlah persamaan dan angka-angka semata. Hal-hal seperti inilah yang membuat pembelajaran fisika harus dilakukan dengan melibatkan praktikum di dalamnya. Namun situasi pandemi sekarang ini memupuskan semua itu, praktikum yang seharusnya dilkukan di laboratorium tidak bisa lagi dilaksanakan akibat harus menerapkan physical distancing.
Namun teknologi lagi-lagi menampilkan kecanggihannya, video animasi dan simulasi ternyata dapat dijadikan salah satu solusi dalam mengurangi dampak akibat tidak terlaksananya kegiatan praktikum ini, bahkan salah satu keutamaan dari media berbasis visualisasi (animasi dan simulasi) adalah mengantarkan sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkrit.
Media animasi adalah media yang menampilkan suatu objek yang diatur sedemikian rupa agar bergerak sesuai kenyataan dan terlihat hidup. Dari pengertiannya, bisa dikatakan bahwa animasi merupakan rangkaian objek atau gambar (frame) yang diatur berdasarkan waktu sehingga membentuk suatu gerakan secara sistematis dalam tiap waktu. Ini sangat membantu dalam pembelajaran Fisika dimana banyak terdapat peristiwa yang sulit dilihat dengan kasat mata akibat keterbatasan indera manusia, baik itu dengan kecepatan tinggi, objek yang terlalu kecil atau sangat jauh, dan sebagainya, tetapi dengan bantuan animasi, proses itu bisa ditampilkan secara sederhana dan mudah diikuti. Ada berbagai manfaat lain dari animasi selain dengan yang telah disebutkan di atas, yaitu: (1) animasi dapat menampilkan dua kejadian yang saling berhubungan secara bersamaan, contohnya adalah menampilkan gerak suatu benda lengkap dengan grafiknya dimana grafik tersebut menjelaskan hubungan kecepatan dengan waktu tempuh. Dan (2) Animasi juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu. Sesuatu yang terjadi di luar ruang kelas, bahkan di luar angkasa dapat dihadirkan di dalam layar komputer. Demikian pula peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, dapat sewaktu-waktu disajikan.
Sama halnya dengan Animasi, Media simulasi juga berbasis visualisasi. Simulasi sendiri adalah gambaran dari suatu kejadian yang ditiru dari kejadian nyata (behavioural realism). Sedikit berbeda dengan animasi, simulasi harus disertai dengan kontrol variabel. Dimana dengan kontrol variabel tersebut, kita bisa  memberi tindakan ke objek yang bersangkutan. Ketika animasi memberikan gambaran jelas tentang proses gerakan elektron pada kawat yang berarus listrik, maka simulasi memberikan penjelasan tentang perbedaan terangnya lampu jika diberikan daya yang berbeda. Seseorang yang baru belajar jadi pilot juga tidak harus naik pesawat nyata dulu, tetapi harus melalui ruangan simulasi yang sensasinya hampir sama ketika dia betul-betul mengendari pesawat nantinya.
Dengan berbagai keunggulan dari media animasi dan simulasi yang sudah ditampilkan di atas, maka tidak bisa diragukan lagi dalam masa darurat Covid-19 ini, media tersebut dapat membantu peran guru dalam memberikan materi fisika terkhusus untuk proses praktikum. Ada banyak video animasi gratis dan software-software open source untuk pembelajaran fisika yang dapat di download di internet, baik itu tentang mekanika, elektronika, dan sebagainya. Intinya adalah bagaimana kesiapan para guru dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang sudah disediakan agar proses pembelajaran di masa sulit seperti ini masih dapat berjalan efektif dan efisien tanpa meninggalkan misinformasi ke peserta didik. Tanpa informasi yang baik, transfer ilmu juga akan berjalan kurang baik. Akhir kata, Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2020, Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri andayani. Salam cerdas, salam sehat, dan stay at home.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H