Saya pikir tidak demikian. Seperti saya katakan di atas, tak semua artikel komersial itu tak berkualitas. Contohnya tak semua tulisan politik itu lebih rendah kualitasnya daripada humaniora atau gaya hidup. Tergantung bagaimana niat dan cara kita menyajikannya. Apakah tulisan kita hanya memprovokasi atau mendamaikan?
Bagi saya, menulis adalah sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan pembaca. Jika pembacanya banyak, tentu saya akan lebih bersemangat untuk menulis. Jerih payah kita dalam menulis rasanya tidak sia-sia karena ada pembaca yang menikmatinya.Â
Lalu bagaimana jika tulisan kita sepi bagaikan kuburan? Apakah itu pertanda bahwa "kematian" kita dalam menulis sudah dekat?
Saya pikir tak sebegitunya juga. Mari kembali merenungkan kata-kata bijak dari sang maestro Pramudya Ananta Toer atau yang lebih dikenal dengan panggilan "Om Pram". Beliau berkata:
"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian"
Artinya terlepas dari artikel berkualitas atau komersial, diminati banyak pembaca atau tidak: "menulislah untuk keabadian agar Anda tidak hilang dari masyarakat dan sejarah".Â
Dan jika Anda ingin dikenang dalam masyarakat yang akan datang dengan sejarah yang baik, belajarlah agar tulisan Anda berkualitas, bermanfaat bagi banyak orang serta dibaca oleh jutaan orang pula.
(RS)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI