Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Obrolan Santai (01) AHY vs Moeldok0, Antara Melati 1 dan 4 Bintang

6 Februari 2021   17:09 Diperbarui: 6 Februari 2021   17:22 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar dari ayojakarta.com

Seorang teman yang bukan pengamat politik berkata kepada saya, bahwa apa yang dilakukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berkirim surat kepada Presiden Jokowi meminta klarifikasi dan konfirmasi terkait isu kudeta di Partai Demokrat adalah "konyol".

Ketika saya tanya mengapa dia sebut demikian, dengan gestur "prihatin" dia menjelaskan:

"Coba pikirkan! Jika seandainya AHY yakin dengan informasi yang disampaikan kadernya bahwa Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terlibat, seharusnya yang dimintai klarifikasi dan konfirmasi itu kan bukan Presiden Jokowi? Makanya saya sebut konyol," kata dia dengan nada marah.

"Jadi kepada siapa seharusnya?," kata saya dengan nada yang tak kalah tinggi.

"Kamu pura-pura tidak tahu atau benar-benar tidak tahu? Katanya Anda penulis kolom politik di Kompasiana?" kata dia seakan-akan menghentak urat humor saya.

"Harusnya AHY meminta klarifikasi langsung kepada Moeldoko. "Hei, Pak Moeldoko, saya mendapatkan informasi 'A1' nih. Apa benar Anda akan mengkudeta Partai Demokrat dan mengambil alih posisi saya sebagai Ketua Umum secara paksa?', harusnya begitu kalau jentelmen," kata dia sengit disertai 'hujan lokal'.

"Sorry, tolang gunakan masker dan jaga jarak, droplet Anda muncrat kemana-mana," kata saya menyela.

"Jadi mengapa AHY tidak berbuat demikian?" kata saya melanjutkan setelah dia membenarkan maskernya yang sedari tadi menempel di dagunya.

"Hahaha...," dia tertawa dibuat-buat, lagi-lagi dia seakan-akan meledek status saya sebagai 'penulis politik amatiran'.

"Sini ya, saya jelasin. Dengarkan baik-baik," kata dia sambil membenarkan maskernya yang kembali melorot.

"AHY dan Moeldoko itu kan sama-sama purnawirawan militer. Bedanya AHY mengundurkan diri ketika berpangkat 'Mayor' sedangkan Moeldok0 pensiun pada posisi 'Jenderal'. Jadi ini pertarungan antara 'bunga melati 1' versus '4 bintang', apa masih kurang jelas?" kata dia seperti seorang yang paling tahu segalanya.

"Jadi maksudmu AHY takut?" kata saya.

"Anda yang menyebutkan seperti itu, bukan saya," jawab dia seakan-akan 'sembunyi tangan'.

"Bagaimana pula antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto, Jokowi tak gentar koq. Padahal Prabowo itu kan purnawirawan Letnan Jenderal, 3 bintang?" kata saya ingin menjebak.

"Hah..., inilah Anda. Membandingkan itu harus apel dengan apel bukan jeruk dengan alpukat? Jokowi sipil sedangkan Prabowo militer, ya jangan dianalogikan dengan AHY-Moeldoko? Lagian kan masalah takut-tidak takut itu kan pilihan, di dunia nyata setelah para milter itu menanggalkan uniform, bisa saja mayor lebih sukses dari jenderal," kata dia memberi pencerahan yang tak biasa.

"Lihat itu SBY ayahnya AHY, pangkat terakhir Letjen dan tidak pernah menjabat sebagai Panglima TNI tetapi bisa menjadi Presiden Indonesia 2 periode, bukan? Bandingkan dengan Wiranto yang gagal dengan Partai Hanura pada Pemilu 2019 lalu," kata dia mulai melebar kemana-mana.

"Terakhir, nih," kata saya. "Katanya kan ada informasi bahwa Moeldoko mengatakan 'direstui pak lurah', mungkin itu alasan AHY meminta klarifikasi kepada Presiden Jokowi, jadi tidak konyol, dong," kata saya kembali ke laptop.

"Hahaha.....," tiba-tiba ketawa dia menggelegar. "Yang jelas kan Jokowi itu bukan lurah, beliau itu Presiden Republik Indonesia loh, jangan salah! Presiden koq dibilang lurah," kata dia sambil merem.

"Okelah, misalnya kata 'lurah' sebagai kode, ya tanya Moeldoko, maksudnya lurah itu siapa? Apa lurah benaran? Lurah dari kelurahan mana? Jangan mau menyeret-nyeret presiden seperti sinetron Indosiar 'Aku yang didzalimi'," kata dia menutup obrolan santai sore ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun