Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memberantas Hoaks Melalui Komunitas dan Komunikasi yang Intens dengan Pemuka Agama

4 Agustus 2018   10:17 Diperbarui: 7 Agustus 2018   17:25 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber photo : gramfollo.com)

Pembuatan dan penyebaran berita bohong atau hoaks yang berisi ujaran kebencian dan fitnah terhadap seseorang atau kelompok, partai, agama, suku, dsb, baik berupa tulisan atau teks, pengeditan gambar/photo, meme, karikatur, audio dan video sudah begitu masif, yaitu terjadi secara besar-besaran dalam skala yang luas (kuantitas) dan tingkat akurasi berita yang seakan-akan benar-benar terjadi (kualitas).

Dan sepertinya para pelaku sudah terlatih dengan baik dan terorganisir dengan rapi, serta ditopang dengan biaya yang tidak sedikit. Artinya pembuatan dan penyebaran hoaks ini bukan hanya perbuatan iseng yang dilakukan oleh orang-perorang dengan tujuan main-main, tetapi sepertinya sudah melalui perencanaan dan eksekusi yang matang dengan tujuan yang serius untuk memecah-belah bangsa.

Jumlah atau kuantitas berita hoaks tersebut sepertinya terus bertambah setiap harinya di media sosial khususnya Facebook dan Twitter serta melalui aplikasi pesan lintas platform WhatsApp. Penyebarannya juga begitu deras dan cepat menjangkau hampir semua pengguna media sosial dari segala kelompok umur.

Demikian juga dari segi kualitas, para pembuat hoaks nampaknya terus belajar dan berusaha mencari isu-isu yang paling hangat dan sensitif lalu memoles dan mendramatisirnya sedemikian rupa sehingga seakan-akan benar-benar terjadi, mempengaruhi dan memancing emosi para pembaca lalu ikut membantu membagikan/menyebarkan berita hoaks tersebut ke komunitas yang lebih luas.

Jadi pembuatan hoaks itu sudah ibarat pabrik yang secara terus-menerus berproduksi lalu didistribusikan sedemikian apik kepada pengguna. Pembuat hoaks tentu saja bekerja sesuai dengan arahan dan tujuan pemesan, yang membiayai produksi dan distribusi hoaks tersebut.

Tidak sedikit warganet yang langsung percaya begitu saja tanpa memperhatikan sumber berita dan tanpa melakukan cek dan ricek terhadap kebenaran berita. Para warganet yang kurang bijaksana biasanya langsung bereaksi meramaikan kolom komentar dengan kata-kata caci-maki penuh kebencian seperti berbalas pantun sambung-menyambung tak putus-putusnya.

Mencari pelaku dan membongkar jaringan pembuat hoaks lalu memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku khususnya dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah tugas polisi sebagai aparat penegak hukum. Tetapi upaya untuk menangkap pelaku dan membongkar semua jaringannya sehingga benar-benar bersih bukanlah perkara mudah dan tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Sementara polisi terus memburu pelaku dan jaringannya, maka tugas saya sebagai Menteri Agama adalah bagaimana agar pengguna media sosial sebagai konsumen hoaks "tidak membeli" dan ikut membagikan/menyebarkan/mendistribusikan hoaks tersebut.

Saya pikir membuat hoaks "tidak laku" akan membuat pasar hoaks mati dengan sendirinya sesuai dengan hukum permintaan pasar. Ya, intinya adalah bagaimana mematikan pasar hoaks karena tidak adanya permintaan.

Maka memberikan sosialisasi berupa pencerahan dan himbauan setiap saat kepada pengguna media sosial melalui akun resmi Facebook dan Twitter khusus menangkal berita hoaks, yang juga pernyataan sikap terhadap isu-isu atau hoaks yang sedang beredar, harus terus dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.

Tentu saja sebagai Menteri Agama saya tidak dapat melakukannya sendiri secara perorangan maupun lembaga. Saya pikir hal tersebut membutuhkan energi yang sangat besar dan sejumlah tenaga sukarela yang berpengaruh besar. Maka saya harus merangkul semua kekuatan khususnya tokoh-tokoh atau pemuka agama yang paling berpengaruh di negeri ini.

Langkah pertama yang saya lakukan adalah mengundang semua tokoh-tokoh atau pemuka agama dari semua agama untuk duduk dalam satu meja, seperti: para Ketua-Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan pemimpin organisasi lainnya, pemimpin pesantren/kyai, dsb. 

Kemudian para Ketua-Ketua Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi), Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) dan tokoh-tokoh atau pemuka penganut kepercayaan di Indonesia.

Tujuannya adalah untuk mengamati fenomena hoaks yang semakin marak, menyatukan persepsi mengenai definisi hoaks dan cara-cara mengatasinya lalu membentuk komunitas penangkal hoaks dan bersama-sama menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) atau nota kesepahaman yang berisikan pernyataan sikap untuk menangkal dan memerangi hoaks.

Setiap tokoh atau pemuka agama tersebut masing-masing harus membuat akun media sosial resmi berupa Facebook dan Twitter yang khusus berisi sosialisasi, himbauan dan pernyataan sikap resmi terhadap isu-isu dan hoaks yang sedang hangat beredar di media sosial.

Dan akun-akun tersebut harus saling terhubung satu sama lain, antara akun Menteri Agama dan tokoh-tokoh dan pemuka agama yang telah menandatangani nota kesepahaman. Dan secara intens juga mereka harus terus membangun komunikasi satu sama lain melalui telepon dan pertemuan berkala yang sudah di agendakan.

Setiap tokoh atau pemuka agama juga harus memanggil pemimpin-pemimpin, baik pengkhotbah/penceramah/ketua yayasan pendidikan, dll, dalam organisasinya masing-masing lalu menyampaikan isi nota kesepahaman tersebut dan secara bersama-sama terus mensosialisasikan dengan gencar kepada umat, melalui acara ibadah dan lewat akun resmi yang sudah diperkenalkan kepada umat.

Saya pikir dengan cara ini masyarakat akan cerdas dalam memilah berita dan tidak mudah percaya terhadap hoaks. Melalui kerjasama yang intens antara tokoh dan pemuka agama mensosialisasikan, menghimbau dan memberikan pencerahan kepada umat, mari kita berantas hoaks.

Terimakasih.

(RS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun