Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Pedalaman Jadi Korban di Jembatan yang Ia Buat, Pemerintah Tolong Bergegas!

9 Mei 2022   14:38 Diperbarui: 9 Mei 2022   14:40 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh miris jika banyak guru yang telah mengabdikan dirinya ke pedalaman, tidak tersentuh oleh layanan dan fasilitas yang mungkin banyak tersedia di perkotaan. 

Bahkan jauh lebih miris jika akhirnya fasilitas darurat yang harus dikerjakan tersebut ada dan tersedia di lokasi pedalaman tersebut, dimana sang guru tersebut ambil bagian di dalamnya, ternyata dirinya harus jadi korban karena kurang baiknya fasilitas jembatan yang mereka bangun disana.

Hal itulah yang dialami oleh teman saya, Sarlius Soeka yang adalah seorang guru yang berada di daerah pedalaman suku Wana yang ada di pedalaman hutan Morowali, Sulawesi Tengah,  harus menghembuskan nafasnya terakhir kalinya pada 5 Mei, empat hari yang lalu.

Akibat kecelakaan dan jatuh dari jembatan yang Ia bangun bersama dengan orang pedalaman di Suku Wana di tahun 2020 lalu. Jembatan tersebut diperbaiki atas inisiatif teman ini, yang juga adalah merangkap menjadi kepala dusun di tengah-tengah suku Wana ini.

Bahkan untuk mengevakuasi sang almarhum butuh waktu 10 jam untuk bisa ke pusat kota, supaya bisa ditindaklanjuti lebih baik lagi penangangannya. 

Dan harus digotong oleh puluhan orang berjalan kaki  sejauh 20 km untuk bisa diangkut pakai ambulance. Karena akses jalan maupun akses jembatan untuk bisa sampai ke tengah-tengah orang pedalaman suku Wana tersebut, sangatlah darurat dan sulit ditembus bahkan pakai kendaraan roda dua.

Meskipun jumlah orang-orang yang ada di sana masih ratusan jiwa, dan penghidupan mereka hanya mengandalkan hutan dan hasil hutan, tak sepantasnya lah kita, bahkan pemerintah menutup mata untuk bisa memperbaiki fasilitas jalan yang ada.

Bahkan para guru-guru yang sudah mengabdikan dirinya berada di tengah-tengah suku pedalaman sekalipun, harusnya mendapatkan perhatian besar bagi pemerintah kita saat ini. 

Memang tidak melulu soal pendapatan atau hasil yang mungkin mereka dapatkan setelah sekian tahun mengajar disana, tapi berharap dengan adanya akses jalan yang baik bahkan akses jembatan yang baik yang menghubungkan antara dua desa, yang ada di Desa Lemowali dan Desa Salubiro di tengah-tengah pedalaman tersebut, tentu akan jauh lebih membuat para guru yang telah mengabdikan diri mereka bisa bertahan disana akan semakin jauh lebih aman untuk bisa melayani baik di sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat.

Butuh perjuangan panjang bagi para guru sebenarnya untuk bisa berada di tengah orang atau suku pedalaman. Apalagi memutuskan untuk bisa bertahun-tahun hidup di tengah-tengah mereka dan berupaya mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa yang boleh dibilang wajib mendapatkan pendidikan yang sama dan pendidikan yang sederajat seperti pendidikan yang ada di kota-kota lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun