Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prostitusi Online dan Tertinggalnya Offline Serta Solusi Selain Hukum, Adakah?

4 Februari 2019   19:20 Diperbarui: 4 Februari 2019   19:27 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kecanggihan teknologi informasi dan didukung dengan kecepatan jaringan internet membuat segala sesuatunya cepat berubah.Demikian juga dengan perkembangan dunia malam dan bisnis esek-esek juga mengalami peningkatan dan perubahan dengan cepat juga.

Dimana sangat memungkinkan untuk bisnis esek-esek secara offline dipandang sudah tidak efektif lagi. Bahkan terkesan sangat membahayakan dirinya sendiri,karena harus senantiasa keluar malam untuk mencari pelanggan. Sehingga dunia prostitusi ini juga akhirnya beralih dari sistem offline sekarang ke sistem online.  

Habis Vanesa muncul lagi prostitusi Show Time. Tapi pertanyaannya efektifkah penegakan hukum di dalam pemberantasan kasus-kasus prostitusi ini? Seperti yang dilansir oleh tempo.co(4/2/2019), Polres Metro Jakarta Barat membongkar sindikat penyedia jasa pornografi live show" yang disangka sekaligus menjalankan bisnis prostitusi "online". Yang bahkan omzet dari keduanya ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.

Mungkin pendekatan-pendekatan humanis dan bersahabat justru lebih baik ketimbang terus dengan aturan-aturan penegakan hukum yang  ada. Dimana meskipun terbongkarnya kasus Vanessa Angel saat ini, ternyata tidak membuat efek jera bagi para pelaku maupun para mucikari lainnya yang ada. Justru malah berkembang dan semakin variatif modus-modus yang ditampilkan.

Seperti yang dilansir oleh nasional.tempo.co (1/2/2019), penindakan hukum yang dilakukan kepada Vanesa Angel justru membuatnya semakin down dan terpuruk. Bahkan ketika sudah sedemikian rendahnya harkat dan martabatnya sekarang,ketika melihat tatapan mata orang lain saja, dia malah tidak sanggup dan merasa sudah dihakimi.

Orang tuanya saja-pun bahkan tidak mau menjamiin putri-nya sendiri, untuk bisa mendapatkan penangguhan penahanan kepada anaknya.Jika orang tua saja tidak mau, bagaimana mungkin orang lain mau menjamin dia. Dan akhirnya pasrah saja terhadap keputusan polisi dengan temuan alat-alat bukti yang ada.

Kembali ke prostitusi online. Dimana Patroli Cyber Crime Unit Kriminal Khusus Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat mengatakan bahwa ini adalah modus baru lagi dalam dunia prostitusi online. Kepolisian mengendus keberadaan jasa pornografi dan bisnis prostitusi online tersebut ada dalam sebuah grup percakapan di aplikasi pesan cepat Line bernama "SHOW TIME". Dikatakan bahwa anggota grup bisa menikmati pertunjukan langsung (live show) yang diperankan model perempuan atau model berpasangan yang sudah dipersiapkan pengelola atau admin grup.

Polisi-pun sudah meringkus lima orang sebagai tersangka dalam sindikat kasus prostitusi tersebut. Mereka adalah SH (23), ZJ (23), WN (23), HAM (23) dan RM. Kelimanya kini ditahan bersama barang bukti berupa empat unit telepon genggam, lima akun grup Line, empat akun Official Line, 30 lembar capture group Line, tiga unit CPU, tiga unit laptop serta satu set perangkat LAN dan WIFI.

Pertanyaannya kembali, efektifkah penindakan-penindakan hukum yang dikerjakan sekarang? Meskipun sejak dulunya masalah urusan kepuasan fisik ini sudah ada sejak zaman dulu. Dan dengan berbagai modus yang ada malah tetap menyuburkan kasus ini.

Apakah mungkin jika penyelesaian dan pendekatan psikologis saja yang mungkin bisa diterapkan, sambil mencari dimanakah akar permasalahannya? Atau mungkinkah akar permasalahannya ini kembali karena faktor ekonomi yang semakin sulit dihadapi? Atau karena kesukaan gaya hidup yang mewah tapi tidak bisa diimbangi dengan kantong sendiri, sehingga harus memutuskan untuk terjun ke situ?   

Mungkin cara pertama adalah dengan kesungguhan pemerintah sendiri di dalam mengatasi permasalahan prostitusi ini. Dengan melibatkan berbagai element yang ada di institusinya dan sungguh-sungguh mencari dimana letak permasalahannya.

Jika tidak ada upaya serius, tentu jangan mengharap  kota yang dipimpinnya bisa bebas dari kasus-kasus prostitusi ini.  

Tapi sebelum jauh lagi membahas bagaimana pemberantasannya, timbul pertanyaan lagi. Pertanyaan yang oleh masing-masing kita, bisa menjawabnya dengan jujur. Benarkah prostitusi ini adalah penyakit masyarakat? Jika sebuah penyakit kenapa banyak orang yang suka?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun