Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Jokowi "Dipecundangi" Prabowo Dalam Perang Tagar?

17 Februari 2019   06:00 Diperbarui: 17 Februari 2019   07:57 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tiga hari ini telah terjadi perang tagar yang sangat sengit antara pendukung Jokowi dan Prabowo. Hal tersebut bermula dari cuitan CEO Buka Lapak Ahmad Zaky di akun Twitter-nya yang dinilai kontroversial oleh pendukung Jokowi. 

Pendukung setia Jokowi menganggap Ahmad Zaky telah "durhaka" atau mereka sebut "Lupa Bapak" terhadap Jokowi karena menyinggung "presiden baru" dalam cuitannya yang dinilai mengkritik pemerintah dengan mengeluhkan rendahnya pendanaan riset R&D untuk industri 4.0 di Indonesia, yang hanya mencapai US$2 miliar.    

Pendukung Jokowi pun langsung bereaksi dengan melakukan perang tagar di media sosial dan dalam waktu yang tidak lama #uninstallbukalapak dan #TutupLapak pun berhasil menjadi trending topik dalam beberapa jam.

Tak lama kemudian Pendukung Prabowo berbondong-bondong melakukan counter attack karena penguasa dituduh telah melakukan penzaliman terhadap Zaky yang berani mengkritisi penguasa. Lantas pendukung Prabowo pun meluncurkan "misil" #DukungBukaLapak dan langsung bertengger di urutan kedua.

Berdasarkan pantauan penulis di https://trends24.in/indonesia/, rupanya perang tagar tersebut tak berakhir disitu saja. Pendukung Prabowo masih terus "menembakkan" amunisinya yang kebetulan selalu berhasil menghuni peringkat teratas Top Twitter Trends For Indonesia Now. Beberapa diantaranya adalah:

  1. #UnInstallJokowi
  2. #InstallPrabowo
  3. #ShutDownJokowi
  4. #NewEraPrabowoSandi

Walaupun kemudian tagar #JokowiOrangnyaBaik sempat mengambil alih puncak teratas selama 8 jam setelah Jokowi bertemu dengan CEO Buka Lapak dan memaafkannya. Tetapi dengan hadirnya kembali tagar #NewEraPrabowoSandi dan lagi-lagi menjadi pemuncak maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa Jokowi berhasil "dipecundangi" Prabowo dalam perang tagar kali ini.

Apakah ini sebagai pertanda bahwa Jokowi akan kalah dalam Pilpres nanti?

***

Dikutip dari CNN Indonesia (13/11/2016), Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa kemenangannya dalam Pilpres Amerika Serikat 2017 tak terlepas dari peran media sosial yang selama ini ia manfaatkan untuk bersuara kepada masyarakat.

Sang taipan real-estate tersebut dalam sebuah wawancara dengan CBS mengaku, media sosial seperti Twitter dan Facebook dijadikan alat untuk "menyerang balik" berbagai pemberitaan negatif mengenai dirinya di depan para netizen.

"Perang media sosial sangat besar. Dan saya rasa media sosial memiliki kekuatan lebih masif ketimbang uang kampanye yang mereka [pihak Hillary Clinton] keluarkan. Di taraf tertentu, saya membuktikannya," ujar Trump, seperti dikutip dari CNN.

***

Benarkah hal yang sama seperti pengalaman pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016 tersebut akan terulang dalam Pilpres Indonesia tahun 2019?

Jawabannya adalah: bisa "ya" dan bisa "tidak". Mengapa saya sebut demikian?

Alasannya sangat sederhana. Bisa "ya" jika TKN Jokowi-Ma'aruf, relawan dan simpatisannya tidak bergerak cepat untuk berbenah. Dalam waktu yang hanya tinggal sedikit ini, bisa saja Jokowi mengalami penurunan elektabilitas akibat pengaruh media sosial.

Tetapi bisa juga "tidak" karena budaya dan jumlah pengguna media sosial Facebook dan Twitter antara Amerika Serikat dengan Indonesia jauh berbeda.

Berdasarkan data dari The Next Web (24/4/2018), pengguna Facebook di Indonesia hanya 140 juta pengguna, masih kalah jauh dari Amerika Serikat yang memiliki 240 juta pengguna. Demikian juga dengan pengguna Twitter di Indonesia masih kalah jauh dengan Amerika Serikat, yaitu: 56 juta berbanding 120 juta pengguna.

Dan satu hal yang sangat berbeda adalah, pengguna media sosial di Amerika Serikat jauh lebih rasional dan realistis. Mereka cenderung tidak mempercayai dan tidak suka menyebarkan hoaks. Mereka lebih suka berbicara data dan fakta daripada mengumbar kebencian dan mempercayai fitnah.

Disamping itu mereka jauh lebih mengutamakan kepentingan dan keutuhan bangsa mereka daripada larut dalam kepentingan emosi sesaat politik dukung-mendukung.

Berbeda halnya dengan di Indonesia. Pengguna media sosial masih cenderung suka menyebarkan hoaks dan mempercayainya sebagai fakta sekalipun sebenarnya mereka tidak meyakininya. 

Dan satu hal yang paling buruk adalah, banyak relawan atau simpatisan Capres-cawapres yang lebih mencintai kandidatnya daripada bangsanya. Inilah yang sering dikuatirkan dapat menimbulkan kekacauan termasuk di media sosial.

(RS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun