Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Pendidikan Masih Terpuruk, Oknum Assesor Kok Tega Lacurkan Diri?

12 Oktober 2019   23:05 Diperbarui: 12 Oktober 2019   23:07 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boleh dibilang pendidikan kita masih terpuruk. Hal tersebut dibuktikan dari daya saing kita di tingkat global justru menurun drastis. 

Di mana dalam laporan Forum Ekonomi Dunia seperti yang dilansir oleh kompas.id (11/10/2019) dalam tajuk rencananya, dinyatakan bahwa peringkat daya saing kita justru anjlok dan menurun hingga lima peringkat. Yakni dari peringkat ke-45 menurun menjadi peringkat 50.

Meskipun ditengah-tengah perbaikan ekonomi kita tidak serta membuat daya saing kita di tingkat internasional bisa meningkat. Berdasarkan laporan forum tersebut terungkap ternyata daya inovasi di bangsa kita justru sangat rendah sekali.

Dan penyebab menurunnya peringkat ini, tentu hanyalah sebuah fenomena gumung es di dalam lautan. Yang tampak hanyalah sedikit tumpukan, tapi daya rusaknya di bawah sudah membatu dan sangat keras. 

Sehingga kalau dipecah bagian atas dari gunung es tersebut tidak akan serta merta hancur karena bagian kebobrokan yang berada di bawahnya  yang tertanam sudah begitu kokohnya.

Tentu banyak sisi menilai bagaimana masih buruknya pendidikan kita. Di tengah-tengah kondisi sekolah-sekolah yang berdiri, di tengah-tengah tuntutan sekolah untuk bisa beroperasional. 

Di tengah-tengah tuntutan kepada guru untuk bisa mendapatkan keprofesionalannya melalui selembar pengakuan oleh pemerintah supaya bisa mendapatkan sedikit yang namanya kesejahteraan. 

Tapi apapun itu sekan-akan untuk memperbaiki keadaan pendidikan kita yang terpuruk ini seperti sebuah benang kusut yang seakan untuk menemukan titik pangkalnya sajapun sudah sangat sulit.

Kemudian di tengah-tengah tuntutan sekolah yang seakan harus punya surat sakti pengakuan dari yang namanya Badan Akreditasi Nasional. Sebab katanya saat kunjungan sang assessor ke sekolah dimana aku bertugas, baru-baru ini menyatakan sebuah pernyataan yang seakan menjadi sebuah godam yang menghancurkan hati dan pendirian kami untuk bisa mempertahankan yang namanya integritas diri.

Jika sampai habis bulan Oktober ini di tahun 2019, sekolah ini tidak mendapatkan sebuah pengakuan sertifikat dari BAN,maka jangan harap bantuan operasional sekolah seperti BOS maupun tunjangan-tunjangan para guru bisa cair. 

Dan bahkan bukan hanya itu, para murid-murid-pun seakan terancam tidak bisa ujian di sekolah sendiri, sebab mereka akan segera ditumpangkan ke sekolah yang sudah mendapatkan surat sakti dari badan penerbit sertifikat akreditasi.

Padahal sejarah sekolah itu yang bahkan lebih tua dari kemerdekaan bangsa kita, sudah menamatkan ribuan anak. Dan sudah menggelar puluhan tahun semacam ujian nasional. Tapi karena ketiadaan yang namanya surat sakti itu, mendadak sekolah ini akan segera lumpuh?

Alhasil kami-pun para guru dan pimpinan seakan tak kuasa menolak permintaan sejumlah angka yang harus disematkan dalam sebuah amplop. Bahkan dengan tegas menyatakan dan tak ada rasa malu untuk meminta ke sekolah.

Akupun dibuat sibuk karena harus mengantarkan sang pimpinan untuk pergi ke bank untuk ambil uang. Dengan segala keluh kesah yang ditumpahkan Ibu kepala kepada ku di sepanjang jalan ketika mau ke bank, terbersit dalam kepalaku, beginikah kelakuan para oknum assessor ini dalam menjalankan tugas mereka ke setiap sekolah-sekolah yang akan mereka nilai?

Jika sudah seperti itu, akan berapa banyak lagi sekolah-sekolah yang akan rusak jika yang sprit awal munculnya badan perakreditasian ini untuk bisa menjadi dasar rujukan perbaikan demi perbaikan yang harus segera dilakukan sekolah. 

Tapi akibat ulah sang oknum petugas lapangan ini, seakan mereka sudah melacurkan diri mereka. Melacurkan keprofesionalan mereka.

Sehingga jika sudah seperti ini akan mengalami perbaikankah pendidikan kita ke depannya? Akan meningkatkah inovasi pada anak-anak kita, sementara sekolahpun tak kuasa menahan godam kemunafikan dari atas?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun