Membludaknya pemilihan di luar negeri dimana hari ini menjadi hari terakhir mereka menggunakan hak suara mereka, saudara-saudara kita yang ada di luar negeri. Dimana menurut KPU bahwa jadwal pelaksanaan pemilu di luar negeri sudah mulai pada tanggal 8 April lalu hingga 14 April ini.
Proses mebludaknya para pemilih ini datang ke TPS seharusnya menjadi pertanda baik bagi kita. Bahwa kepedulian kita terhadap negara ini tentu sangatlah besar. Dan ini menjadi penentu bagi kita siapa-siapa yang pantas untuk duduk di pemerintahan, dan ujung-ujungnya demi berjalannya rumah besar negara kita, yang bernama 'Indonesia'.
Tapi berdasarkan laporan-laporan yang ada dari beberapa media ditemukan semakin membludaknya warga Indonesia di dalam memenuhi panggilan hak suaranya supaya digunakan. Bisa dibilang hal itu ditenggarai dari kurang cekatannya mereka di dalam info-info penting yang mungkin telah dikeluarkan di masing-masing KJRI yang ada di luar negeri. Sehingga akhirnya menurut keputusan MK baru-baru ini, bahwa mereka boleh tetap memilih asal di sisa waktu satu jam terakhir sebelum penutupan di TPS.
Maka disinilah salah satu letak permasalahannya, khususnya WNI yang ada di Sydney. Meminta KPU melalui petisi yang sudah mereka adakan supaya diperbolehkan bagi mereka yang belum sempat menggunakan hak suara mereka untuk bisa memilih kembali.
Sebab di akhir 1 jam sebelum penutupan TPS yang ada di Sydney, justru warga Indonesia masih banyak bertumpuk di luar untuk menanti giliran. Padahal waktunya sudah mulai malam, akhirnya berdasarkan pertimbangan dari PPLN dan Panwaslu setempat bersama dengan kepolisian sepakat untuk segera mengakhiri pemilihan. Kemudian ditambah lagi karena masa sewa dari gedung tempat pemilihan tersebut juga sudah berakhir. Sehingga menjadi pilihan yang harus diambil ole petugas pemilihan di sana.
Memang untuk menyisiati supaya pemilih di luar negeri terjamin hak pilihnya sudah dilakukan tiga opsi. Pertama lewat pengiriman POS ke rumah masing-masing WNI, kedua dengan KSK (kotak suara keliling) dan ketiga lewat TPS. Dimana masing-masing tentu punya sisi kelemahan ataupun kekurangan yang cukup pelik jika diuraikan satu persatu.
Pelaksanaan pemilu 2019 yang digelar di Malaysia hari ini khusus dengan memakai TPS berjumlah 127 ribu orang dengan TPS sebanyak 225 dari total pemilih mencapai 558.873. Yang terdiri atas 301.460 pemilih laki-laki dan 257.413 pemilih perempuan.
Pemilih melalui jalur KSK mencapai 112.536 pemilih dengan jumlah KSK sebanyak 376 unit. Sementara pemilih melalui Pos mencapai 319.293 orang dengan total pos 160.
Tetapi khusus penggunaan dengan metode TPS, berdasarkan Berdasarkan laporan reporter CNN Indonesia TV yang berada di Kuala Lumpur, telah terjadi kekacauan. Karena hanya tiga Tempat pemungutan Suara (TPS) yang dibuka Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.
Adapun ketiga TPS itu yakni di KBRI Kuala Lumpur Tun Razak, Wisma Duta di Jalan U Thant, dan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur di Jalan Tun Ismail. Padahal sehari sebelum menjelang pemungutan suara rencananya akan dibuka sebanyak 225 TPS.
Pengalihan ini dari ratusan TPS kini tinggal menjadi 3 TPS tentu akan mengalami banyak kendala. Dimana akhirnya jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) di Malaysia yang akan memberikan hak pilih pun membludak di tiga lokasi TPS tersebut.
Sehingga pertanyaannya khusus bagi teman-teman kita yang ada di Malaysia, apakah kebijakan dari ratusan tps yang rencananya sudah disiapkan kini menjadi tiga TPS saja, merupakan dampak dari peristiwa viralnya video sudah tercoblosnya surat suara beberapa waktu yang lalu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H