Tiba-tiba saja nama Audrey digadang-gadang warganet menjadi kandidat menteri termuda di Kabinet Jokowi-Ma'aruf. Alasannya karena Audrey adalah gadis jenius yang cinta mati terhadap NKRI dan ideologi Pancasila.
Sebagai bukti kejeniusannya, Audrey hanya membutuhkan waktu 6 tahun 11 bulan untuk menyelesaikan pendidikan dari t ingkat SD hingga SMA. SD ditempuhnya hanya 5 tahun, SMP 1 tahun dan SMA 11 bulan. Luar biasa bukan?
Tak diterima masuk di perguruan tinggi Indonesia karena umurnya yang masih 13 tahun, akhirnya Audrey Yu masuk ke The College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat jurusan fisika dan lulus tiga tahun kemudian dengan membawa pulang predikat Summa Cum Laude.
Sederet prestasi itupun membuat Audrey masuk ke dalam 72 Ikon Berprestasi Indonesia yang dinobatkan dalam Festival Prestasi Indonesia.
Sementara kabar beredar yang menyebutkan Audrey bekerja di NASA dengan gaji Rp 200 juta/bulan dan pernah bertemu dengan Presiden Jokowi sudah dibantah Budi Lukito, ayah Audrey. Ayahnya memastikan kabar tersebut tidak benar. Menurut beliau sekarang Audrey sedang menempuh S2/S3 di Amerika Serikat (Suara.com, 7/7/2019).
Lalu bagaimana dengan riwayat pekerjaan Audrey? Suara.com menulis, sejak beberapa tahun terakhir, Audrey mulai bekerja di Shanghai New Channel School mengajar Bahasa Inggris dan membantu mempersiapkan para siswa menghadapi ujian SAT. Selain itu, Audrey Yu juga bekerja paruh waktu di beberapa lembaga pendidikan, yakni Shanghai Jiaotong University, DS Education dan U-Elite Shanghai.
Setelah melihat catatan di atas, apakah Audrey layak masuk ke dalam jajaran Kabinet Jokowi-Ma'aruf?
Saya pikir belum. Kabinet Jokowi membutuhkan menteri-menteri yang mampu mengeksekusi program yang tepat secara cepat atau memiliki karakter sebagai eksekutor yang kuat.
Untuk menjadi menteri, jenius saja tidak cukup. Tetapi harus bisa merencanakan dan mengeksekusi program secara cepat dan tepat. Untuk itu diperlukan sejumlah pengalaman yang sudah teruji. Karena kursi menteri itu bukan untuk coba-coba dan bukan laboratorium tempat melakukan sederet eksperimen.
Saya pikir Ahok dan  Arcandra masih jauh lebih layak. Maaf kalau saya membandingkan milenial dengan yang sudah mapan. Karena saya memang kurang setuju dengan euforia menteri milenial. Indonesia membutuhkan menteri yang bisa bekerja dan bukan hanya sekedar milenial.