Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menang-Kalah Bukan Ditentukan Nomor Urut, tetapi Usaha dan Garis Tangan

22 September 2018   14:40 Diperbarui: 23 September 2018   06:55 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi malam, Jumat 21 September 2018, Arief Budiman selaku Ketua KPU Pusat membacakan Keputusan KPU RI 1142/PL.02.2-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019, 

"Dengan ini memutuskan, menetapkan, pasangan calon nomor urut Pilpres 2019. Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin nomor 1 dan Prabowo-Sandi nomor 2," ujar Ketua KPU Arief Budiman lewat layar televisi di rumahku.

Catat besar-besar dan jangan sampai salah! 

Jokowi-Ma'ruf Amin nomor 1 dan Prabowo-Sandi nomor 2

Dan setelah penetapan itu, berbagai penafsiran pun bermunculan di dunia maya. Tidak hanya oleh politisi dari kedua kubu, para warganet pun ikut meramaikan jagat maya dengan penafsiran yang biasa-biasa saja hingga yang mengada-ada dan terkesan sangat dipaksakan.

Ada yang mendadak jadi tukang terawang dan ada pula yang tiba-tiba menjadi ahli nujum dengan segala kepiawaiannya. Masing-masing menafsirkan angka 1 dan 2 dari berbagai perspektifnya. Dan yang paling kasihan, ada pula yang berusaha menghibur diri dengan berpura-pura seakan-akan Capres-Cawapres jagoannya sudah menang sebelum Pilpres diadakan.

Untung saya bukan pemuja angka-angka sekalipun itu angka-angka dalam bentuk lembaran mata uang $. Jika ada yang menawarkan, saya akan pura-pura menolak lalu dengan cepat-cepat akan menyambar angka-angka tersebut sebelum berubah menjadi huruf-huruf.

"Hahahaha.... Kali ini Jokowi benar-benar akan kalah, sudah langsung ada tanda-tanda", kata teman saya usai menyaksikan hasil pengundian nomor urut tersebut lewat siaran langsung di televisi.

"Kenapa?", kata saya.

"Jokowi dan pendukungnya kan berharap 2 periode, harusnya dia mendapatkan nomor urut 2, jadi pas. Kalau dapat nomor urut 1, itu kan sebuah tanda-tanda bahwa dia hanya berkuasa 1 periode", kata teman saya ini dengan kalimat yang diyakin-yakinkan.

"Oh, begitu", kataku sambil senyum-senyum.

"Bukannya maksud angka itu, kalau pada Pilpres lalu Prabowo dapat nomor urut 1 berarti kalah 1 kali, dan sekarang dapat nomor urut 2 berarti akan kalah untuk kedua kalinya?", tanyaku kalem.

"Oh, bukan... bukan... Bukan itu maksudnya", kata teman saya ini tak terima jagoannya disebut kalah.

"Tapi... Iya juga ya!", kata teman saya seakan-akan tiba-tiba tersadar dari khayalannya. "Bisa ditafsirkan begitu juga, ya?", kata dia seakan-akan kehilangan sukacitanya.

"Kedua angka itu: 1 dan 2, kan sama baiknya. Tergantung bagaimana kita menafsirkannya sesuai dengan selera kita. Misalnya: 'Kalau bisa nomor 1 untuk apa nomor 2?' 'Kalau bisa 2 periode untuk apa hanya 1 periode?' 'Dapat angka 1 berarti kalah 1 kali, dapat angka 2 berarti kalah kedua kali', kan macam-macam, kan?, tanyaku meyakinkan.

"Betul... betul... betul", kata dia secara tak sadar menirukan gaya berbicara Upin-Ipin.

"Saya pikir, nomor urut itu tidak menentukanlah. Yang menentukan itu adalah bagaimana masing-masing tim sukses berlomba-lomba mensosialisasikan program Capres-Cawapres jagoannya dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Jauhi kampanye negatif yang mengandung isu SARA dan bertarunglah secara jentlemen", kata saya dengan suara agak meninggi.

"Kalau nomor urut itu yang menentukan menang-kalah, untuk apa diadakan lagi Pilpres?", tanyaku beretorika.

"Dan satu lagi, ini hal yang paling penting dan menentukan...", kataku sambil menarik nafas agak panjang.

"Apa itu?", tanyanya penasaran.

"Garis tangan", kataku sambil melebarkan dan memperhatikan telapak tangan saya apakah ada kemungkinan menjadi presiden ke-10.

"Bagaimana pun hebatnya pretasi Capres-Cawapresnya, dan bagaimana pun tim suksesnya berusaha, bekerja jungkir-balik siang dan malam, tetapi kalau bukan garis tangan mereka untuk menjabat, jangan harap mereka bisa menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia berikutnya", kataku dengan bersemangat menirukan gaya berbicara komedian Cak Lontong.

"Ingat! Bukan nomor urut yang menentukan menang atau kalah. Tetapi usaha dan garis tangan. Itu pasti, bukan sihir bukan sulap, bukan ramalan bukan tipu-tipu, bukan syirik bukan mempersekutukan Tuhan, kalau bukan garis tangannya menjadi presiden dan wakil presiden, nggak bakal menang seumur hidup", kataku menirukan suara Ngabalin.

Dan tiba-tiba teman saya tersebut pun menyiram saya dengan segelas air mineral, sangkanya saya lagi kesurupan arwah presiden terdahulu, hahahaha....

(RS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun