dok.pribadi. rumah Cut Nyak Dhien
Hari Pahlawan. Ada baiknya postingan kali ini bernuansakan kepahlawanan juga ya. Hehe. Oke, dibeberapa postingan mengenai Rumah Cut Nyak Dien, hanya sekilas yang aku utarakan dari postinganku berwisata di Aceh. Kali ini secara lebih luas akan aku perkenalkan mengenai Rumah Cut Nyak Dien. Rumah Cut Nyak Dien yang berada di jalan Banda Aceh-Meulaboh, km 8 Lampisang Peukan Bada, Aceh Besar- 23331. Rumah Cut Nyak Dien, atau lebih dikenal dengan Rumoh Aceh. Adalah rumah peninggalan suaminya, Teuku Umar. Sekaligus peninggalan Penjajah Belanda. Karena memang rumah ini dibangun oleh Belanda untuk Teuku Umar, karena hubungan kerja sama pada Teuku Umar.
Pernikahan Cut Nyak Dien dengan Teuku Umar adalah pernikahannya yang kedua. Setelah suami beliau, Ibrahim Lamnga meninggal dalam perang di Gle Tarumpadatanggal 29 Juni1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda. Kemudian seorang lelaki gagah datang melamar Cut Nyak Dien, ia adalah Teuku Umar. Awalnya Cut Nyak Dien menolak, namun karena Teuku Umar mengizinkan Cut Nyak Dien untuk berpedang, akhirnya Cut Nyak Dien menerima pinangan Teuku Umar. Akhirnya mereka menikah pada tahun 1880 dan dikaruniai satu orang anak bernama Cut Gambang (Wikipedia). Sedangkan Teuku Umar gugur saat perang di Meulaboh pada tahun 1899.
Kembali ke rumah, memasuki tanggadirumah berkayu ini, ada lampu besar antik terkesan mewah dengan cahaya kuningnya. Sebagai Cagar Budaya, tak heran jika di rumah ini ada seorang guide yang memberikan informasi mengenai berbagai hal mengenai rumah Cut Nyak Dien. Rumah Aceh ini memiliki banyak ruang. Setelah naik tangga pertama pun ada dua pintu, kanan dan kiri. Kami dipersilahkan masuk melalui pintu kanan.
Di pintu ini terdapat ruangan, yang bertabur foto di tembok kayunya. Dan faktanya, foto-foto pahlawan Indonesia tersebut adalah fotocopy nya saja. Bukan foto aslinya. Menurut sang guide, foto Cut Nyak Dien yang asli, ada di Belanda. Apa yang dipikiranku? Lah kok bisa ya, foto aslinya pahlawan Indonesia kok ada di Belanda? Bukan di tempatnya berasal? -_- disini ada foto Teuku Umar, Foto Cut Nyak Dien, Foto Cut Meutia (kerabatnya Cut Nyak Dien) serta foto saat rumah ini pertama dibangun.
Mengulas kembali, rumah ini dibangun Belanda untuk Teuku Umar pada tahun 1873. Atas Teuku Umar yang memiliki siasat untuk merebut kemerdekaan melalu jalan diam-diam, namun Belanda mengetahuinya, dan Rumah ini di bakar oleh Belanda pada tahun 1896. Namun Cut Nyak Dien, sebagi istri mempertahankan rumah ini kembali. Oke lanjutkan kita kedalam rumah. Di lorong kayu yang banyak foto tadi, kita memasuki ruang tengah. Di ruang tengah ini banyak terpampang senjata adat di dalam kaca. Ada kursi dan meja juga. Lalu di luar ada sumur yang tinggi. Tinggi sumur adalah 10 meter. Berbeda dengan sumur lainnya, dumur ini sengaja dibuat tinggi sekaligus tempat perlindungan diri orang rumah ketika ada penjajah datang. Dan sumur ini yang paling awet. Tak ada perubahan. Bahkan ketika rumah ini di bakar, rumah ini tetap bertahan kuat. Dan airnya pun masih ada.
Lalu kita memasuki kamar-kamar. Rumah Cut Nyak Dien memiliki banyak kamar. Pada penuturan guide, Cut Nyak Dien pun memiliki selir. Terbukti adanya kamar Selir. Bedanya, setiap selir memiliki suami masing-masing. Jadilah tiap kamar adalah untuk sepasang suami istri. Ada dua kamar selir. Kemudian ada lagi kamar pembantu dapur untuk membantu dirumah itu. Lalu kamar Cut Nyak Dien... nah ini dia.. kamar yang bernuansa kuning ini sangat khas. Lebih tepatnya seperti kamar pengantin. Beda dengan kamar selir yang serba pink tadi. Terdapat ornamen khas Aceh, ada tempat duduk bersantai dan lain sebagainya.
Kembali berjalan, di sebelah ada ruang rapat atau ruang diskusi. Disini ada pula meja bundar kayu, tempat Cut Nyak Dien menerima tamu atau berdiskusi. Ada lagi foto-foto, kali ini foto kaum penjajah Belanda dengan wajah bule yang garang. Hehe.
Berjalan kembali, kami menemukan kembali kursi-kursi dan meja panjangnya. Kali ini adalah tempat Cut Nyak Dien menerima tamu. Ya. Banyak sekali kursi dan meja disini. Pertanda, bahwa Pahlawan Aceh ini sangat menjaga Silatuhrahim, sekaligus tempat berkumpulnya warga Aceh untuk membicarakan kemerdekaan Tanah Rencong dari penjajah. Kemudian dari rumahnya yang memiliki kamar yang banyak untuk selir dan asisten rumah tangga, beliau sangat menghargai yang membantu dirumahnya, terbukti bentuk tempat tidur yang tak jauh beda dari tempat tidur Cut Nyak Dien itu sendiri.
Cut Nyak Dien yang memiliki julukan Srikandi Indonesia ini terakhir diasingkan oleh Belanda. Saat itu keadaan Cut Nyak Dien sudah tua dan menderita kebutaan, akhirnya pada 6 Novemper 1908 beliau wafat dan dimakamkan di lokasi Makam Keluarga H. Husna di Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan, Jawa Barat (okezone.com).
Marilah kita mendoakan beliau, dan para Pahlawan yang telah mendahului kita. Mereka berani, mengorbankan jiwa, raga, harta demi kemerdekaan Indonesia, dan demi anak cucunya, demi kita. Kita yang telah menikmati manisnya kemerdekaan disamping mereka yang bersusah payah merebut kemerdekaan. Terinagat pidato sejarah, saat duduk di sekolah dasar, Bung Karno pernah berkata “Jas Merah!” jangan sekali-kali melupakan Sejarah. Karena melalui Sejarah, negara ini berproses untuk Sejarah baru yang akan diukir. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya (Pembukaan UUD ’45).
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim.” (Ali Imran [3]: 139-140)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H