Aksi blusukan Menteri Sosial (Mensos) hasil reshuffle, Tri Rismaharini alias Risma menemui gelandangan di kawasan Sudirman, Thamrin, Pasar Baru hingga bantaran Kali Ciliwung mendapat sorotan negatif dari salah seorang petinggi PKS.
Oleh petinggi PKS, mungkin Risma dianggap telah mencuri start dengan mencuri perhatian masyarakat DKI. Hal tersebut tentu saja bisa menggangu PKS yang barangkali sangat menginginkan kursi Gubernur DKI.
Ketua DPP PKS yang juga menjabat sebagai anggota Komisi I DPR Bukhori Yusuf menilai bahwa blusukan yang dilakukan Risma adalah pencitraan semata untuk mengincar Pilgub DKI 2022 nanti.
Bahkan Bukhori menghimbau agar Risma berhenti melakukan pencitraan dan fokus membenahi urusan di Kementerian Sosial (Kemensos). Bukhori juga mengingatkan Risma agar menjalankan tugas sebagai menteri sosial bukan sebagai walikota.
"Kapital untuk 2022 Pilkada DKI. Sebaiknya Mensos berhenti melakukan pencitraan. Harusnya segera benahi kementerian dan lakukan tugas-tugasnya sebagai menteri bukan sebagai wali kota," tutur Bukhori (detik.com 5/1/2021).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan Kemensos, Herman Kuswara mengatakan bahwa tujuan Risma melakukan blusukan adalah untuk pemetaan permasalahan-permasalahan sosial yang aktual dan faktual.
***
Saya pikir apa yang dilakukan Risma tidak berlebihan dan juga tidak menyalahi aturan. Memang demikianlah seharusnya pejabat melayani rakyat, bukan hanya menunggu laporan "ABS" dari bawahan. Tetapi seorang pemimpin perlu melihat fakta aktual di lapangan.
Jika "majikan"nya saja Presiden Jokowi sibuk blusukan kemana-mana, apalagi menterinya yang hanya sebagai pembantu? Adakah aturan yang tidak membolehkan menteri blusukan? Dan apakah blusukan itu hanya dibolehkan untuk kepala daerah seperti gubernur, walikota atau bupati saja?
Apa yang dilakukan Risma bukanlah hal baru baginya. Selama menjabat sebagai Walikota Surabaya selama 2 periode, Risma selalu konsisten memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dan terjun langsung melihat rakyat adalah gaya kepemimpinannya.
Dan jika blusukan dianggap sebagai "pencitraan" apakah ada yang salah dengan kata pencitraan? Apakah pencitraan itu denotasi atau konotasinya negatif?
Sama sekali tidak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pencitraan adalah proses atau cara membentuk citra mental diri.Â
Pencitraan berbeda dengan kemunafikan. Jika pencitraan bertujuan membentuk citra dir dan menunjukkan citra itu kepada khalayak tetapi sebaliknya kemunafikan adalah kepura-puraan yang bertujuan mengelabui dan menipu.
Disaat banyak pemimpin atau tokoh yang munafik salah satunya dengan memperalat agama untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, Risma justru melakukan hal sebaliknya.Â
Risma ingin menunjukkan bagaimana sesungguhnya citra seorang pemimpin, "melayani bukan dilayani", "berbuat bukan hanya ceramah dengan menata kata-kata".
Bukhori mungkin hanya memikirkan syahwat kekuasaan, sedangkan Risma tidak. Bukhori bisa saja menginginkan kursi DKI-1 tetapi bagi Risma jabatan itu adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan kepada Tuhan yang mempercayakan jabatan itu. (RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H