Melihat persoalan bangsa ini bisa dibilang tidak tergantung kepada hebatnya satu institusi. Tapi lebih tergantung kepada adanya kerjasama yang baik antara satu bidang dengan bidang yang lain, atau satu lembaga dengan lembaga yang lain.
Memang akan butuh sosok pemimpin yang kuat untuk bisa menggerakkan kemajuan itu. Dan butuh sosok pemimpin yang baik dan handal juga untuk bisa mensinergikan dan mendorong pihak atau lembaga lain supaya ikut dalam pencapaian visi misi yang sudah disampaikan saat-saat pencapresan dulu.
Melihat langkah  KPU  bersama dengan NU, dimana seharusnya mereka bisa seratus persen mengeluarkan kebijakan yang tepat di dalam memberantas penyakit terbesar bangsa ini yang terus menggerogoti adalah penyakit korupsi. Â
Seperti langkah KPU,yang awalnya sangat keras terhadap para caleg koruptor, bahkan sempat sampai mengeluarkan mereka dari DCT (Daftar Calon Tetap), tapi akibat pertimbangan hukum akhirnya nama mereka tetap masuk. Cuma katanya nama mereka harus diberitakan dalam pemberitaan media-media nasional, supaya rakyat bisa tahu siapa-siapa caleg yang tersandung korupsi.
Tapi langkah untuk tidak menerbitkan nama mereka ada ditiap-tiap TPS (tempat pemungutan suara) sebenarnya merupakan langkah yang kurang produktif di dalam memberikan pemberitaan yang lebih lagi terhadap masyarakat untuk tahu mana-mana para caleg koruptor tersebut.
Sebab ingatan yang sudah lama di dalam pemberitaan media massa akan sangat terbatas dan kemungkinannya akan cenderung lupa. Sehingga dampaknya bisa kepada terpilihnya lagi caleg mantan koruptor tersebut. Dan bukankah itu bisa membahayakan negara kembali, karena mereka bisa suatu waktu akan kembali lagi kepada perilakunya yang semula.
Kedua pada Organisasi keagamaan seperti NU. Seharusnya ini menjadi tanda tanya besar bagi NU (Nahdatul Ulama). Dimana sekali lagi, bukankah persoalan korupsi di tanah air ini menjadi isu sentral dan sangat membuat Indonesia betul-betul akan hancur jika isu di bidang korupsi ini tidak betul-betul digarap dan menjadi perhatian semua pihak?
Karena kekuatan seperti institusi KPK bisa dipastikan tidak akan pernah cukup untuk bisa menindak terus para koruptor. Dan akan jauh lebih efektif jika melibatkan banyak unsur-unsur organisasi keagamaan seperti halnya NU ataupun Muhammidiyah.
Jika kita melihat akhir-akhir ini bukankah kian lama kian sangat banyak kepala-kepala daerah yang akhirnya terjerat? Bisa dikatakan hampir setiap minggu, KPK merilis atau melakukan konferensi pers atas peristiwa penangkapan OTT KPK di sepanjang tahun 2018 lalu dan bahkan hingga di awal tahun 2019 ini.
"Tiga unsur keharaman, tipu daya, tidak ada kejelasan akad yang dijalankan atau ada syarat yang menyalahi prinsip akad jual-beli, ketiga motivasi transaksi tersebut adalah bonus, bukan barang yang dijual," kata Koordinator Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah LBM PBNU, Asnawi Ridwan, di Ponpes Miftahul Huda Al Azhar, Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019).
Kenapa organisasi besar seperti NU tidak segera merekomendasikan perihal tentang penyakit korupsi di bangsa ini? Dimana apabila rekomendasi ini keluar, bukankah orang-orang akan sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh NU tersebut?
Dibandingkan  dengan mengharamkan suatu bisnis penjualan MLM, dimana bisa saja NU menjadi penghalang kemajuan dari usaha anak bangsa yang sudah lama berkiprah di dalam bisnis ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H