Mohon tunggu...
rinta yani
rinta yani Mohon Tunggu... -

"perempuan" itulah aku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Tangkap Aku

30 Januari 2012   09:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:17 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seluruh warga kampung melayu gede gempar dan heboh dengan penangkapan seorang laki-laki paruh baya bernama salehudin nurdin. Laki-laki yang akrab dengan sapaan cak Nurdin itu digelandang olah petugas polisi dengan tangan terikat borgol besi. Raut wajah laki-laki berusia 32 tahun itu terlihat bingung dan matanya merah berair, bibirnya serta merta bergerak mengeluarkan kata-kata yang entah maksudnyapun tidak diketahui. Badannya yang kurus itu terlihat jelas oleh tonjolan tulang dadanya dan tulang pipinya yang memanjang. Anak, istri dan kedua orang tuanya mengucurkan air mata sembari meminta petugas polisi agar melepaskan ayah, suami dan anak mereka. Dengan sigap para petugas polisi tersebut menggelandang cak nurdin ke dalam mobil polisi dan bergerak menuju kantor polisi diiringi sirine berbunyi “tiut-tiut-tiut-tiut…” yang akrab ditelinga kita.

Pagi itu cak Nurdin yang bekerja di sebuah pabrik baja bernama Stenlist Group melaksanakan kegiatan sehari-harinya sebagai karyawan kontemporer yang bekerja saat banyak orderan. Seperti biasanya dia beserta istrinya bangun pagi dan melaksanakan sholat berjamaah di rumah kontrakannya berukuran 10mx10m yang berada di kampung melayu gede RT.03/RW.02, Pasuruan-Jawatimur. Cak Nurdin merupakan warga asli kelaten-Jawa Tengah, dia memutuskan untuk merantau ke probolinggo untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dikarenakan dia tidak mengenyam bangku SMP alias lulusan SD saja. Setelah dua tahun berada di Probolinggo cak Nurdin menikahi gadis asal probolinggo dan sekarang dia tinggal beserta orang tua dari istrinya yang bernama siti dan telah dikaruniai seorang putra berusia 4 tahun.

Setelah dia sholat berjamaah dengan istrinya, cak Nurdin panggilan akrabnya itu mengeluarkan motor butut bertuliskan pewe dan mulai mengambil koran di agen abah toyib. Sebelum dia berangkat ke pabrik, setiap pukul 5 pagi cak nurdin mengantarkan pesanan Koran di sekitar kampungn tetangga. Suaranya yang terbilang cempreng dan motor bututnya “trong-tong-tong-tong…” mengepulkan asap setebal 5cm menghiasi setiap pagi dengan berita gres dari headline Koran ternama di jawatimur.

Sepulangnya dari mengantarkan koran abah Toyib tepat pukul 6 pagi, dia mandi dan bersiap-siap berangkat ke pabrik. Sepatu save guardnya sudah terpasang dan diapun keluar dari pintu rumahnya sembari berpamitan dengan istri dan anaknya yang masih pulas di ranjang. Saat membuka pegangan pintu rumahnya tiba-tiba beberapa anggota polisi langsung menagkap dan memborgol tangannya tanpa memberi penjelasan apapun. Sontak istri dan keluarganya berteriak dan menagis namun polisi tetap membawa cak Nurdin kedalam mobil polisi yang bernopol merah tersebut. Tangisan istri dan keluarganya pecah serta berusaha melawan polisi:

“Mas Nurdin,,,pak jangan bawa suami saya!”

“Apa salahnya pak?.., jangan asal tangkap. Suami saya tidak salah!” ( istri cak Nurdin tiba-tiba pingsan)

Sembari menangis warga sekitar mulai menenangkan istri dan keluarga cak Nurdin yang masih shock bahkan tidak percaya kejadian yang tiba-tiba seperti tsunami tersebut.

Seminggu sudah berlalu namun cak Nurdin belum kunjung dibebaskan dari penjara bahkan pihak istri maupun keluarga tidak diperbolehkan menjenguk atau sekedar melihat keluarga mereka. Ketika keluarga dating ke kantor polisi berniat untuk menjenguk anaknya yang sudah satu minggu berada dalam kurungan itu namun polisi selalu melarang dengan dalih prosedur pemeriksaan dari pihak kepolisian. Keluraga cak Nurdin semakin bingung dan kalut terhadap nasib suami, dan anak mereka.

Setitik harapan mulai muncul ketika minggu kedua kelurga yang memaksa bertemu dengan cak Nurdin akhirnya diperbolehkan menjenguk cak Nurdin. Raut wajah terkejut dan bibir seolah beku melihat cak Nurdin keluar dari pintu jeruji dengan tertatih dikarenakan di bagian telapak kakinya ada luka berwarna hitam kecoklatan yang mulai memudar. Matanya sembab di bagian pelipis dan bibirnya sedikit robek di bagian kanan. Sontak istri korban tak dapat menahan airmatanya. Saat itu istrinya berkunjung ditemani oleh mertua laki-laki cak Nurdin.

“Mas,,kenapa sama kamu mas?”, istrinya bertanya sambil terisak-isak.

“Loh, Nur km knp nak?, kamu salah apa?, mertuanya berusaha mencari informasi.

“Aku juga gak tahu dek, pak salahku apa, aku bingun dengan tuduhan para polisi.”, Penjelasan cak Nurdin dengan terkaca-kaca sembari memegang pelipisnya yang sembab.

“Kamu diapain Nur sama pak polisi-polisi itu?”, Tanya mertua Nurdin.

“Aku diberi pertanyaan tentang imam gozali dan kawan-kawannya pak ketika aku bilang gak tahu malah bogem pak polisis itu melayang ke wajah dan badanku pak.” Ungkap cak Nurdin.

Tiba-tiba seorang polisi datang dan memberitahukan bahwa jam berkunjung sudah habis. Siti dan ayahnya pulang dengan berbagai pertanyaan dan kesedihan terhadap kondisi Cak Nurdin sebagai tulang punggung keluarga.

Satu bulan berselang, namun tidak ada kejelasan tentang kasus cak Nurdin. Istri dan mertuanya tidak mampu menyewa seorang pengacara guna membela cak Nurdin. Istri dan mertuanya setiap minggu datang menlihat keadaan cak Nurdin dalam tembok jeruji itu. Hal yang mengagetkan tiba-tiba terlontar dari mulut cak Nurdin:

“Pak, dek jangan sedih ya kalau terjadi sesuatu padaku.” Ungkap cak Nurdin.

“Loh memengnya kenapa mas?” Tanya istrinya penasaran.

“Aku tidak mungkin bisa bebas dan malah dipenjara selama 10 tahun dek.”, jelas cak Nurdin.

“Hah,,,mas sebenarnya berbuat apa toh mask ok sampai dihukum seberat itu”, lanjut Siti.

“Aku disuruh mengakui kalau aku kenal dengan imam gozali dan kawan-kawannya itu kalau tidak hukumanku akan diperberat menjadi seumur hidup.” Tambah cak Nurdin.

“Ya allah gusti,,,”, Siti meneteskan airmata.

Siang itu setelah kunjungan siti dan mertua cak Nurdin ke kantor polisi, Siti hanya terdiam selama perjalanan pulang dari kantor polisi sampai rumah yang berjarak sekitar 5km. waktu itu yang terpikir dibenaknya adalah suaminya yang tidak bersalah harus dipenjara selama 10 tahun atas kesalahan orang lain. Sedangkan asap dapur rumah tangganya tergantung dari jerih payah suami tercintanya dan tabungan yang sudah terkumpul guna membeli rumah ludes untuk biaya hidup sehari-hari. Sesampainya dirumah Siti dan mertua cak Nurdin disambut dua orang berbaju hitam dengan label wartawan TV news sedang duduk di ruang tamu yang berukuran 3mx4m itu.siti pun terkejut, dalam benaknya “Apa lagi ini ya allah?”. Dengan nada setengah gemetar Siti memberanikan diri bertanya”

“Ini mas dan mbak ada perlu denagn siapa?”, lidah Siti seolah kaku.

“Benar ini ibu siti istri dari pak Salahudin Nurdin?”, jawab perempuan berkerudung itu sambil memegang catatan di tangan kirinya dan bolpen di tangan kanannya.

“Iya, benar saya Siti istrinya mas Nurdin, ada perlu apa yam as dan mbak ini?”, lanjut Siti.

“Begini mbak kami berdua dari stasiun TV news ingin mewawancarai mbak terkait kasus suami mbak yang dua bulan lalu tertangkap polisi dan sampai sekarang belum jelas beritanya, kami berniat membantu mbak siti untuk mencari kejelasan kasus hokum suami mbak.”, tambah wanita itu.

“Beneran mbak mau bantu? Alhamdulillah ya allah….begini mbak ceritanya…”

Dengan berlinangan air mata Siti menjelaskan secara detail tentang kasus penangkapan suaminya yang akrab di panggil cak Nurdin itu. Mulai dari prosedur penangkapan sampai proses tahanan selama dua bulan ini diceritakan dengan rinci. Sesekali raut marah, kecewa dan sedih terhadap perlakuan para polisi yang menangkapa suaminya tanpa alas an yang jelas itu diperlihatkan oleh wanita 30 tahun yang memakai jilbab dalam kesehariannya itu. Kedua anggota stasiun TV itu sesekali menanyakan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kasus cak Nurdin. Dua jam kemudian kedua anggota stasiun TV itu pulang sembari berjabat tangan dengan Siti dan keluarganya. Mereka berjanji akan memuat berita cak Nurdin di stasiun TV mereka. Siti sedikit lega karena ada orang yang peduli terhadap suaminya dan ia tidak peduli darimana kedua wartawan tadi mendapat kabar tentang berita penangkapan suaminya dua bulan yang lalu.

Sehari kemudian warga desa melayu gede digemparkan dengan adanya berita di televise tentang kasus cak Nurdin. Dalam berita tersebut cak Nurdin diwawancarai tentang proses penangkapan dan perlakuan dari polisi selama dalam tahanan yang terkesan disengaja oleh pihak polisi. Berita tentang cak Nurdin pun mulai ramai diperbincangkan dalam masyarakat dan menjadi headline di koran yang salami ini dia antarkan kepada pelanggan abah Toyib. Tak cukup sampai disana saja, curahan hati cak Nurdin dan keluarganya menjadi perbincangan beberapa infotiment dan artis-artis televise. Keadaan ini sangat berbeda dengan dua bulan yang lalu ketika tidak ada orang yang peduli bahkan kenal dengan sosok cak Nurdin. Animo dukungan masyarakat sangat banyak agar cak Nurdin segera dibebaskan dari penjara dikarenakan cak Nurdin bukanlah anggota dari pasukan terror yang menkadi buron selama satu tahun terakhir.

Beberapa pengacara menawarkan bantuan gratis atas kasus cak Nurdin dan walhasil cak Nurdin dibebaskan dari penjara dan dinyatakan tidak bersalah. Anehnya para polisi yang melakukan penangkapan terhadap cak Nurdin tidak diberi sanksi apapun namun kebebasan cak Nurdin sudah cukup bagi keluarga serta anak dan istrinya. Setelah kebebasan cak Nurdin dari jerat hukum, cak Nurdin punya profesi baru sebagai artis dadakan karena banyak stasiun TV meminta wawancara dengannya terkait kasus kesalahan penangkapan oleh pihak polisi.

Malam itu cak Nurdin sedang diwawancarai oleh salah satu stasiun TV terkait kasus penangkapan buta terhadap dirinya. Tiba-tiba cak Nurdin merasa sesak nafas dan sakit di bagian dada kirinya sontak presenter TV tersebut panik dan membawa cak Nurdin ke rumah sakit terdekat guna mendapat perawatan. Takdir berkata lain dalam perjalanan menuju ke rumah sakit cak Nurdin menghembuskan nafas terakhirnya. Dokter menyatakan ada gumpalan darah di dada cak Nurdin akibat pukulan benda tumpul dan itu mengakibatkan gangguan terhadap kinerja jantung cak Nurdin. Proses pemakaman cak Nurdin diiringi isak tangis istri dan keluarganya:

“Mas Nurdiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnnnnn!”, jeritan istrinya.

“Mas, ayo bangun mas sudah subuh ini. Mas Nurdin cepat bangun!”. Ajakan Siti sambil menggoyangkan badan cak Nurdin.

Sambil membuka mata perlahan-lahan cak Nurdin berkata:

“Aku di syurga ya sekarang?”

“Maksud kamu apa mas?”, istrinya bingung. “Sampean itu mas baru bangun udah ngelindur lagi.”, jelas Siti.

“hah,,,aku masih hidu? Dek aku masih hidup?”, Tanya cak Nurdin dengan kaget sambil memegang kedua pipinya yang sudah mulai keriput.

“ya iyalah mas, emangnya kamu itu kenapa to bangun tidur kok Tanya aneh-aneh. Makanya jangan tidur sore-sore mas, ya begitu akibatnya ngelindur gak jelas.”, ungkap Siti dengan nada sindiran.

“Alhamdulillah ya gusti allah,,,aku masih engkau beri keselamatan, amin.”, ucap cak Nurdin.

“Mas, ayo cepat mandi dan sarapan nanti terlambat kerja, sudah jam 06.30.”, ujar Siti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun