Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Saat Kupulang, Kutemukan Keramahan Cinta

2 Juni 2019   00:00 Diperbarui: 2 Juni 2019   00:05 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun sebagai cowok angka tersebut, masih angka di batas normal. Tapi desakan orang tuaku yang terkadang tak sabar kuping ini mendengarnya. "Kapan kami punya cucu?"

"Nanti Ma, pasti ada. Sabarlah, doakan saja, supaya segera kutemukan jodohku"

"Atau jika sulit-sulit disana, sama Paribanmu* ini ajalah, kau. Masih muda, cocoknya kalian jika jadi?" Kata mamaku meyakinkan ku.  

Padahal dalam hatiku bergejolak, tak pantas diriku untuk bisa bersamanya. Apalagi statusnya seorang bidan di desa kami. Sementara diriku, meskipun berada di kota besar, ternyata tidak menjamin kebesaran namaku.

Pernah dulu kisah itu ada antara aku dan paribanku ini. Kedekatan kami yang bisa dibilang dekat, sampai-sampai kedua orang tua kami ingin mempersatukan kami. Tapi akhirnya semua berubah saat ia pergi meninggalkan kampung halamanku untuk pergi lanjutkan pendidikannya.

Tiga tahun kemudian akupun menyusul ke kota dimana ia berada. Keramahan yang dulu tak ada lagi seperti di kampung. Akupun merasa karena aku kurang berpendidikan. Kuputuskan pindah ke kota yang lain, tanpa mencoba tahu bagaimana keadaannya.

Terakhir kudengar dia sudah kembali dan bahkan sudah menjadi seorang bidan di kampungku. Bisa dipastikan ada begitu banyak pria-pria yang ingin mendekatinya.

"Tar, lebaran ini Abang pulang, kita sama yuk"

Kamipun sampai di kampung halamanku. Yang penuh kehangatan, bau laut yang bahkan tercium di dalam rumah kami. Semilir angin berembus pelan-pelan, Seakan menyadarkanku kini aku sudah ada di kampung.

Dibandingkan saat sepuluh tahun yang lalu, kini sebagian besar sudah beda. Sepuluh tahun sengaja tidak pulang-pulang. Karena terdoktrinasi, kalau pulang tidak bawa apa-apa sebaiknya tidak pulang. Pulang membawa keberhasilan dan segudang prestasi yang patut dibanggakan.

Dan satu yang paling mengejutkanku membuat hatiku berdebar, saat melihat paribanku berada di dapur bersama dengan mama,  seakan sedang menyiapkan makanan untuk menyambut kami. Meskipun sejuta tanya ingin kutanyakan kepadanya, mulutku hanya terkunci rapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun