Seorang teman yang bukan pengamat politik berkata kepada saya, bahwa apa yang dilakukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berkirim surat kepada Presiden Jokowi meminta klarifikasi dan konfirmasi terkait isu kudeta di Partai Demokrat adalah "konyol".
Ketika saya tanya mengapa dia sebut demikian, dengan gestur "prihatin" dia menjelaskan:
"Coba pikirkan! Jika seandainya AHY yakin dengan informasi yang disampaikan kadernya bahwa Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terlibat, seharusnya yang dimintai klarifikasi dan konfirmasi itu kan bukan Presiden Jokowi? Makanya saya sebut konyol," kata dia dengan nada marah.
"Jadi kepada siapa seharusnya?," kata saya dengan nada yang tak kalah tinggi.
"Kamu pura-pura tidak tahu atau benar-benar tidak tahu? Katanya Anda penulis kolom politik di Kompasiana?" kata dia seakan-akan menghentak urat humor saya.
"Harusnya AHY meminta klarifikasi langsung kepada Moeldoko. "Hei, Pak Moeldoko, saya mendapatkan informasi 'A1' nih. Apa benar Anda akan mengkudeta Partai Demokrat dan mengambil alih posisi saya sebagai Ketua Umum secara paksa?', harusnya begitu kalau jentelmen," kata dia sengit disertai 'hujan lokal'.
"Sorry, tolang gunakan masker dan jaga jarak, droplet Anda muncrat kemana-mana," kata saya menyela.
"Jadi mengapa AHY tidak berbuat demikian?" kata saya melanjutkan setelah dia membenarkan maskernya yang sedari tadi menempel di dagunya.
"Hahaha...," dia tertawa dibuat-buat, lagi-lagi dia seakan-akan meledek status saya sebagai 'penulis politik amatiran'.
"Sini ya, saya jelasin. Dengarkan baik-baik," kata dia sambil membenarkan maskernya yang kembali melorot.