Sinergitas dan saling kerja sama antara dua institusi di dalam negara kita ini sering sekali entah dengan sengaja atau tidak dibenturkan. Yakni antara TNI dan Polri kita.Â
Dan tak heran mengapa di ujung-ujung dari konferensi pers waktu lalu tentang pengungkapan siapa dalang di balik aksi rusuh kemarin 21 dan 22 Mei lalu, Polri juga menyampaikan sebuah fakta tentang bagaimana sosok oknum jajarannya akan ditindak dengan tegas jika menunjukkan suatu tindakan over power.
Dimana saat itu oknum anggota polri seakan menuduh salah satu brigader Jendral telah mencuri smartphonenya. Tapi akhirnya memang si anggota polri tersebut akhirnya meminta maaf karena telah sembarangan menuduh yang bukan-bukan.
Dan juga seperti kejadian yang ada di Sumatera Selatan. Dua oknum dari institusi ini juga terlibat bentrok. Hanya karena sang oknum TNI lupa membayar bengkuang yang dipesannya, oknum polisi ini menembak seorang anggota TNI. Ujung-ujungnya mereka akhirnya berdamai juga.
Tapi tindakan-tindakan super power yang ditunjukkan oleh satu anggota institusi kepada yang lainnya merupakan suatu tindakan yang akan memicu perpecahan. Hal inilah yang terus diupayakan supaya tidak terus menerus mengarah ke suatu sikap yang justru akan merugikan kita juga.
Rata-rata banyak orang punya sindrom ketakutan saat-saat akan segera melepaskan suatu kekuasaan atau jabatan tertentu. Dan tak sedikit dari para pejabat itu bisa dipastikan masih memiliki sedikit atau banyak pengaruh saat-saat dia meletakkan jabatan yang pernah ia pegang tersebut.
Dan ini pengakuan jujur seorang Jendral Polisi, Bapak Tito Karnavian. Seperti yang dilansir oleh kompas.com (13/6/2019), beliau merasa enggan atau merasa tak nyaman saat akan memproses para purnawirawan atau eks jendral TNIa yang terlibat kasus makar maupun kepemilikan senjata aktif.
Tentu dalam hal ini, Bapak Tito merujuk kepada dua sosok jendral yang kini sedang masuk rutan karena dugaan keterlibatan dirinya saat pecah aksi kerusuhan 21 dan 22 Mei lalu di depan kantor Bawaslu. Yakni Bapak Kivlan Zen maupun Bapak Soenarko.
Tapi meskipun beliau tidak nyaman dengan situasi tersebut, demi yang namanya penegakan hukuma, beliau tetap harus profesional di dalam menjalankan tugas-tugasnya. Meski di saat yang bersamaan Polri --pun senantiasa berupaya untuk tetap menjaga soliditas dan sinergitas antara dua unsur lembaga pengamanan dan keamanan negara ini, Polri dan TNI.
Bapak Panglima TNI, Marsekal Hadi Thahjanto-pun menyatakan bahwa institusinya tidak akan ikut campur dalam ranahnya sipil. Sebab ketika seorang jendral sudah pensiun alias purna tugas dalam institusinya, sesunggunguhanya mereka sudah menjadi warga sipil biasa. Dan hala-hal yang berkenaan dengan kasus hukum pidana yang mereka lakukan tentu tidak ada intervensi dari TNI lagi kepada mereka.