Ini adalah hari kedua kami menginjakkan kaki di bumi Sebatik. Kemarin, kami adalah anak baru. Hari ini, sama, kami juga anak baru. Hari ini kami ingin lebih mengenal Sebatik. Pagi ini kami ke Pasar yang biasa ada di hari minggu. Tak jauh dari daerah Pusekesmas kami, di Desa Aji Kuning. Beruntung kami tinggal di wilayah puskesmas, dan semua tenaga kesehatan di Puskesmas. Kami diajak salah satu bidan yang ada di Puskesmas. Kepasar.
Suasana Pasar sama saja di pulau manapun kupikir. Kecuali di pasar apung yah. Disini banyak dagangan, namun di campur. Tak spesifik. Di pintu masuk ada orang penjual makanan,agak ditengah adalah penjual baju dan pakaian, penjual makanan ringan, lalu dipinggirnya penjual nasi untuk sarapan serta lauk. Lalu agak kedala lagi adalah penjual ikan. Di awal, sebelum kami berangkat kesini, ibu bidan sudah ilang.. kalau disini pakai 2 mata uang. Apalagi dipasar. Kalau dipasar, 1 ringgit dihitung rupiah adalah Rp. 4ribu. Padahal biasanya 1 ringgit adalah rp.3500. lumayan tinggi yah 4 ribu untuk 1 ringgit. Tapi pedagang ternyata ngimbangi pedagang lainnya :”)
Karena belum punya kompor, jadi kami masih mengkonsumsi makanan jadi. Maklum, kami belum beli kompor. Kata Kepala Puskesmas kami, akan ada barang-barang untuk melengkapi rumah dinas kami, seperti tempat tidur, lemari, kompor dll. Tapi adanya barnag tersebut di bulan 2 (Februari 2016), kami kudu bersabar. Kemarin kami sudah beli banyak perabotan rumah tangga. Ember, sapu, kipas angi, Rice cooker, dll. Termasuk alat bebersihan rumah. Tnetu dananya dari iuran kelompok. Oke, akhirnya kami tertaut dengan Nasi Kuning yang ada disana.
“Berapa bu?”
“4 Ringgit..”
“kalo pake ayam ini? (nunjuk ayam dengan santan)..”
“itu 5 ringgit..”
“kalo gak pake Ayam bu?”
“Ndak bisa.. harus sepaket..”
Mendengar logat si ibu. Teman ku yang asli purworejo langsung reaksi. “Wong Jowo bu?”dan seterusmyaaaa pakai bahasa Jawa.
[caption caption="dok. pribadi. Sarapan ringgit pertama kami nih"][/caption]Oke kami akhirnya memesan sepaket nasi kuning dengan ayam goreng tepung. Ayamnya gak terlalu besar. Porsi nasinya banyak. Ibu itu mengemas makan pagi kami dengan wadah sterofoam. Iya aku tau, INI karsinogenik. Huhu :”) ternyata porsi nasi kuningnya banyak banget, dengan takaran wadah mangkuk kecil. Lalu mie goreng kecap, orak-arik tempe dan tahu capur kecap, lalu ayamnya.. dan... ternyata satu porsi ayamnya 3 potong. Kami pesan 4 porsi untuk nerlima. Satu porsi saja ternyata banyak banget.
Sampai dirumah, kami memakan sarapan itu.. iya ini sarapan perdana kami dengan uang ringgit. Sebenarnya di kantung kami gak punya uang ringgit, ini adanya rupiah semua. Kami itu cinta sama rupiah. Tapi akhirnya disini kami harus bayar dengan hituangan uang ringgit. Nasip masyarakat perbatasan negara ininih.. sarapan kami makan seporsi untuk dua orang deh.. satu porsi nasi kuning akhirnya tak termakan. Ya Allah ampunilah kami.. tapi nasi itu akhirnya kami berikan kepada ayam.
[caption caption="dok.pribadi. AKU CINTA RUPIAAH :")- Ini ringgit Malaysia"]
[caption caption="dok.pribadi. Pantainya sedang suruut"]
[caption caption="dok.pribadi"]
[caption caption="dok.pribadi. kadang mulus, kadang ini medan yang harus dilalui"]
[caption caption="dok.pribadi. Bakso perdana di pulau sebatik"]
Salam dari Perbatasan Indonesia-Malaysia. Pulau Sebatik, Sebatik Tengah, Kalimanan Utara
#Nusantarasehat2 #Nusantarasehat
Sebatik Tengah, Desa Aji Kuning- Kalimantan Utara
Minggu, 13 Desember 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H