Senin, 27 Oktober 2014
Pasar Ikan
Ah tak ada hari tanpa cerita di Aceh ini. Semuanya berkesan dan berpembelajaran. Oke, Pagi-pagi sekali aku dijemput Cengah Maya dari rumah Bucik Nur. Karena kemarin pulang malam dari tempat pemandian hehe. Setelah siap-siap, kami berangkat. Kami berdua ke pasar ikan. Ya, itu memang rencana Cengah Maya pagi ini. Awalnya aku diminta duduk di dalam mobil, karena bau dan anyir disana. Aku kekeh mau ikut masuk ke dalam pasar itu. Pasar di Jalan T. Hasan Kareung Kalee Penayong.
Di dalam pasar rame banget. Ada beberapa spot yang tertata disini. Ada tempat daging, tempat mie basah, ikan. Suasana pasar ikan mungkin hampir sama dengan pasar lainnya. Tapi kalau dibandingkan di Lampung, pasar ikan disini sangaat ramai, oleh penjual. Penjual yang sebagian besar lelaki ini. dengan pisau tajam, apik memotong daging ikan yang masih merah basah.
Pemikiran awalku lepas, hilang. Ketika melihat Cengah Maya, sosok muda, seorang dosen, jago masak, namun anti jorok. Ternyata cengah Maya sangat tangguh menyelami pasar ikan. Memesan, menawar, dan memilih ikan yang bermutu, masih segar. Cukup banyak yang dibeli Cengah Maya pagi itu, untuk persediaan dua Minggu katanya.
Pasar Penayung memang pusatnya pasar ikan di Aceh, selain memang dekat dari sumber, karena pasar berdekatan langsung dengan sungai yang mengalir ke laut, di samping itu ada kapal-kapal kayu. Para penjual ikan disana seperti tim. Ada yang menjual dan ada yang membersihkan ikan. Kita belajar disini, bahwa gak semua perempuan yang lihai membersihkan ikan, tapi lelaki pun gapah melakukannya.
MENCARI SOUVENIR
Banyak toko souvenir di Aceh. Sebagai kota yang memiliki banyak tempat wisata dan cukup banyak pendatang yang datang ke Aceh, tak heran jika Aceh memiliki banyak toko souvenir. Hari ini setelah pulang dari pasar ikan, pulang kerumah, siangnya kami ke toko souvenir. Aku hanya berdua Cengah Maya sedangkan anak-anak sedang sekolah, Fabian yang berusai 1 tahun sudah tidur di rumah. Souvenir khas banyak sekali, mulai dari gantungan kunci, kain, tas, sepatu, kaus sampai pin jilbab ada disini. Harganya sesuai dengan bentuk rajutan dan motif.
Hari Terakhir di Klinik Athari
Hari ini adalah hari terakhir. Awalnya aku terakhir kerja tanggal 28. Namun karena suatu pertimbangan dan lain-lain, jadilah aku berakhir di klinik tanggal 27. Sore itu pukul 3 lewat 15. Aku terlambat. Karena baru saja berkuliner sama Cengah Maya. Semua kuliner Aceh kami coba dan semua luar biasa enak.
Hari ini di klinik perawat yang jaga adalah Bang Deny. Aku baru pertama kali satu shift dengan beliau. Seperti biasa, karena aku anak magang baru, jadilah kami mengobrol mengenai berbagai hal yang menyangkut klinik dan keperawatan. Seluruh perawat di kllinik ini tak terlewat dengan pertanyaanku.. “Saat Tsunami kakak/abang ada dimana? Gimana ceritanya?”
Dengan senang hati mereka bercerita berbagai hal mengenai tsunami. Tapi di postingan ini aku belum mau berkisah mengenai berbagai hal tentang tsunami yaa hehe. Sore itu yang jaga Dokter Darma. Aku ditanya-tamya, kemudian saat ada pasien aku diperhatikan oleh beliau, cara administrasi serta cara mempersiapkan obat pada pasien. Sepertinya lagi di tes kelayakan nih -__-
Pasien Bule, namanya Mr. Guide Hans Neck. Dengan keluhan terkilir dan ini adalah minggu kedua kontrol di klinik. Bule tersebut adalah perawat di Jerman, tutur Bang Darma yang dulu melayani beliau saat terkilir pertama. “Kenapa Bule itu pilih kontrol di Indonesia ya Bang? Daripada periksa di negaranya. Di Negaranya mungkin lebih bagus...” tanyaku penasaran. Bang Darma cuma bilang.. “Itulah orang Barat, mereka tu selalu konsisten sama kehidupannya...” wiih dalem banget ni bahasanya -_-
[caption id="attachment_350924" align="aligncenter" width="539" caption="dok.pribadi. ruangan dokter gigi"][/caption]
Menjelang malam, Kak Mahda yang jaga. Selagi pengunjung sakit sepi, aku ke ruang dokter gigi, berbincang dengan dokter Ayudia, Kak Rahmi (perawat gigi) dan ketika ada pasien, akupun turut memperhatikan bagaimana cara dokter gigi melakukan tindakan. Cabut gigi, membersihkan karang dll. Sedangkan jika ada pasien sakit aku bergegas ke ruang perawat, dan membantu kak Mahda.
Aku, perawat dan dokter disini mulai mengenal, mulai banyak ngobrol. Dengan dokter Ayudia yang masih muda ini pun banyak cerita dan mengobrol. Masih mengenai “Saat Tsunami dokter dimana?” dijawabnya dengan lisan, plus pengalaman beliau jadi dokter gigi. Pernah bekerja di Riau sebagai OHN dokter di lingkungan kerja kertas. Pernah ke klini yang tempatnya jauh-jauh. Dan kini beliau sudah diterima PNS sebagai dosen kedokteran gigi di Unsyiah Kuala Banda Aceh, siangnya jaga di rumah sakit jam 5 sore sampai 9 kerja di klinik. Padat bangeet aktivitasnya. “Usia dokter berapa?”. “26 tahun dek..” sambil tersenyum menunjukkan behel yang sering di rawatnya sendiri. “Ayolah dok, jangan terlalu sibuk kerja, supaya jodoh datang..” tuturku dengan logat Aceh nge-godain.
[caption id="attachment_350925" align="aligncenter" width="303" caption="dok.pribadi. bersama drg. Ayudia di ruang gigi Klinik Athari"]
“Janganlah panggil dokter, panggil kakak pun cukup..” tutur beliau. “Tapi dok, di Lampung tu, dokter yang masih Muda gak mau dipanggil kakak. Harus dokter.. katanya susah jadi dokter.. hehe.” Balasku.
Ada BBM masuk, Cengah Maya. Dari BBM nya beliau bilang gak bawain bontot dulu malam ini, karena di rumah ada Mie Aceh, kalau makan pas kenyang gak enak. Dengan senang hati aku balas, “Oke Cengah, Siap kenyang malam ini :D”
[caption id="attachment_350926" align="aligncenter" width="539" caption="dok.pribadi. bersama perawat gigi Kak Rahmi"]
Cudo Winda BBM, kalau ada dokter TM.Yus malam ini, Cudo yang akan jemput aku pulang, sekaligus pamit sama dokter TM, karena ini hari terakhir aku. Dokter TM beneran datang malam itu, dengan sigap, aku BBM cudo Winda. Cudo Winda datang,saat itu aku dan kak Mahda sedang duduk didepan. Karena dokter TM sedang berada di ruangan perawat sedang otak-atik komputer. Cudo datang dan berbicang dengan beliau.
“Hari terakhir? Katanya tiga Minggu disini?” tuturnya becanda.
“Iya dok, tanggal 1 ada uji kompetensi..” tuturku.
“Seminggu pun belum?”aku hanya tertawa saja, kemudian obrolan dilanjutkan oleh Dokter Winda whehe.
[caption id="attachment_350927" align="aligncenter" width="539" caption="dok.pribadi. bersama Kak Mahda di ruangan perawat :D lebih terlihat apoteker ya, dari background foto -_-"]
Aku Pamit dengan seluruh staf, dengan para dokter, perawat, perawat gigi. Ada rasa sedih di hari itu. ah cepet bangeet. Masih betaaaaah. Tapi apa daya, aku harus pulang. Ya, pulang dengan bahagia membawa sekantung besar ilmu di pundak. Mengolah dan mengingat apa yang sudah dilakukan di klinik, serta menyerapi berbagai hal yang ada disini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H