Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan lagi Ambil S2 di Kota Yogya dan berharap bisa sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membandingkan Sosok Bimanesh dan Alkostar, Kamu Ada di Mana?

8 Juni 2018   04:12 Diperbarui: 8 Juni 2018   04:31 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : tribunjateng.news.com

Untuk melihat suksesnya kehidupan yang sudah kita jalani selama ini tentu tidak lepas dari perjalanan-perjalanan hidup yang sudah kita lakukan selama ini. Apakah hidup kita akan berakhir dengan penuh rasa penyesalan atau akankah berakhir dengan penuh rasa kemenangan dan kemuliaan.

Belajar dari dua tokoh ini, hendaknya bisa mengajarkan kita satu hal, bahwa memang hidup ini adalah pilihan. Oleh karena itu penting bagi kita supaya senantiasa berpikir dulu sebelum bertindak. Sebab tanpa berpikir dengan matang, maka biasanya akan berakhir dengan rasa penyesalan. Tapi kalau sudah tiba pada momen itu, menyesalpun tiada berarti. Yah tinggal menjalani apa yang sudah menjadi konsekuensi dari apa yang kita perbuat.

Seperti yang dilansir oleh kompas.com (7/6/2018), apa yang sedang terjadi pada Bapak Dokter Bimanesh, bisa menjadi pelajaran tambahan bagi kita bersama. Bahwa menyesalpun tiada berarti lagi. Dimana ada tiga penyesalan Bimanesh yang diungkapkan oleh beliau di hadapan hakim pada saat pemeriksaan beliau sebagai terdakwa.

Pertama, Bimanesh menyesal tidak menolak permintaan Fredrich untuk merawat Setya Novanto yang saat itu sedang bermasalah secara hukum. Padahal, sebelum melakukan perawatan, Fredrich sudah memberitahukan ada rekayasa soal kecelakaan.

Kedua, Bimanesh menyesal tidak memberitahukan kepada penyidik mengenai hasil pengamatannya terhadap kondisi Setya Novanto. Dalam pemeriksaan, Bimanesh hanya melihat luka lecet ringan di kening, leher, dan tangan Novanto.

Ketiga, Bimanesh menyesal memasang imbauan dalam selembar kertas yang ditempel di pintu ruang rawat inap VIP 323. Ruangan itu tempat Setya Novanto dirawat. Adapun, kertas itu berisi tulisan "Pasien butuh istirahat untuk penyakitnya dan belum dapat dibesuk". Di bagian bawah, terdapat tanda tangan Bimanesh selaku dokter penanggung jawab pasien.

Tapi aneh dengan rasa penyesalan yang beliau sampaikan. Sudah mengetahuinya bahwa akan ada rekayasa kecelakaan, pasti llukanya pun hanya lecet sedikit dan rekayasa juga, tapi beliau masih sempat-sempatnya memberikan surat kuasa, bahwa sang pasien tidak boleh dibesuk. Ada apa Pak Dokter? Saya kira Bapak hanya mengeles saja, supaya kalau bisa terhindar dari hukuman. Atau pengen mendapatkan pengurangan hukuman semata.

Kemudian saya kira pernyataan diatas semua orang pastinya sudah tahu? Tapi mengapa orang masih bisa terjebak dengan kesalahan yang sama?

Artinya memang integritas Bapak masih pada level bisa dipermainkan. Entah dengan sogokan, atau entah dengan iming-iming, akhirnya Bapak mau menggadaikan integritas yang Bapak milliki.

Kemungkinan Bapak anggap sepele dengan pernyataan bahwa penyesalan akan selalu datangnya terakhir, bukan di depan. Jadi ketika ada kesempatan, sikat saja.

Dimana sebenarnya perubahan kita itu bisa terjadi secara bertahap-tahap. Sebab memang perubahan itu tidak langsung besar dan drastis. Artinya Bapak untuk masalah yang remeh temeh-pun Bapak gak waspada. Maka ketika ada masalah Setnov, akhirnya Bapak sulit untuk bisa menghindar.  

sumber : megapolitan.kompas.com
sumber : megapolitan.kompas.com
Tapi coba kita bandingkan dengan Bapak Alkostar. Dimana beliau selalu berusaha menjaga integritas beliau mati-matian. Bahkan sampai rela bayar harga untuk tidak berteman dengan banyak orang, apalagi berhubungan langsung dengan orang-orang yang sedang berkasus. Hanya dengan maksud supaya bisa menjaga kenetralan di dalam berpikir, bertindak dan memutuskan suatu hal.

Sampai-sampai para penjahat, koruptor sampai takut untuk mengadakan banding ke tingkat Mahkamah Agung, dimana beliau berada. Sebab kalau mau bandiing, bukannya mendapat keringanan hukuman, tapi yang ada malah penambahan dan pemberatan hukuman dari yang semula diputuskan.

Tapi lihat fenomena sekarang, ketika beliau pensiun, apa yang terjadi pada para penjahat atau koruptor tersebut. Mereka ramai-ramai untuk mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas kasus mereka.

Bapak Alkostar Artidjo, bisa dibilang orang yang berhasil diawal masa karirnya hingga di penghujung pengabdiannya. Memulai dengan rasa hormat dan wibawa, beliau-pun mengakhiri dengan rasa yang sama, rasa hormat dan wibawa.

Jadi ketika kita bisa melihat dua sosok dari tokoh diatas, kamu ada dimana sekarang ini? Apakah kamu sedang berada di jalur track sosok seperti seorang Bimanesh atau di jalur track sosok seorang Alkostar? Putuskan segera dalam hatimu bahwa kamu, kita, akan memilih jalan seorang Alkostar. Kemudian berani bayar harga akan hal itu. Siap??

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun