Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebijakan Genting dan Penting nan Berisiko Jokowi dan Anies

17 Maret 2020   01:16 Diperbarui: 17 Maret 2020   01:45 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita tentu tidak menginginkan sebuah masalah terjadi di tengah-tengah bangsa kita. Siapapun tentu tidak berharap itu terjadi. Tapi jika sudah terjadi seperti sekarang ini yakni wabah pandemi virus corona, kita harus benar-benar siap.

Apalagi pemerintah sebagai pemimpin dan yang terdepan di dalam mengatasi pandemi tersebut. Butuh kecepatan informasi, butuh kecepatan keputusan akan tindakan yang dilakukan supaya bisa mengatasi dengan cepat persoalan tersebut.   

Tindakan cepat dalam sebuah permasalahan adalah penting. Di mana keputusan yang harus diambil cepat tersebut tentu berasal dari persepsi saat menerima sebuah pesan atau kondisi yang diterima. Baik Bapak Jokowi sebagai pemimpin tertinggi di bangsa ini, maupun Bapak Anies sebagai pemimpin daerah di pusat Ibukota DKI Jakarta.

Sama-sama punya risiko akan setiap keputusan yang diambil. Seperti halnya menyatakan libur setiap anak sekolah, tidak boleh dulu berpergian ke mana-mana selain untuk urusan kerja. Termasuk untuk urusan lockdown atau isolasi utuh terhadap sebuah wilayah atau daerah.

Keputusan Jokowi tentang Lockdown sangat jelas dan sangat eksplisit. Yakni meminta seluruh pimpinan daerah tidak serampangan untuk me-lockdown wilayah yang dipimpinnya. Menyerahkan hal tersebut ke pusat, dan biarkan pusat yang menjadi pemegang kendali atas putusan tersebut.

Di mana untuk memutuskan tidak melakukan lockdown saja, Jokowi diperhadapkan dengan banyaknya kritikan tajam yang seakan menyerang pemerintahannya.

Baik dari lawan-lawan politik Jokowi maupun sindiran dari luar negeri. Sebab perintah ini benar-benar berbeda dengan kebijakan negara tetangga kita seperti Malaysia maupun Filiphina yang akhirnya justru memilih lakukan lockdown terhadap pusat wilayah ibu kota negara mereka.  

Kemudian saat melihat kebijakan Anies seakan salah tafsir atau salah mempersepsikan sebuah kebijakan yang barusan dikeluarkan oleh Jokowi. Dimana Bapak Jokowi memang menyatakan supaya masyarakat Indonesia tetap beraktivitas, tetap belajar, tetap beribadah dan tetap produktif tapi kalau bisa dari rumah.

Sehingga atas instruksi tersebut Anies begitu cepat mengambil sebuah tindakan atas instuksi tersebut. Yakni dengan mengurangi total jumlah armada di DKI Jakarta, baik itu transjakarta, MRT, LRT maupun moda-moda transportasi lainnya. Bahkan beliau juga meminta supaya operasional armada-armada tersebut hanya beroperasi dari pagi hingga pukul 18.00 WIB.

Di mana akibat dari putusan kebijakan pemda DKI Jakarta tersebut, membuat penumpukan ratusan hingga ribuan penumpang di tiap-tiap haltenya. Hal tersebut terjadi karena armada yang kurang dan pembatasan jam operasional yang sangat cepat. Membuat warga DKI Jakarta sangat geram dan begitu mengkritik atas kebijakan pemprov DKI tersebut.

Sebab untuk jam-jam biasa saja dengan tidak adanya wabah virus corona, warga DKI untuk tiba di rumah bisa malam, bagaimana jika dibatasi hingga pukul 6 sore? Maka kemudian Jokowi meminta supaya Anies merombak ulang kebijakannya bukan dengan membatasi jumlah armada dan jumlah jam operasionalnya, melainkan supaya pelayanan publik tetap jalan dan tidak mengurangi hak warga untuk pergi bekerja.

Faktanya perusahaan-perusahaan belum mengeluarkan instruksi untuk kerja dari rumah, kecuali sekolah maupun kampus. Oleh karena itu Anies-pun merevisinya dan meminta seluruh armada-armada transportasi yang ada tetap beroperasional seperti biasa, cuma dengan pembatasan para penumpang ditiap-tiap moda yang ada.

Seperti bus Transjakarta yang seharusnya bisa 150 penumpang untuk bus gandeng jadi maksimal 60 penumpang. MRT yang semula bisa muat 1200 penumpang per satu rangkaian kereta api kemudian hanya jadi 360 penumpang saja.

Sehingga atas dua perbandingan tersebut antara Bapak Jokowi dan Anies bahwa sebuah keputusan genting dan penting namun beresiko tetap harus diambil. Setiap kebijakan atau keputusan yang diambil hendaknya lebih mengutamakan kepentingan rakyat.

Pertimbangannya juga harus punya kajian yang bisa dibuktikan dengan sekilas bahwa dampak baiknya ternyata  jauh lebih banyak daripada dampak buruknya.  Berharap keputusan tersebut juga bukan sekedar ingin mendongkrak popularitas apalagi ingin menunjukkan ego bahwa dirinya bisa tapi kebijakan tersebut  harus benar-benar bisa menyelesaikan masalah yang sedang terjadi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun