Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar dari Anak

2 Juni 2018   02:01 Diperbarui: 2 Juni 2018   02:11 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : dokumen pribadi

Memang kuakui bahwa di dalam keluarga kami, suara-suara keras, dan kuat sering terdengar oleh mereka. Bahkan  ketika mereka sedang tampak bermain dan satu dari mereka melakukan satu kesalahan. Tak jarang akhirnya kami mengingatkan mereka dengan sebuah seruan keras. Dimana sebenarnya hal ini tidaklah perlu. Dan kami sedang mengevaluasi apakah kebiasaan ini baik bagi pertumbuhan merea atau tidak.

Kemudian mendeteksi kemampuan mereka secara spesifik  bagaimana. Seperti yang pernah kami saksikan, bahwa anak si nomor dua-ku ketika mendengarkan sebuah lagu atau nyanyian di TV, radio dan bahkan suara kami sendiri, maka dirinya secara spontan akan langsung goyang-goyang kepala seperti orang yang menari. Tapi anak sulungku, tidak demikian adanya.  Pembawaannya tampak lebih menikmati saja tanpa adanya ekspresi goyang-goyang kepala.

Selanjutnya, sering kutemukan bahwa si anak pertama akan meminta melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan kepada si anak kedua. Entah apa yang akan ada dipikirannya, ketika diriku akhirnya tidak menuruti kemauannya. Tapi selama ini, aku tetap menuruti kemauannya tersebut, untuk menghindari adanya pembedaan-pembedaan yang akan mungkin dirasakan mereka sejak dini. Bahwa ketika si adek dapat, si kakak otomatis juga harus mendapatkannya.

Tapi untuk sebaliknya, ketika si kakak dapatkan perlakuan tertentu, si adiknya belum meminta melakukan hal yang sama seperti apa yang kulakukan kepada si kakak. Artinya memang tahapan perkembangan pemikirannya mungkin belum-lah sampai seperti kakaknya sekarang. Kapan kira-kira atau pada usia berapa dia akan mendapatkan konsep  untuk mendapatkan perlakuan yang sama tersebut? Atau mungkinkah tidak akan seperti kakak-nya sekarang? Dan kalau terjadi kira-kira apa yang menjadi penyebabnya?

Mungkin itu sedikit peristiwa yang bisa kukemukakan. Artinya bahwa akan ada banyak jurnal-jurnal harian untuk bisa mencatatkan pada saat kapan mereka bisa memulai untuk pertama kali ke-bisa-an tersebut. Sehingga kita akhirnya bisa mengevalusi dan bisa segera menyimpulkan bagaimana-sih perkembangan anak-ku sekarang? Apakah mengalami perlambatan perkembangan jika dibandingkan dengan teman-teman yang sebayanya, atau malah mengalami percepatan?

Jadi pada akhirnya, mari timbulkan banyak pertanyaan-pertanyaan di dalam  mempelajari anak-anak kita. Sebab dengan bertanya, maka otak kita akan dituntun untuk segera menemukan solusi demi solusi. Akhir kata, mari belajar kepada anak.  

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun