Sebagai orang tua memang tidak lepas dari tantangan untuk tetap waspada menjaga anak. Dan sebagai orang tua kita juga memiliki keterbatasan untuk bisa menjaga mereka 24 jam secara total. Di dalam keterbatan itu maka kita sebenarnya butuh perlindungan dari Tuhan kita. Yang akan tetap menjaga secara maksimal seluruh keberadaan keluarga kita.
Kebanyakan orang tua memang akan suka terhadap segala celoteh, keriangan anak dan bahkan keaktifan atau kesibukan dari si anak tersebut. Tapi ketika tindakannya sudah mulai mengarah ke hiper aktif maka yakinlah hal itu tidak akan mudah untuk bisa mengontrol mereka.
Butuh kerja keras dan ekstra untuk bisa membimbing dan mengarahkan ke-hiper-an mereka. Terkadang memang kita tidak bisa melepaskan rasa jengkel. Sehingga ketika sudah tiba kejengkelan tersebut, maka kitapun akhirnya melepas saja apa yang jadi tindakan dari si anak.
Namun satu yang penting adalah untuk bisa menghindarkan hal-hal yang membahayakan mereka. Baik itu berupa benda tajam, air panas, larutan kimia, api, listrik dan lain-lain.
Akhirnya terhadap ini, aku sepertinya sudah mulai menghilangkan rasa kewaspadaan ku terhadap hal-hal di atas. Dan terjadilah hal yang tidak kami inginkan. Perasaan bersalah dan meringis-pun akhirnya keluar dari dalam hati.Kenapa aku tidak begitu peka terhadap hal ini?
Meskipun besarnya rasa bersalah tersebut, tidak akan mengurangi dari apa yang dirasakan oleh si anak. Jadi ketika melihat hal itu, perlu penanganan yang sigap dari suami dan istri untuk bisa menolong anak.Disamping itu perlu membangun dan menguatkan hati seraya berdoa bahwa Tuhan akan melakukan bagian-Nya, yakni menyembuhkan. Bagian kita hanya bisa pasrah dan berdoa, bahwa ia akan segera pulih.
Tentang hal ini, jadi ingat dengan cerita yang dialami oleh Bapak Julianto Simanjutak dan istri di dalam buku yang pernah mereka tuliskan. Yakni ketika anak kedua mereka, yang masih kecil pernah mengalami demam yang sangat tinggi. Kejadiannya sangat tiba-tiba dan terjadi pada dini hari. Dimana ketika untuk mendapatkan pertolongan dari medis sangat tidak memungkinkan.
Sudah dilakukan berbagai terapi dan pengobatan tapi akhirnya tidak berhasil. Dan mereka-pun tiba pada saat momet berserah dan pasrah.Tapi sesuatu terjadi,si anak tersebut mengalami pemulihan sedikit demi sedikit hingga akhirnya badannya kembali normal.
Kembali ke kisah anakku yang baru-baru ini terjadi. Ketika dia boleh mengalami peristiwa naas tersebut, tat kala hatiku turut hancur bersama dengan sakit yang baru dideritanya. Inginnya diri ini, menggantikan posisinya.
Sempat merasa jengkel melihat tingkahnya yang tidak pernah diam. Dan ketika terjadi momen naas itu, sekarang dirinya tidak bisa lagi melakukan kebiasaannya. Menjadi sangat rindu untuk melihat kembali dirinya ceria dan aktif seperti sedia kala.
Jadi mari untuk tidak merasa jemu-jemu dan selalu sabar menghadapi tingkah anak yang demikian. Sebab suatu saat diri kita akan kecarian melihat itu. Ketika dirinya hanya bisa diam dan menangis menahan rasa sakit, barulah kita sadar ternyata kita-lah yang lebih butuh terhadap kondisi si anak yang memang hiper aktif.