Bapak Siswono Yudo Husodo di dalam artikelnya pada kompas.id (5/1/2019) seharusnya bisa menjadi tamparan keras bagi pemerintah saat ini. Pasalnya kita sebagai negara yang sudah meratafikasi penggunaan penggunaan emisi gas di tanah air kita pada tahun 2015 lalu di Paris bersama dengan 196 negara lain, tapi realita kenyataan yang diambil oleh pemerintah saat ini, kontra dengan apa yang sudah disepakati bersama.
Hal itu dibuktikan dari penggunaan bahan baku yang bersumber dari fosil seperti batubara sampai 95 persen untuk menghidupkan sumber-sumber listrik seperti PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di tanah air kita. Jika dibandingkan elektrifikasi di tanah air kita dengan menggunakan EBT (Energi Baru Terbarukan) baru hanya kurang lebih 5 persen.
Memang sangat memuji gerakan dan komitmen Jokowi untuk membangkitkan energi listrik kita sebesar 35.000 MW. Dimana dalam capaian dari target tersebut, hendaknya tidak memaksakan untuk bisa tereleasi secepatnya program tersebut. Jika lagi-lagi yang diandalkan yang menjadi sumber energinya lagi-lagi berasal dari energ fosil tersebut.
Kemudian miris melihat data yang ada di tahun 2017 lalu, bahwa kita bisa mengimpor minyak bumi dan BBM yang relatif mahal, tapi kita malah mengekspor gas alam kita, yang harganya relatif murah. Dimana tercatat kita menjadi pengekspor terbesar ketiga dunia setelah (Qatar dan Australia). Â Â
Juga jika melihat data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ternyata potensi panas bumi kita sekitar 29 GW, yang dimanfaatkan hanya 4,9 persennya. Sedangkan potensi PLTA kita sebanyak 94 GW dan baru 7,4 persen yang dimanfaatkan.
Artinya apa dengan data itu, bahwa tampak kurang seriusnya pemerintah kita di dalam mengembangkan pemanfaatan sumber daya alam ini. Dimana sebenarnya kita bisa dibilang terlambat , tapi bersyukur di masa Pemerintahan Jokowi, hal ini sudah mulai dimaksimalkan.
Maka jika hendak mengembangkan EBT tersebut, dimana kita ketahui bersama tentu sumbernya bukan dari energi fosil, tapi berasal dari tenaga hidro (air), surya, angin, air laut, panas bumi, biodiesel, etanol, biomassa (limbah rumah tangga dan pertanian), maka pemerintah harus serius menggarap sumber-sumber energi terbarukan ini.
Sebab bagaimana mungkin masyarakat bisa menghemat pengeluaran sekaligus bisa menjaga lingkungan alam kita, khususnya dalam hal penggunaan BBM jika pemerintah kita tidak serius mengembangkan jenis-jenis BBM yang sumbernya berasal dari EBT tersebut. Dan tentu juga harus sekaligus komitmen kuat  pengembangan teknologi-teknologi transportasi yang sumber energi nya berasal dari EBT tersebut.
Sebab adalah pilihan bijak ketika menggunakan BBM bagi kendaraan-kendaraan yang akan kita gunakan jika sumbernya berasal dari EBT tersebut. Seperti penggunaan motor listrik baik bagi mobil atau sepeda motor, ternyata kita sudah mengembangkan industri ini, baik di tingkat hulu maupun di tingkat hilirnya.