Gak ada yang bisa bayangin tentang hal, hari itu. Pagi hari masih bercengkrama dengan orangtua dan adik, kemudian ada bencana yang sesaat dan menghilangkan semuanya. Ya Rabb :”(
Aku menanggapi dengan senyum kembali sambil bertutur“Oke Kak, jangan lupa yaa..hehe” sedikit kode karena penasaran dengan tulisan Ka Lila. Orang yang baru ku kenal itu memiliki nama lengkap Khalilah Mukarramah.
Karena obrolan mengenai tsunami, kami langsung akrab, seperti teman lama yang baru bertemu lagi. Aku sudah baca tulisan beliau mengenai suratnya yang berjudul.. “Surat untuk Ummi, Ayah dan Syifa” tulisan itu sudah diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen, yang diterbitkan oleh nulisbukudotcom. Ia berjanji akan mengirimkan lagi curhatan mengenai cerita tsunaminya padaku, sedang masa editing katanya. Hehe.
Alhamdulillah, aku bisa mengungkapkan sepanjang ini. Walaupun kompasianer lelah membacanya, semoga ada hikmah dibalik tulisan ini ya. Tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, tapi ambillah makna yang bermanfaat ya. Tulisan ini tepat aku posting memperingati 10 tahun Tsunami di Aceh.
Saat ini Aceh kian memetik hikmah. Aceh mulai membangun diri, ekonomi, serta segala sektor, seluruh jalan diperbaiki, malah ada jalan yang berada di bawah gunung yang baru diperbaiki dan mulus setelah kejadian tsunami. Aceh menjadi tempat wisata dengan peninggalan tsunaminya, kini Aceh penuh History.
Perjalanan perdanaku ke Aceh, semoga bukan perjalanan terakhir, kelak aku akan ke Aceh lagi, kedua, ketiga atau kelima kali dan berkali-kali. InsyaAllah. Doakan saja ya. Aceh akan tetap berbenah dan menjadi Serambi Mekkah, senantiasa di rahmati Allah. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H