Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Menghormati Mereka yang Tak Mengucapkan Selamat Natal dan Tak Ikut Merayakannya

24 Desember 2018   23:09 Diperbarui: 25 Desember 2018   06:56 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami sekeluarga mengucapkan: Selamat Hari Natal 25 Desember 2018 dan Selamat Menyambut Tahun Baru 01 Januari 2019, bagi semua umat yang merayakannya, salam damai!

Besok, Selasa 25 Desember 2018, umat Kristen di seluruh dunia akan merayakan Natal yaitu hari kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Tetapi saya garis bawahi "tidak semua" umat Kristen di seluruh dunia ikut merayakannya. 

Sepengetahuan saya ada beberapa aliran tertentu yang masih mengaku Kristen tetapi tidak ikut merayakannya dengan segala dalil yang mereka yakini sesuai dengan penafsirannya terhadap Injil. Dan saya pikir hal tersebut tak perlu diperdebatkan karena agama dan keyakinan itu memang bukan untuk diperdebatkan. 

Berdialog dalam hal-hal yang umum dengan tujuan untuk saling mengenal antar pemeluk agama dan keyakinan yang berbeda, saya pikir bagus dan sah-sah saja. Agar saling mengerti dan saling menghormati satu sama lain. Tetapi berdebat, saya katakan "tidak bermanfaat". Berdialog dan berdebat merupakan dua hal yang kelihatannya sama tetapi pada hakikatnya berbeda 180 derajat.

Berdialog berarti kita membuka diri untuk mendengarkan orang lain, menerima perbedaan dan menghargai keberagaman. Tidak ada yang mengklaim "Agama dan keyakinan kami yang paling benar dan agama dan keyakinanmu salah".

Tidak ada kalimat-kalimat seperti itu dan sejenisnya.  Tidak ada pemaksaan kehendak. "Untukmu agamamu dan untukku agamaku, dan mari kita saling menghormati".

Berbeda halnya dengan berdebat. Beberapa orang atau kelompok menganggap agama dan keyakinannyalah yang paling benar sedangkan yang lainnya tidak. Dan mereka ingin memaksakan pendapat dan kehendaknya kepada orang lain bahkan bila perlu dengan cara kekerasan Saya pikir hal itu sama sekali tidak baik dan harus dihindari.

Berdialog membawa kesejukan sedangkan berdebat membuat urat leher menjadi tegang dan kepala pun ikut-ikutan panas. Tetapi satu hal yang mau saya katakan, "tak satu orangpun yang mengubah agama atau keyakinannya karena kalah berdebat". Jika ada, saya katakan dia bukan karena kalah berdebat tetapi karena mendapatkan "hidayah".

Demikian juga halnya dengan umat agama lain diluar Kristen seperti Islam, Hindu, buddha, Kong Hu Cu. Jika mereka ada yang mengucapkan "selamat natal", saya katakan "terimakasih". Dan jika ada diantara mereka yang tidak mengucapkan dengan berbagai alasan atau dalil, saya mengerti mereka dan saya menghormati mereka.

Jika memang mereka tidak mau atau dilarang oleh ajaran agamanya untuk mengucapkan "Selamat Natal", mengapa saya harus memaksa atau mempermasalahkannya? Sekali lagi saya katakan: "saya mengerti mereka dan saya menghormati mereka".

Tak perlu diperdebatkan dan tidak perlu dibahas-bahas, apalagi dari dua kacamata yang berbeda? Tidak akan mendapatkan titik temu. Dan sekali lagi saya katakan "agama dan keyakinan bukan untuk diperdebatkan".

Selamat Natal dan salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun