Berbincang singkat dengan sang Ibu Watimin, mencoba mendengarkan cerita yang ada di pikirannya. Mencoba mencari sedikit cerita dalam keluarga ini, lewat pertanyaan-pertanyaan eksploratif. Meskipun belum banyak bercerita karena sang Bapak sudah tiba di angkringan nya untuk menggantikan tugas sang istri yang sudah kurang lebih dua jam ada di angkringan tersebut.
Sang suami sendiri-pun sangat asik diajak untuk bercerita. Tanpa perlu pancingan pertanyaanpun, sang Bapak mau terus berceloteh menyampaikan apa yang ada di pikirannya. Melihat dua karakter yang kontras ini, jika merujuk kepada teori kepribadian yang ada, sekilas Ibu Watimin tentu punya kepribadian Melankolik-plegmatik. Sementara sang suami sendiri punya kepribadian Sanguin-Kolerik. Kekolerikan sang suami, bisa dibuktikan lewat nama dari angkringan yang dipajang oleh keluarga ini, yakni  Angkringan Bapak Tulus.
Tentu itu adalah penilaian sekilas saya. Soal kebenarannya tentu harus ada uji test kepribadian secara langsung kepada kedua orang tua ini.
Covid dan Angkringan
Tak mudah melewati masa-masa covid yang meskipun hingga kini pun virus tersebut masih ada. Mendengar penuturunan Pak Tulus, pembatasan social atau lokal lock down langsung diterapkan sebegitu rupa di daerah Yogyakarta.
Hal inipun dibenarkan oleh Dosen Antropologi UGM, Bapak Setiadi Dekan FIB saat mengajar di kelas MKIK UGM beberapa hari yang lalu.Â
Bahwa meskipun secara nasional tidak eksplisit adanya lock down dan lebih memakai istilah PSBB (pembatasan sosial berskala besar), tapi di beberapa desa di Yogyakarta, dengan kebijakan dari kepala desa, hingga kepala RT nya sudah sangat ketat bagi orang-orang untuk keluar maupun masuk ke daerah mereka. Alhasil dampak covid tidak begitu besar karena lock down yang dilakukan sudah begitu sangat ketatnya.
Pak Tulus-pun cerita juga saat di masa-masa sulit tersebut. Ketika usaha angkringannya sudah jarang bahkan tidak ada pembeli lagi, dia bersama delapan orang satu tim menjadi tim belah bumi. Istilah untuk tim yang bertugas untuk menggali kuburan. Ketika usaha angkringan hampir tidak bisa membuat situasi ekonomi keluarga menjadi baik atau pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari, sumber lain pun muncul, yakni menjadi tim belah bumi.
Ada-ada saja pertolongan yang tak bisa dikira terjadi bagi keluarga Mbah Watimin dan Suami, Mbah Tulus. Dan pertolongan yang sama-pun hampir terjadi bagi keluarga-keluarga lainnya yang ada di bangsa ini. Buktinya kita saat ini bisa masih survive atau tetap bertahan sampai sekarang. Rasa syukur dan bangga meskipun ada kesusahan yang menimpa kita, kita selalu diberi kekuatan oleh sang Khalik untuk bisa melampauinya.
Ketika melihat ekpresi dan perjuangan mereka yang meskipun tak mudah untuk bersaing dengan penjaja makanan lainnya, angkringan Pak Tulus masih bisa tetap eksis sampai saat ini.