Melansir dari CNN Indonesia (12/2/2019), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bakal membangun Ibu Kota dengan memberdayakan organisasi masyarakat (ormas) dan warga. Anies menyatakan sedang menggalakkan program swakelola tipe III dan tipe IV untuk pembangunan di Ibu Kota.
Landasan hukumnya sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Perpres itu swakelola dibagi ke dalam empat jenis:
- Swakelola tipe I mengamanatkan pemerintah untuk langsung melaksanakan program.Â
- Swakelola tipe II pelaksanaan program oleh para ahli atau konsultan.Â
- Swakelola tipe III memungkinkan program DKI dikerjakan ormas danÂ
- Swakelola tipe IV dikerjakan oleh masyarakat.
Adapun maksud Anies melakukan gebrakan ini adalah agar APBD DKI lebih banyak lagi dikelola masyarakat sehingga diharapkan bisa memberikan banyak kontribusi untuk menggerakkan perekonomian warga Ibu Kota. Maksudnya tidak lagi dikelola perusahaan swasta melalui lelang atau penunjukan langsung seperti selama ini.
Mendengar rencana Anies tersebut sontak saja banyak nitizen yang pesimis dan memberikan komentar-komentar miring. Ada yang menyebutkan bahwa Anies sedang bagi-bagi uang APBD DKI secara langsung kepada ormas sebagai bentuk balas budi.
Ada yang mengatakan bahwa Anies sekarang sedang menciptakan lahan baru untuk korupsi. Banyak yang meragukan bahwa pemberian dana ke warga untuk pembangunan berpotensi menimbulkan penyelewengan anggaran. Dikuatirkan dana akan habis tetapi proyek tidak selesai dan kualitasnya tidak sesuai standar.
Ada lagi yang beranggapan bahwa hal ini dilakukan Anies karena ketidakmampuannya melakukan penyerapan anggaran seperti tahun lalu yang terbilang rendah. Seperti diketahui realisasi atau serapan belanja daerah DKI Jakarta berdasarkan data dari Bappeda DKI per 31 Desember 2018 hanya mencapai angka 61,59 triliun rupiah atau setara dengan 82,03 persen dari target APBD sebesar 75,09 triliun rupiah.
Tetapi satu lagi yang dikuatirkan masyarakat adalah definisi ormas yang selama ini sering berkonotasi negatif. Ormas sering dianggap hanya dibentuk untuk mencari dana dan tidak menghasilkan dana sama sekali. Jadi Ormas-ormas apa saja yang boleh ambil bagian dan bagaimana syaratnya, itu yang menjadi pertanyaan.
Jika regulasinya tidak jelas bisa-bisa nanti ormas-ormas baru akan tumbuh bak jamur di musim hujan dengan maksud untuk mendapatkan dana segar. Dan persaingan tidak sehat antar ormas yang berujung pada konflik fisikpun bisa saja tak terhindarkan.
Dikutip dari KOMPAS.com (14/2/2019) kemudian Anies memberikan penjelasan. "Yang mengerjakan adalah masyarakat, namanya organisasi kemasyarakatan, bukan ormas, tetapi organisasi di kampung itu. Jadi, ya, yang teridentifikasi karang taruna, RT/RW, kemudian PKK," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (1/2/2019).
Jadi sekarang sudah jelas. Yang Anies maksudkan sebagai ormas bukan seperti yang dimaksudkan nitizen seperti FORKABI, FBR, FPI, FUI, dsb. Ternyata yang dimaksudkan adalah Karang Taruna, PKK, RT/RW yang ada di kampung tersebut. Â Jadi maksud Anies sebenarnya bukan ormas tetapi "orkamp".
Tetapi apapun semuanya itu, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi harus benar-benar dilakukan agar apa yang menjadi kekuatiran masyarakat tidak terjadi.
(RS/dari berbagai sumber)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H