Mohon tunggu...
Rinto Pariaman Tono Aritora
Rinto Pariaman Tono Aritora Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Rinto Pariaman Tono R

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Baoa na Burju #10# Pria Bisu dengan Gadis Cerewet

16 Oktober 2014   00:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:52 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_329215" align="aligncenter" width="475" caption="diambil dari web kairikazu.deviantart.com"][/caption]

Di tengah rimbunnya pepohonan dalam sebuah desa di pinggiran Danau Toba, seorang wanita berdiri tegap mengawasi sekelilingnya. Saat itu matahari bersinar dengan garangnya, dan ia tampak seolah sedang menunggu pintu rumah yang diawasinya terbuka, dalam jangkauan pandangannya, agar kemudian didapatinya pintu itu terbuka sedikit saja, ia bisa segera mendorong pintu itu dan masuk walau harus dengan cara tidak sopan. Akhirnya Abigail duduk di tangga rumah. Ia kesal, sudah tak terhitung ia menyerukan nama Burju dan mengetuk pintu rumahnya namun tak ada jawaban. Akhirnya ia membaca buku diary Noerima.

**

Noerima Assifa Harahap. ia salah satu murid kelas tiga smp. Ia dititipkan oleh ayah dan ibunya di rumah tantenya ketika ia masih kelas lima SD. Ada yang janggal ketika ia hendak duduk di kursi. Sepertinya tangannya sedang meraba namun kelopak matanya tak menunjukkan kalau ia sedang buta.

“murid-murid jangan lupa menghapal butir-butir pancasila dan mengamalkannya di kehidupan sehari hari yah!” Sahut ibu guru

“iya bu guru” jawab anak-anak kelas tiga serentak.

Seisi ruang kelas tiga SMP sudah sepi berhubung hari ini guru sedang rapat bulanan para murid-murid dipulangkan lebih awal. Noerima berjalan pelan-pelan sambil menjulurkan tangannya ke udara seperti hendak meraba. Ia mendengar suara teman sekelasnya, Anggiat yang berseru kepada adiknya.

“hayoo kau ikut aku saja pulangnya”

“tapi entar abang Burju gimana?” Tanya Tamara.

“aah makanya itu biar dia gak usah sering kemari lagi, pergi dan pulangnya sama aku saja naik sepeda”

“sudah naik kataku” Sahut Anggiat. Nada Suaranya meninggi.

“iih entar abang Burju kasihan” Tamara naik di belakang Anggiat. Anggiat mengayuh sepedanya.

Burju tiba disekolah Tamara. Ia melihat suasana sudah sepi.Ia buru-buru menuju kelas Tamara

Brak

Tiba-tiba Burju merasakan telah menabrak seseorang sampai orang itu jatuh. Ia langsung membantu orang itu berdiri. Setelah itu ia menaruh ke dua tangannya di depan dadanya untuk meminta maaf lalu ngeloyor pergi. “iiih apa orang itu gak tahu sopan santun? Sudah nabrak orang bukannya minta maaf” sahut Noerima merepet.

Noer berjalan dan kemudian merasakan seseorang lewat dari hadapannya, “hei kau!”

Tidak ada jawaban. Semilir angin menerpa wajahnya, “apakah kau yang menabrakku?”

Burju menatap gadis yang mengomel di depannya itu. ia memperhatikan bibir wanita itu mencibir.

Burju menggerakkan tangannya seperti hendak bertanya namun yang ditanya malah memperlihatkan wajah penuh kekesalan.

“huuuh ditanya malah pergi” gerutu Noerima. Ia tetap berjalan dan bertubrukan lagi dengan seseorang.

“aduuh maafkan aku” sahut Noerima, ia agak menunduk dan mengulurkan tangannya ke bawah seperti hendak meraba. “seseorang barusan menubrukku dan orang itu pergi ngeloyor entah kemana, kau tidak apa-apa?” Tanya Noerima, ia meraba orang yang terjatuh di depannya dan saat tangannya merasakan betis kaki pria yang berotot, ia langsung menarik tangannya.

“kau abangnya Tamara yah?”

“bunyikan sesuatu agar aku kasitahu dimana adekmu!” sahut Noerima.

Burju bertepuk tangan, matanya menatap wajah Noer yang mulai tersenyum. “Nah dengan begitu kita bisa berkomunikasi, Namaku Noerima” sahutnya sambil memberikan tangannya agar disalamin oleh Burju namun Burju tak bergeming ia masih keheranan dengan sosok di depannya. Seorang gadis cantik lengkap dengan kedua mata yang indah namun sepertinya tidak bisa melihat.

“Kau tidak mau berteman denganku yah? yah sudah aku mau pulang.” sahut Noerima lalu berbalik dan melangkah pelan. Namun ia tak menyadari kalau kakinya menginjak selokan air dan ia pun hendak terjatuh syukur Burju segera menangkap gadis itu dan jatuh dipelukan Burju.

“lepaskan aku!..tidak usah kasihan padaku” sahut Noerima. ia bangkit berdiri dan menjulurkan tongkat untuk membantunya dalam meraba jalanan. Burju mengikutinya pelan-pelan dari belakang. Dahinya berkerut ia tak habis pikir ada apa dengan mata gadis itu. Bukankah ia murid kesayangan encik Ros? Bukankah gadis itu dulu bisa melihat? pikirnya

“kau masih mengikutiku yah? sudah kubilang jangan kasihani aku!” sahut Noerima berhenti. Burju tidak tahu apa yang harus ia perbuat dan ia pun berhenti. Noerima berbalik ia menjulurkan tongkatnya dan maju beberapa langkah untuk memastikan siapa orang yang mengikutinya. Jarak diantara mereka Cuma dua centimeter dan samar-samar Norima melihat Burju tersenyum. Noerima langsung berbalik, ia lupa tongkat aluminium yang bisa dilipat itu mengenai tubuh Burju yang kokoh. Tongkat itu akhirnya patah.

“yah.. kok bisa patah? Kau itu monster atau manusia?” Tanya Noerima kesal.

Burju mengingat kalau ia sudah diberi adiknya Tamara pulpen yang dikalungkan di lehernya, ia menulis di sesuatu di telapak tangan kanannya, aku Burju abangnya Tamara, kau tahu Tamara ada dimana? Segera Burju menunjukkan telapak tangannya percis di depan muka Noerima.

Noerima mendekatkan matanya ke telapak tangan Burju dan membacanya “oooh dia sudah pulang, tadi dibonceng sama Anggiat” jawab Noerima.

Burju menarik tangannya lalu menulis di pergelangan tangannya, rumahmu dimana? ia menunjukkan pergelangan tangannya ke wajah Noerima.

Noerima melihat telapak tangannya Burju dan membaca tulisan itu, “apakah kau tidak mendengar jawabanku.. Tamara sudah pergi dengan Anggiat” jawab Noerima agak kesal. Ia mengeja kalimat yang sudah dua kali ia sebutkan agar Burju membaca gerak bibirnya.

Burju menggeser pergelangan tangannya hingga Noerima membaca tulisan di atas pergelangan tangan itu, “oooh kenapa dengan rumahku?”

Burju menuliskan di punggung tangannya, aku akan mengantarmu, kalau kau mau. Dan menunjukkan punggung tangannya kehadapan Noerima.

“sudah kubilang, jangan kasihani aku, aku bisa pulang sendiri” sewot Noerima.

Burju menulis di telapak tangan kirinya, ini sebagai permintaan maaf karena telah mematahkan tongkatmu.

“oooh kalau begitu kau harus jadi temanku dulu!” sahut Noerima.

Burju menuliskan sesuatu di punggung tangan kirinya,

‘Boleh’

Dan menunjukkannya kepada Noerima.

“eeeh sebentar..daripada kulitmu penuh coretan, bagaimana kalau kau tulis di kertas” sahut Noerima sambil memberikan kertas putih kepada Burju.

**

“hei kau…ngapain berlama-lama disini? Si Burju itu gak bakal mau cakap sama kau?” sahut seorang wanita membuat Abigail kaget. Abigail melihat wanita yang tadi mengantar bekal buat Burju. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan angka tiga.

“yah terserah saya, saya nanya ke siapa lagi? Habis di desa ini aneh..tidak punya perasaan sama sekali, padahal di kota saja tidak segitunya” jawab Abigail.

“heei kenapa kau banding-bandingin orang kota dengan orang kampung?”

“lihat saja!Ada gak orang yang mau ditanyain mengenai kasusnya Burju, semua menghindar…”

“cukup!” potong wanita itu

“kau butuh informasi apa?” Tanya wanita itu.

Abigail memperhatikan wanita itu dengan seksama, sepertinya ia pernah melihat wanita itu, “tapi dimana yah?” pikirnya. Ia mengingat kalau wanita itu pernah dilihatnya di pengadilan bersama dengan warga.

“kau…bukankah pernah hadir di persidangan?” Tanya Abigail.

“iya..namaku Duma Sari..panggil saja Duma, aku sahabat Burju” jawab Duma.

Bersambung

Berhasilkah Abigail mendapatkan informasi dari Duma? Atau bisakah Duma mempertemukan Abigail dengan Burju? Ikutin terus kisahnya yah!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun