Partai Solidaritas Indonesia waktu lalu sempat mengeluarkan statement atau pernyataan bahwa tidak akan merekrut mereka-mereka yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik. Yang oleh Ibu Grace Natalia sang ketua Umum PSI menyatakan mereka sebagai politisi-politisi lama (old). Sebab mereka memandang orang negara lain sebagai ancaman. Yang oleh Bapak Jokowi menyebutkan mereka adalah para genderuwo yang memang sukanya adalah menakut-nakuti.
Akibat dari pernyataan tersebut, maka seleksi penerimaan waktu lalu sebagai calon anggota legislatif sangat ketat. Dimana jika dia ternyata seorang politisi lama yang seakan menjadi kutu loncat, bisa dipastikan dirinya tidak akan diterima keanggotaanya. Dan sudah melihat sendiri langsung di lapangan, bagaimana sosok teman akhirnya ditolak dan tidak diterima pencalonannya. Karena memang dia pernah masuk sebagai kader parpol lain. Padahal dirinya masih terbilang muda.
Tapi kini setelah melihat bagaimana sosok politisi sekelas pusat, yakni Faldo Mandini seakan sangat cepat mendapatkan karpet merah bergabung bersama PSI. Bahkan dirinya, seperti yang dilansir oleh CNN.com (27/10/2019), langsung bisa menjadi pimpinan kader daerah yang ada di Sumatra Barat.
Padahal waktu lalu, bagaimana untuk bisa mendapatkan posisi itu, mendengarkan kisah dari DPW Kabupaten Deli Serdang, dirinya harus bisa mengumpulkan dulu orang-orang baru serta mendapatkan tandatangannya baru bisa diangkat secara resmi. Artinya perjuangannya tak mudah untuk bisa mendapatkan itu.
Kemudian ketika melihat sikap PSI seakan menerima langsung sosok mantan kader PAN ini jadi bagian mereka, bukankah mereka tampak menunjukkan sikap yang mendua hati alias tidak tegas dan plin-plan? Apakah karena posisinya berada di pusat sehingga bisa melanggeng dengan mudah, sedangkan para kader-kader yang dari daerah yang bahkan mungkin punya kapabilitas besar tapi harus memenuhi banyak syarat-syarat dulu seperti yang dialami oleh rekan saya di atas tadi?