Seharusnya hari ini menjadi hari bersejarah bagi dunia sepak bola kita, pasalnya karena hari ini, Sabtu (2/11/2019) seperti yang dilansir oleh Kompas.com, adalah hari pemilihan untuk penentuan siapa calon ketua umum PSSI kita. Tapi pemilihan kali ini diwarnai banyak sekali intrik-intrik yang dikeluarkan oleh para calon-calon yang mau tampil sebagai calon ketua umum.
PSSI adalah induk utama yang diakui FIFA di dalam mengelola cabang olah raga sepak bola kita di seluruh tanah air.
Tapi jika untuk memilih satu orang saja Ketua Umum, kemudian wakil ketua serta 12 anggota exco dipernuhi dengan penolakan-penolakan, mungkin karena aspirasinya tak tersampaikan, bagaimana mungkin kita bisa mengharapkan prestasi gemilang pada olah raga yang dibinanya?
Bayangkan dari 11 orang kandidat yang akan dipilih dalam kongres luar biasa (KLB) PSSI kali ini, ada 7 orang yang mengundurkan diri.
Itu artinya hampir setengah dari para calon tersebut sebenarnya tidak ingin mengembangkan dunia sepak bola kita. Alias hanya menginginkan posisi jabatan di sana, tanpa berpikir ke depannya akan bagaimana dunia sepak bola kita. Dimana seharusnya sudah bisa menjadi sebuah industri yang positif yang bisa mendatangkan pendapatan jika memang dikelola sedemikian rupa.
Memikirkan bagaimana untuk menghindarkan atau bahkan menghilangkan para mafia-mafia bola yang kerap mengatur tiap pertandingan untuk kepentingan bisnis judinya dalam dunia olah raga sepak bola kita.
Seperti akhir-akhir ini telah terungkap bahkan sudah menetapkan beberapa para pengurus PSSI waktu lalu ternyata terlibat di dalamnya.
Kemudian bagaimana mengatur tiap lapisan-lapisan liga yang profesional dan berjenjang di tiap-tiap asosiasi provinsi (asprov) dari liga 1 hingga liga 3.
Supaya bisa menghasilkan para atlet bangsa yang mumpuni dan berprestasi. Masalah para supprter yang terkadang sangat anarkis jika melihat jagoannya kalah. Tentu untuk memikirkan hal itu bukanlah upaya yang mudah.
Juga belum lagi bagaimana mengurus tiap-tiap atlet yang ada dan bagaimana pola pembinaan dari sejak dini hingga akhirnya ke jenjang profesional.
Masalah gaji atau kesejahteraan hingga masa depan mereka setelah mereka selesai dari dunia sepak bola, tentu semua itu tak lepas dari bagaimana PSSI mengelola tiap-tiap detail yang menjadi tanggung jawab mereka.
Sehingga pertanyaannya, masihkah kita mungkin bisa mengharapkan prestasi itu terukir? Prestasi sepak bola kita akhirnya bisa diakui oleh dunia? Padahal sebentar lagi kita menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20?
Jika situasi-situasi dan intrik-intrik terus berjalan, meskipun sudah terpilih sang ketua umum PSSI, tentu mereka-mereka yang tak terpilih bisa merongrong fokus dan tugas dari sang ketua untuk mengarahkan sepak bola kita ke arah yang lebih baik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H