Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ahok, Banjir dan Bandung

24 Oktober 2016   22:29 Diperbarui: 24 Oktober 2016   22:44 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sungguh suatu hal yang sangat merisaukan jika kita tidak bisa mengantisipasi hal-hal yang seharusnya bisa kita antisipasi. Banjir yang terjadi hari ini dikota Bandung, dan bahkan menurut pemberitaan di metro TV dinyatakan telah menelan korban 1 orang pegawai toko. Kemana pemerintah kota yang selama ini yang selalu membangga-banggakan prestasi yang katanya sudah dicapai olehnya. 

Membuka ruang publik yang bisa menampung seluruh aspirasi masyarakat dengan baik. Tapi satu hal yang sungguh mengherankan, kok bisa banjir. Padahal  Bandung termasuk daerah dengan dataran tinggi. Melihat mobil yang bisa diseret oleh kuatnya arus banjir. Apa yang sudah dikerjakan oleh pemerintahnya yah.

Terkesan seperti hanya membangun citra diri yang positif semata. Melihat rekam jejak sang Pemimpin Kota, Bang Kamil, yang dimana-mana sangatlah positif. Tapi ketika melihat pemberitaan dihari ini, pastilah Abang kita itu pasti terdiam, melihat kotanya kebanjiran.

Memang pemimpin, dimana-mana tidaklah ada yang sempurna. Pastilah ada kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing orang atau pemimpin. Beruntung Jakarta memiliki seorang pemimpin yang peduli akan sungai. Sehingga sederas apapun hujan yang beresiko mengakibatkan banjir akan reda dengan sendirinya. Sebab sudah dibuat sistem yang sangat bagus dalam mengatasi persoalan banjir yang akan selalu melanda dari masa ke masa.

Seorang pemimpin yang peka, bahwa perlu adanya normalisasi sungai-sungai yang ada. Bahwa bantaran sungai bukan untuk dijadikan tempat pemukiman. Perlu keberanian dalam mengambil keputusan untuk memindahkan orang-orang yang tinggal sudah berpuluh-puluh tahun dibantaran sungai. Dimana pemimpin-pemimpin sebelumnya tidak begitu tegas dalam proses normalisasi tersebut.

Dan ketika Jakarta sekarang sudah lebih baik, terus dikatakan bahwa itu bukanlah rancangan programnya. Itu sudah ada sejak zaman Kepemimpinan sebelumnya. Selalu ada saja hal-hal yang dilakukan yang  bisa mengurangi makna dari hal-hal yang sudah dicapai sekarang ini. Dan pernyataan tersebut dibalas, bahwa memang benar program normalisasi sungai-sungai sudah ada sejak zaman Bapak Fauzi. Tapi yang dibutuhkan masyarakat itu bukan program-program yang ada diatas kertas. Tapi tindakan dan bukti nyata yang diperlukan untuk bisa menyelesaikan masalah banjir tersebut.

Pemimpin kota-kota yang ada di seluruh Indonesia seharusnya bisa melihat kejadian yang baru terjadi dikota Bandung. Dan memang bencana banjir sudah merata terjadi dibeberapa kota-kota yang ada di Indonesia, mulai dari kota-kota yang ada di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Seharusnya pemimpin tidak sibuk untuk urusan dirinya sendiri, atau golongan maupun partai yang mengusungnya. 

Pemimpin-pemimpin daerah tersebut harus turun langsung melihat apa yang terjadi di masyarakatnya. Mengayomi dan menuntun daerahnya supaya menjadi lebih baik lagi. Terutama masalah banjir. Seharusnya ketika daerah yang dipimpinnya kebanjiran, seharusnya dia merasa malu. Dan tidak menyalahkan orang lain atas kejadian tersebut.

Mari dicarikan solusi bagaimana supaya penyakit banjir itu tidak kambuh lagi. Harus dibutuhkan kerja yang ekstra keras, dan berani mengambil keputusan-keputusan yang meskipun tidak populis. Sebuah keputusan yang membawa kebaikan bagi masyarakat meskipun pada awalnya banyak ditentang. Harus berani untuk tidak popular dimata masyarakat.

 Toh, masyarakat itu sendiri bisa menilai, akan hal-hal yang sudah dicapai, mana yang berhasil dan mana yang tidak. Dan satu lagi masyarakat tidak membutuhkan rencana-rencana program yang tidak akan pernah ada implementasi atau eksekusi dari program tersebut. Rakyat membutuhkan hasil nyata dan tindakan nyata dari pemimpin-pemimpin daerah kita ini.

Penggusuran itu perlu dan harus dilakukan  sepanjang masyarakat yang digusur tersebut sudah disiapkan sebelumnya tempat yang lebih baik. Dan tidak seperti salah satu legislator kita ini, sampai–sampai membuat lomba puisi tentang penggusuran. Bahkan diimingi-imingi dengan hadiah sampai 10 juta. 

Pemenangnya diambil dari jika sudah banyak yang mereview puisinya dalam sebuah video, dengan hastag #situkanggusur. Apa itu, kerja legislator kita ini. Seharusnya dia itu lebih banyak untuk melihat kerjaannya di kedewanan.  Mengejar target rancangan undang-undang yang harus sudah siap untuk menjadi undang-undang yang sah di Negara tercinta kita ini.

Mari kita membuat pilkada yang aman, damai dan bersih di Negara kita ini dan tidak ada tempat yang namanya SARA untuk bisa dihembuskan. Jayalah Indonesia..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun