Angka ini berbanding terbalik dibanding pendapatan dari minyak, yang mengalami penurunan tajam dari $1 miliar pada 2015 menjadi hanya senilai $400 juta di 2016. Bank dunia mencatat bahwa produksi minyak Timor Leste berhenti dan meninggalkan defisit fiskal yang membebani tabungan negara.
Sementara Niklas Westelius, kepala tim dari IMF untuk Timor Leste, mengatakan ketidakpastian politik di negara tersebut sangat memengaruhi kegiatan ekonomi pada 2017 dan hampir sepanjang 2018. Melihat potensi pendapatan minyak dari lapangan aktif yang akan berakhir pada 2022, penarikan Petroleum Fund dapat menimbulkan risiko terhadap keberlanjutan fiskal jangka panjang.
Langkah pemerintah Timor Leste yang memperkuat hubungan dagang dengan China justru akan membuat Timor Leste pada keadaan yang semakin sulit. Misalnya pada tahun 2014, Timor Leste harus mengeluarkan dana $982 juta untuk impor dari China dan hanya berhasil meraup dana ekspor sebesar $91 juta.Â
Itu artinya hingga saat ini Timor Leste masih berada pada masa-masa yang sulit. Nasibnya belum berubah bahkan lebih buruk setelah lepas dari Indonesia. Bahkan jika tidak cepat berbenah, Timor Leste akan berada dalam bayang-bayang kebangkrutan.
(RS)
Sumber : Tirto.id, Bisnis.com, Wikipedia.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H