Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menanti Janji Jokowi 1 Juta Hektare Tanaman Kedelai

2 Maret 2022   00:47 Diperbarui: 2 Maret 2022   00:54 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar dari bisnistoday.co.id

Janji Presiden Jokowi Menanggapi Aksi Mogok Pertama

Aksi mogok produksi para perajin tempe pada 21-23 Februari lalu akibat kelangkaan kedelai dan harganya yang terus melambung bukanlah yang pertama sekali terjadi.

Setahun sebelumnya tepatnya pada 1-3 Januari 2021, aksi yang sama juga pernah dilakukan para perajin tempe. Alasannya sama, yaitu karena kelangkaan kedelai dan harganya yang terus merangkak naik.

Menanggapi hal tersebut, dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian 2021, di Istana Negara Jakarta pada 11 Januari 2021, Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk menggenjot produksi kedelai lokal.

Tujuannya jelas agar negara kita swasembada kedelai dan tidak lagi bergantung pada kedelai impor dari Amerika Serikat.

"Kita harus bangun di lahan yang sangat luas. Jangan hanya 10 hektare atau 100 hektare, tapi 500 ribu atau 1 juta hektare. Cari," kata Presiden Jokowi ketika itu sebagaimana dikutip dari katadata.co.id (10/6/2021).

Kenyataannya Setelah Satu Tahun

Namun satu tahun sesudahnya, kenyataannya perajin tempe di tanah air masih bergantung sepenuhnya kepada kedelai impor. 

Dari sekitar 3 juta ton kebutuhan kedelai dalam negeri setiap tahunnya, hanya sekitar 500-750 ribu ton atau sekitar 17-25 persen saja yang dapat disuplai dari produksi kedelai lokal dan selebihnya atau sekitar 75-83 persen masih harus diimpor.

Itu menandakan bahwa apa yang diperintahkan Presiden Jokowi kepada Syahrul Yasin Limpo belum terealisasi dan masih sangat jauh dari harapan. 

Jika seandainya negara kita memiliki luas lahan tanaman kedelai 300 ribu hektare saja dengan  rata-rata hasil panen 2,5 ton/hektare dan perkiraan 3 kali panen dalam setahun maka akan dihasilkan 2,25 juta ton kedelai.

Dan jika seandainya negara kita benar-benar memiliki luas lahan tanaman kedelai 1 juta hektare dengan produksi rata-rata 2,5 ton/hektare dan 3 kali panen setahun, maka akan dihasilkan kedelai sebanyak 7,5 juta ton.

Tetapi jika produksi pertahun hanya 750 ribu ton saja maka luas lahan tanaman kedelai di Indonesia hingga saat ini diperkirakan tidak lebih dari 100 hektare saja dengan rata-rata produksi 2,5 ton/hektare dan 3 kali panen setiap tahun.

Mengapa Petani Enggan Menanam Kedelai?

Mengutip dari Kompas (14/1/2021) alasan petani enggan menanam kedelai adalah karena biaya produksinya mahal sekitar Rp 5.000-6.000 per kg sedangkan harga jualnya ketika itu relatif sangat rendah sekitar 6.000-7.000 per kg.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 menunjukkan bahwa petani hanya dapat mendapatkan keuntungan sekitar 1 juta per hektare dalam waktu tanam dan olah 100 hari lebih.

Itulah alasannya mengapa petani enggan menanam kedelai dan beralih ke tanaman yang lebih menguntungkan seperti jagung, cabe dan sayur-mayur. Disamping itu mutu kedelai lokal juga dikatakan kalah dengan mutu kedelai impor.

Beberapa sumber juga mengatakan bahwa daerah yang paling baik untuk tanaman kedelai adalah sub tropis sedangkan daerah tropis seperti Indonesia agak kurang baik.

Apakah Indonesia Tidak Lebih Baik Mensubsidi Petani dan Tidak Bergantung pada Kedelai Impor?

Jika harga kedelai dunia pada minggu kedua Januari 2022 sekitar US$13,77 per bushel, atau setara dengan US$505 per ton maka harga 3 juta ton kedelai setara US$ 1.515 miliar atau setara dengan Rp 21,85 triliun.

Dengan duit sebanyak itu, apakah tidak lebih baik jika pemerintah melalui kementerian pertanian membuka lahan tanaman kedelai dan juga membina serta mensubsidi petani agar mereka beralih menanam kedelai?

Dari pada duit sebanyak itu beralih ke negara lain maaka akan lebih baik jika diputar di negara ini. Mengingatkan negara kita masih punya lahan yang sangat luas dan angka pengangguran yang masih relatif tinggi.

Saya tidak yakin bahwa tanaman kedelai tidak cocok di Indonesia. Jika penanaman dan perawatannya benar-benar dilakukan secara intensif saya terlalu yakin hasilnya akan sama baiknya dengan di Amerika Serikat.

Jika ada yang masih tetap ngotot bahwa tanaman kedelai tidak cocok di Indonesia dan lebih baik tetap mengimpor dari Amerika Serikat maka kemungkinan besar itu adalah importir nakal atau kartel impor.

Sudah saatnya kita menantikan janji Presiden Jokowi agar mencintai produk dalam negeri dan membenci produk luar negeri dengan benar-benar melibas importir nakal tanpa pandang bulu/RS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun