[caption id="attachment_345804" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi. baby rafan, beberapa hari"][/caption]
Hari itu tanggal 11 Agustus 2014, dengan berat hati kau dipaksa keluar dari rahim bundamu. Padahal umur kandungan baru 8 bulan. Itu karen abundamu yang mengidap PEB (Pre Eklamsi Berat) saat kau di perutnya. Kau dengan sukacita berenang-renang di air ketubannya, namun tekanan darah bundamu kian naik dan tak turun-turun. Nah akhirnya di RSIA Puri Betik Hati, dokter Budi Syambudi, Sp.OG mengeluarkanmu lewat operasi caesar, karena khawatir tekanan darah bundamu kian tinggi dan beresiko pada ibu dan bayi.
Malam itu aku tak ikut menunggu di rumah sakit, aku hanya dirumah. Berdoa kepada Sang Pemberi Keputusan. Ternyata engkau lahir, dengan baik. Aku selalu memantau dari Profil Massage andung mu, iya itu ibu aku. Alias nenek mu. Gaul ya?haha. mungkin kelak saat kau bisa baca kau akan terkekeh membaca postingan ini. Oh ya, kau mau tau, apa yang pertama kali aku tanya ke andung mu? Ini yang aku tanya.. “Ma, lengkap? Anusnya ada kan?” iya serius. Itu yang aku tanya. Seketika BBM dibalas, “Alhamdulillah lengkap”. Yak. Walaupun berat mu hanya 2,2 kg dan panjang 42 cm. Wajar, kamu premature.
[caption id="attachment_345811" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi"]
[caption id="attachment_345812" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi"]
Kamu hanya dimasukan dalam inkubator selama 2 hari. Ternyata ada kisah dibalik itu. Jadi cerita ayahmu. Di RS itu inkubator penuh, akhirnya kamu tidur bareng sama bayi yang beratnya lebih kecil lagi. 1,6 kg berat bayi itu. jadilah, karena terpaksa, kamu harus berada di inkubator yang sama. Untungnya kamu lebih besar dari nya ya. Hehe. Dan beberapa hari kemudian, ternyata si bayi 1,6kg itu meninggal dunia. Maka paniklah kedua orangtua mu. Tapi tak apa, kau lahap menyusu. Itu yang keren. Oh ya, tercetuslah nama lengkapmu; Rafan Faheem Al-Farizqi Simanungkalit.
[caption id="attachment_345805" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi"]
Saat Bundamu di perbolehkan pulang oleh dr.Budi, ternyata kamu boleh pulang juga oleh dokter Iqbal selaku dokter anak disana. Padahal berat badanmu masih 2,2 Kg. Ada pertimbangan lain disisi dokter itu. Mungkin karena tahu tantenya calon perawat yang biasa mengurusi bayi saat dinas? Haha padahal belum kenalan sama sekali nih :”
Hari itu isi rumah penuh semangat. Andung dan datuk mu (baca:ayah dan ibuku), sangat antusias menyambut cucu perdananya. Maka dibuatkanlah berbagai sayur bening yang akan menghasilkan air susu ibumu yang banyak. Tentu akupun bersemangat.
Dear Rafan,
Saat kamu sudah di rumah, apa yang terjadi? Rumah jadi ramaaaai. Bukan karena tangisanmu, tapi karena banyak yang datang hehe, karena semasa kamu beberapa hari dirumah, kamu tiduuur terus. Jarang nangis. Sampai memandikan pun gak tega, karena takut kamu kedinginan. Jadi hanya di washlap. Kamu mungil banget. Tapi kamu berpengaruh besar, rumah terasa hangat. seperti ada satu fokus yang membuat kami terpaku. Kamu. Kami melihat tingkahmu, mengercap, melirik, menggeser sedikit kepala, bergerak-gerak dalam dekapan bedong hangat.
[caption id="attachment_345806" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi. lihatlah, ada datuk, andung, dan om Haikal yang hanya memperhatikanmu seorang hehe. mungil bangeet kaan"]
Kini, sudah hampir 2 bulan kau melihat dunia. 1 bulan 20 hari sudah kau ada disini. Semakin hari tubuhmu makin gempal, berisi, menyusu mu makin kuat hingga gumoh. Dan akhirnya di sumpal empeng untuk menghindari kelebihan isi perut. Beberapa minggu jika kami ingat, kami menimbang berat badanmu. Bukan, bukan dengan timbangan bayi. Disini belum punya yang begitu. Eh waktu itu dikasih sama tanteku, adiknya nenekmu yang perawat, aku memanggilnya Cinda Ir. Eh ternyata itu timbangan bayi rusak -_-. Jadilah aku mengakali menimbangmu dengan timbangan manusia biasa. Kami bergantian menimbang diri, kemudian menimangmu. Lalu kami kurangi berat badan awal dengan berat badan setelah menimangmu. Nah hasilnya itu adalah berat badanmu.
[caption id="attachment_345813" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi. beberapa hari di dunia"]
[caption id="attachment_345807" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi"]
Kami senang, karena sampai hari ini berat badanmu mencapai 4,5 kg. Tubuhmu makin berisi, lehermu makin tenggelam ditutup pipimu dan dagu mu menumpuk lemak. Haha but its ok, ini masa mu untuk tumbuh. Ada beberapa kebiasaanmu yang agak ngeselin tapi menggemaskan. Saat itu kamu kentut perdana dengan suara yang menggelegar. Keras. Di suasana rumah yang lagi hening. Kamu membuat kami tertawa. Menguap, itu fase yang terus kau ulang saat tubuhmu masih mungil, tapi masih kau lakukan hingga kini.hehe.
[caption id="attachment_345808" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi. si genduuut rafan. satu bulan"]
Oh ya, aku jadi ingat, waktu itu aku membersihkan pup mu. Begitu telatennya tante mu ini. biasa perawat *uhuk. Sampai, aku disembur oleh mu. Aku ulang ya kisahnya, jadi siang itu kau pup banyaaak sekali, padat cair. Mungkin karena kau ditunjang ASI dan susu bayi premature. Jadi sudah beres aku bersihkan. Seketika dengan wajah yang biasa saja, tanpa mengedan, kau kentut dan menyemburkan air beserta pup mu. Dan itu terjadi ketika aku mengangkat kedua kakimu. Maka, penuhlah. Penuhlah tanganku, betisku, yang saat itu sedang duduk diatas kasur. Tanganku penuh dengan pup mu -_-. Tapi tak apa, tenang. Aku tak akan marah. Ini adalah selingan yang menggemaskan *muka merah*. Oke keesokan harinya, aku mengganti popok mu di jam yang sama, pukul 3 siang. Apa yang terjadi? Lagi-lagi kau menyemburku dengan pup. Tapi tenang, pengalaman memang guru terbaik. Dengan sigap aku menutupnya dengan pampers yang lama, sengaja tak aku gulung lebih dahulu. Amanlah.
[caption id="attachment_345809" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi"]
Ah ya, beberapa hari setelah kelahiranmu, andungmu dengan semena-mena memberi nama panggilan kepadaku. “Hmm Rafan nanti panggil Wulan apa ya?” tanya nenek mu kepadaku. Aku diam, senyum. “Hmm Budang? Mak dang? Mak Wo?Cinda?Bungah?”. “Wiiih tua banget panggilannya” jawabku. diusiaku yang begitu kanak-kanak, 21 tahun, masa dipanggil Makdang, Budang, Makwo dan kawan-kawan. Aku tak setuju. Tapi akhirnya aku setuju dengan panggilan Cinda. Walau akhirnya sama persis seperti aku memanggil Cinda Ir, yang juga berprofesi sebagai perawat. Tapi aku, aku dipanggil Cinda Uni. Haha gatau itu bahasa ‘Cinda’ darimana artinya. Yang jelas intinya tante anak tengah. Sedangkan Uni adalah Kakak. Ninda memanggilku dengan sebutan Uni. Kami bukan orang Padang sungguh, tapi entahlah. Mungkin dalam bahasa Lampung juga ada kata seperti itu hehe.
Ada sesuatu yang berbeda dari datukmu (baca:kakek). Iya itu ayah ku. jadi datuk mu itu ada omongan unyu yang aku gak tau artinya. Haha biasa sekedar ngimbang sama bahasa bayi. Aneh deh kalo aku tulis, tapi logatnya lucu. Nah belakangan ini juga kau sangat akrab dengan datuk mu,Fan. Kau leih banyak tertidur di timangannya saat kau rewel. Ada sebuah jurus yang datukmu buat, seperti lagu ninabobo yang dikarangnya sendiri. Dengan kain gendong, kau ditimangnya. Datukmu sambil nyanyi “Ini Umpu ku, namanya Rafan. Umpu Tuha ku, namanya Rafan.” Begitu seterusnya pakai bahasa Lampung. Artinya “Ini Cucuku, namanya Rafan. Cucu tua ku, namanya Rafan”. Kata-kata itu terlantun dengan nada yang dibuatnya sendiri, sampai kami ngikik dibuatnya, karena nadanya yang rada lucu. Tapi tak apa. Toh kau tidur juga. Nyaman di timangan datukmu. Yang siap melihat kau tumbuh besar.
Teruntuk Andungmu. Iya aku ulang, ibuku. Artinya andung mu. Oke, Fan. Nah dia masih sigap mengurusmu. Selagi bundamu belajar mengasuh bayi. Ia yang memandikan mu. Kadang kau tidur dengannya. Kau merengek mau susu, dan diambilnya ASI dari kulkas, dan merendam botol ASI nya ke air hangat. Andungmu sangat menyayangimu. Ya, kami semua menyayangimu.
Nah, ada hal yang paliing membuatmu kesal. Aku tahu itu. yaitu ketika upilmu aku bersihkan!haha. tentu menggunakan alat yang baik, dan bersih, semacam besi kecil tapi tak tajam. Aku mencongkel perlahan, sampai kau bersin. Menarik lendir yang mengeras itu keluar. Supaya nafasmu tetap lega. Kau berontak. Kadang malah nangis sejadi-jadinya. Tapi tak masalah, yang penting upilmu bersih haha, tak ada yang luka, tak berdarah saat aku membersihkan upilmu kok. Ingat, tante mu ini lulusan Perawat. Hehe
Ah hampir terlupa. Saat kau lahir, kau dilihat oleh kami semua. Termasuk Om mu yang ada di Malang. Iya, adikku yang lelaki. Haikal namanya. Saat itu dia lagi liburan semeseter dari kampus Brawijaya nya. Dengan getol dia sering memfoto mu dengan berbagai ekspresi, supaya gak kangen katanya. Kelak kalau kau sudah bisa jalan, mau di ajak wisata ke Batu, Malang. Entah, supaya kau bisa mencicipi Apelnya orang Indonesia mungkin hehe.
Bucik. Kau memanggilnya itu. untuk adikku, Aninda. Remaja labil ini juga turut membantu mu. Paling tidak menjagamu. Tapi tak berani menggendongmu. Ohya, kemarin malam, kau meronta-ronta. Menangis sekencangnya. Tatkala Bucik mu menjatuhkan empengmu tepat di jidat mu. Merah memang. tapi nangismu, luar biasa. Melebihi tangis saat di suntik imunisasi saat umur sebulan -_-
Ah demikianlah, gak usah panjang-panjang. Setelah kau besar, kau bisa baca postingan Cinda mu ini. tak usah di eja, karena aku yakin kau cerdas dan dapat menyerap apa yang aku tulis. harapan terbesar adalah kau menjadi lelaki batak yang berguna, datukmu gak pernah kebayang punya menantu batak sebenarnya hehe. Menjadi rafan yang sehat, berbakti, dan selalu menjaga agama, keluarga dan nama baik. Sejak sekarang aku berdoa agar andung dan datukmu diberi usia yang panjang dan kesehatan oleh Allah, supaya mereka juga kelak bisa melihat cucu selanjutnya dan selanjutnya, dari bundamu, dari aku, dari om mu Haikal, dari Bucikmu Ninda di kemudian hari. Aamiin. Salam hangat dari tantemuu. Love.
[caption id="attachment_345810" align="aligncenter" width="560" caption="dok. pribadi. makin berekspresi"]
Supaya kelihatan nyastra nya, ini aku kutip pesan, dari puisi Kahlil Gibran yaa:
Buah Pohon tak mungkin berkata pada akarnya:
“Jadilah seperti aku, yang masak dan ranum ini,
Senantiasa memberikan kelimpahan hasilnya”
Sebab bagi sang buah, memberi adalah kebutuhannya.
Sedang bagi sang akar, menerima adalah kebutuhannya.
Ada lagi nih, yang semoga menohok. Masih, dari Kahlil Gibran, semoga para orangtua juga menyadari nya ya..
Anakmu bukan milikmu
Mereka Putera-puteri Sang Hidup yang rindu pada diri sendiri
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu.
Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu.
Sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kauberikan rumah untuk raganya, tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan
Yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam impian.
Kau boleh berusaha menyerupai mereka,
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu.
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam dimasa Lampau.
Kaulah busur, dan anak-anakmulah, anak panah yang meluncur.
Tulisan ini sengaja aku tulis, supaya kau tahu kami sungguh menyayangimu, Rafan : )
Selesai :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H