Tapi harapan itu tak terlihat lagi. Usut punya usut perubahan itu tak serta merta langsung terjadi.Â
Sejak saat kepergian istri tercinta. Yang ternyata tidak mendapatkan perlindungan kesehatan. Padahal BPJS sudah diurusnya sejak lama. Tapi Rumah Sakit bersikukuh untuk tidak menerima istrinya. Yang memang sudah lama mengidap penyakit langka.
Gara-gara BPJS semuanya berubah. Salahkan si pembuat program tersebut. Dan sejak saat itu ketika mendengar nama si Penguasa itu, raut mukanya cepat berubah.
Ajakan Ustad Bernard hampir meluluhkan hati sebagian besar kampungku. Apalagi tersedianya bis yang berangkat ke Ibu kota di malam itu menambah suasana kelam kampungku.
Apalagi Broi yang terus mengajakku dan terus mendesak supaya ikut. Tapi aku tegas menolaknya. Karena teringat pesan Ayahku.Â
"Ini bulan Ramadhan, ini bulan puasa. Tak baik menambah gaduh suasana yang sudah gaduh"
"Ingat. Sekalipun Ustad Bernard sudah berubah, tapi Papamu masih pegang prinsip kebenaran"Â
Besoknya terdengar kabar yang mengejutkan. HP ayahku berdering, ternyata yang menelpon adalah ustadku.Â
Kabarkan berita duka itu. Sulit berkata apalagi menyadarkannya. Ingin mengulang waktu-waktu itu. Mau menyesal percuma dan semuanya sudah terlambat.Â
Teman dekatku Broi dikabarkan mendapatkan musibah. Ternyata dia salah satu yang jadi korban yang dinyatakan meninggal.Â
Dan sesungguhnya dalam harapan yang terus berbunyi dalam sanubariku yakni ustadku. Bisa sebagai hadiah terbesar tuk bisa kupersembahkan di hari Fitri nanti melihat ustadku bisa kembali ke jalan yh benar...