Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kemasan Modernitas Wisata Toba, Ulos, Musik, Tarian, dan Pangan

13 November 2021   14:22 Diperbarui: 13 November 2021   14:26 3359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Dokpri (Tampilan Screenshot saat acara webinar Heritage of Toba)

Tidak bisa tidak, sentuhan sedikit saja bisa membuat suatu menjadi sangat beda. Ibarat sebuah sekrup kecil di dalam sebuah dinamo mesin untuk menggerakkan motor, meskipun ukurannya sangat kecil tapi fungsinya sangat dahsyat. Bisa membuat fungsi dinamo berjalan dengan sangat baik.

Jika dinamo tersebut berjalan lancar, tentu akan keluar daya yang sangat besar yang bisa menggerakkan sebuah mesin. 

Pariwisata Toba, sebagai bagian dari Wonderful Indonesia pun seharusnya bisa berbenah, mulai dari hal-hal yang paling kecil hingga yang paling besar. Segala hal tentu akan bisa dilakukan demi memaksimalkan Toba menjadi wisata kelas dunia bahkan sejajar dengan Bali. 

Terus terang ketika mendengarkan para pemateri di konferensi internasional "Heritage of Toba", khususnya di sesi kedua, mulai dari  Athan Siahaan seorang Fashion Designer, Santhi Serad seorang Praktisi Kuliner hingga Vicky Sianipar seorang Musisi dengan tema "Kolaborasi Budaya, masyarakat, dan Pariwisata Toba".

Melalui sesi tersebut, saya semacam mendapatkan pencerahan bahwa inilah esensi perubahan yang boleh dikerjakan bersama-sama dengan masyarakat maupun pemerintah. 

Di mana esensi perubahan yang menjadi objek vital atau daya tarik sebuah wisata tersebut yang menjadi kekhasan wisata Toba terdiri dari cendera matanya seperti kain ulos, kemudian musiknya, tariannya hingga ke pangan atau makanan khasnya. 

Sejalan dengan pemikiran Bang Viky Sianipar di dalam pemaparannya yang kemarin, jelas membuat mata saya terbuka dan betul dengan apa yang ia sampaikan dan ia lakukan selama ini. Yakni, membuat semacam kemasan yang baru tanpa mengubah esensi dari apa yang menjadi isinya. 

Artinya, perlu perubahan kemasan didalam penampilan tradisional dari objek daya tarik wisata Danau Toba, di samping mungkin alamnya Danau Toba yang memang betul-betul indah dan menawan. 

Perubahan Kemasan Bidang Ulos

Kain Ulos dari Desa Meat, Toba Samosir, Sumatera Utara (Kompas.com / Gabriella Wijaya)
Kain Ulos dari Desa Meat, Toba Samosir, Sumatera Utara (Kompas.com / Gabriella Wijaya)

Ulos dalam budaya Batak fungsinya memang sangat sentral di dalam budaya Batak. Yang awalnya untuk menghangatkan badan berubah menjadi alat kebudayaan di dalam segala aspek kehidupan adat Batak.

Seperti yang dilansir oleh Kompas.com (7/8/2021) total ada 14 jenis ulos Batak Toba. Mulai dari Ulos Ragi Hotang yang diberikan kepada pengantin baru, ragi hidup ulos kepada orang tua yang Saur mata sampai kepada ulos antak-antak yang dipakai saat melayat orang yang meninggal. 

Memang jika dilihat dari fungsinya tentu akan sulit memodernisasi apa yang sudah menjadi baku di dalam kebudayaan tersebut. Tapi bukan berarti tidak mungkin melakukan inovasi di dalamnya, dan tentu segala inovasi yang dilakukan berharap bisa dapat masukan dari para ahli adat supaya tidak terjadi konflik atau bahkan mungkin penolakan. 

Persis seperti yang disampaikan oleh Bang Athan Siahaan yakni tidak meniru seratus persen pembuatan corak dari ulos tersebut sehingga tidak menyalahi aturan tradisi yang ada.

Pemanfaatannya bisa dijadikan menjadi kemeja, rok, dan segala model fashion lainnya. Dengan pemakaian ulos ke berbagai produk fashion yang ada tentu akan semakin membuat pesona Toba menjadi luar biasa. 

Perubahan Kemasan Musik Toba

Dalam hal bidang musik, lagu-lagunya boleh dibilang sangat banyak dan beragam. Bahkan musik Toba dan musik karo serta beberapa musik Batak lainnya sangat bervariasi. Tapi tak sedikit produksi dari lagu-lagu tersebut masih belum menjual banyak kepada ragam orang di Indonesia bahkan dunia. 

Hal tersebut disampaikan oleh Bang Viky Sianipar, dengan aransemen ulang lagu-lagu tersebut, seperti lagu Piso Surit di mana produksi lamanya total pendengarnya boleh dibilang mencapai angka 500 ribuan. 

Sementara, ketika sudah diaransemen kembali oleh Bang Viky, total pendengarnya pun melonjak hingga ratusan juta pendengarnya. 

Bayangkan jika lagu-lagu Toba dan beberapa daerah lainnya diubah bentuk kemasannya, bukankah akan lebih banyak menjangkau orang-orang di dunia? Dengan lagu yang terkenal bukan tak berdampak akan mendorong orang-orang yang di perantauan akan rindu kembali ke tanah kelahirannya.

Sebab, anak-anaknya secara tak sadar menunjukkan ketertarikannya kembali belajar budaya dari Bapaknya sendiri. Tanpa harus capek-capek lagi mengajar kan budaya Batak yang dimiliki orangtua mereka.

Perubahan Kemasan Tarian

Dalam hal bidang tarian juga tak menutup kemungkinan dilakukannya perubahan kemasan tarian tradisional yang dimiliki oleh orang Batak. 

Sebab, daya tarik saat melihat tarian juga sangat besar bagi para wisatawan. Seperti antusiasme saat melihat tarian Bali yang begitu beragamnya tarian dan varian tarian yang mereka tampilkan di depan para pengunjung. 

Kita pun tentu sangat bisa melakukan inovasi atau mengubah kemasan tarian demi tarian yang kita miliki. Tarian yang tentu tidak meninggalkan eksotisme atau nilai-nilai kebudayaan Batak yang ada di dalamnya.

Hal tersebut tentu menjadi semacam tantangan besar bagi para anak muda yang punya bakat besar dalam hal tarian. Mengubah kemasan tarian tradisional menjadi lebih diterima oleh banyak kalangan di seantero dunia. 

Lagi-lagi jika sudah menarik perhatian warganet atau masyarakat dunia, bukankah akan semakin semakin menarik mereka untuk berkunjung ke Indonesia? 

Perubahan Kemasan Makanan Khas

Ikan Mas Naniura | Sumber Ilustrasi via klikbatak.com
Ikan Mas Naniura | Sumber Ilustrasi via klikbatak.com

Ada banyak makanan khas di sekitaran wilayah Danau toba. Mulai dari Arsik, Mie Gomak, Naniura, Natinombur dan Hinasumba Makanan khas Simalungun.

Makanan tersebut menjadi khas karena dilengkapi dengan bumbu-bumbu khas yang hanya ada dan didapat di daerah Sumatera Utara khususnya. Mulai dari andalimannya, kencong hingga asam cikala, dan berbagai tumbuhan khas lainnya. 

Perubahan kemasan dari makanan khas tersebut tentu saat membuat makanan atau menu baru yang mungkin belum pernah ada sebelumnya, ditambah dengan memakai segala macam rempah-rempah yang ada di Toba, maka makanan khas Toba baru akan muncul pula. 

Kemudian ada usulan seperti yang disampaikan oleh Mbak Santhi dalam webinar kemarin, yakni membuat powder andaliman atau andaliman dalam bentuk bubuk. Pemasaran andaliman pun tentu akan semakin banyak dan meluas, karena andaliman itu sendiri susah dicari dan sangat dibutuhkan oleh para konsumen. 

Artinya akan muncul pasar baru. Dan jika produk tersebut pun sudah jadi dibuat, bukan tidak mungkin muncul pertanyaan atau penasaran tentang produk kemasan baru tersebut. Dan jika sudah penasaran maka akan timbul niat untuk datang langsung menjadi wisatawan. 

Apa yang boleh kita simpulkan dari semuanya? Yakni, bahwa kemasan baru yang boleh dimunculkan lewat kreativitas akan mendatangkan dampak signifikan terhadap jumlahnya wisatawan yang muncul nantinya. Tak berhenti melakukan inovasi sekecil apapun itu demi memompa laju perkembangan Wisata Toba mendunia. 

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun