Banyak orang beranggapan usai terbitnya UU KPK yang baru ini, maka akan semakin minimlah OTT atau operasi tangkap tangan akan dilakukan oleh KPK nantinya. Bahkan hal tersebut sempat diutarakan oleh Ketua KPK saat ini, Agus Rahardjo kepada publik dengan berlakunya UU ini beliau meyakini upaya penindakan para kepala daerah yang menyeleweng akan semakin jarang. Tapi benarkah pernyataan yang demikian?
Atas kerisauan tersebut, para mahasiswa bergiat melakukan demo dan sekaligus melakukan judicial review tentang pengesahan UU KPK yang baru di Mahkamah Konstitusi. Dan kini bisa dilanjutkan kembali. Pasalnya sempat tertunda karena UU KPK yang baru tersebut dalam pandangan para Hakim MK menyatakan  belum ada Lembaran Negara-nya yang tercatat.
Dimana akhirnya pada Kamis (17/10/2019), UU KPK yang baru secara sah sudah berlaku, meskipun belum ditanda tangani oleh Presiden. Sebab UU kita menyatakan 30 hari pasca persetujuan antara Pemerintah dan Legislatif tentang sebuah UU yang baru, UU tersebut otomatis sah sudah berlaku.
Tapi ternyata, setelah mengalami persetujuan baik oleh Pemerintah maupun oleh DPR ternyata ditemukan dua tipo dalam penyusunan UU KPK yang baru tersebut. Pertama pada Pasal 10A ayat 4 terdapat kelebihan huruf a dalam pasal tersebut, yaitu "penyerahaan" harusnya ditulis "penyerahan".
Kedua pada Pasal 29 huruf e perihal ketentuan umum pimpinan KPK yang disekapati menjadi paling rendah 50 tahun.Tertulis dalam UU tersebut benar angkanya 50 tahun tapi di dalam kurungnya tertulis empat puluh tahun.
Sehingga atas dua tipo tersebut, oleh Pengamat Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin menyatakan bahwa itu adalah kesalahan fatal. Sebab secara redaksionalnya hal tersebut bukan sebuah hal yang serta merta langsung diganti. Tapi kembali lagi bahwa untuk merevisi dua tipo tersebut harus melalui rangkaian persidangan kembali.
Kemudian dia-pun atas peristiwa tersebut  bahwa pemerintah seakan-akan tergesa-gesa dan terburu-buru di dalam pengesahannya kemarin sehingga tidak lagi memperhatikan secara detail adanya kesalahan ketikan di dalam penyusunan UU KPK terbaru tersebut.
Tapi benarkah pemerintah tergesa-gesa atas penepatan UU KPK yang baru ini? Ditambah lagi adanya perubahan sikap dari Bapak Jokowi yang semula melibatkan KPK untuk pemilihan para menteri-menterinya di periode lalu, kini rekomendasi dari KPK seakan tak dibutuhkan oleh Jokowi lagi di dalam penentuan siapa-siapa pengisi kabinet di periode kedua beliau memimpin.Â
Tentu dalam perubahan-perubahan yang seperti itu, bisa dipastikan hanya Bapak Jokowi-lah yang paling  mengerti dan tahu titik permasalahannya. Apa yang terjadi di KPK akhir-akhir ini, dan bagaimana catatan-catatan buruk yang ditorehkan KPK utamanya dalam hal penindakan yang seakan tebang pilih, menindak kasus yang receh-receh tapi pemain utamanya seakan terhindar? Kemudian laporan keuangan yang buruk kepada BPK. Dan banyak hal lainnya yang merupakan temuan dari para legislator sebelumnya.Â
Oleh karena itu saya percaya bahwa  perubahan itu pasti. Bahwa apa yang sedang dikerjakan oleh Bapak Jokowi khususnya dalam hal pengesahan UU KPK yang baru bukanlah suatu hal yang terburu-buru. Sebab itu semua dilakukan untuk kebaikan kita bersama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H