Ahok adalah tokoh kontroversial. Banyak yang mengagumi beliau karena kinerja dan integritasnya yang tinggi. Tetapi tidak sedikit juga yang membencinya dengan berbagai macam alasan.
Salah satu alasan orang membenci Ahok adalah masalah kasus penistaan agama yang dituduhkan kepadanya yang sekaligus menghantarkannya ke dalam penjara dan hingga hari ini belum bebas.
Alasan kedua mengapa orang membenci Ahok adalah karena perkataannya yang pedas melebihi pedasnya cabe rawit di campur merica yang dimakan panas-panas.
Tidak sedikit orang yang telah merasakan semburan Ahok, khususnya mereka yang bekerja tidak becus di lingkungan Pemerintah Daerah DKI, termasuk DPRD-nya. Mereka seringkali dimaki kalau mencoba-coba bengkok.
Alasan ketiga mengapa orang membenci Ahok adalah karena beliau tidak mau kompromi dengan orang-orang yang berniat ngemaling duit rakyat. "Saya adalah anjing. Anjing yang menjaga uang tuannya dari maling", ungkapnya.
Alasan keempat mengapa orang membenci Ahok adalah karena fitnah. Banyak orang yang membenci Ahok kemudian mengarang cerita yang tidak benar melalui media yang tujuannya hanya untuk menjelekkan Ahok. Dan yang paling banyak adalah propaganda mengenai kasus penistaan agama.
Alasan kelima mengapa orang membenci Ahok adalah karena beliau minoritas. Seperti pernah dikatakan Yap Thiam Hien kepada Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien adalah pemegang 2 kali minoritas yaitu suku dan agama. Kurang lebih, seperti itulah Ahok.
Isu SARA termasuk isu minoritas dianggap sangat efektif digunakan untuk menyerang seseorang dalam politik. Bahkan untuk membunuh karakter seorang tokoh yang tadinya disukai mayoritas.
Jadi jelas bagi kita sekarang. Hanya satu alasan untuk mengagumi Ahok tetapi ada banyak alasan untuk membencinya. Dan stigma "penista agama" sudah melekat terlalu kuat pada namanya sehingga butuh waktu yang tidak sedikit untuk memisahkannya.
Mengapa saya menyinggung semua hal ini? Salah satu media nasional kelas atas TEMPO.CO (26/7/2018) menulis dengan judul: "Ahok Ingin Bebas Lebih Cepat, Mau Tim Sukses Jokowi?"
Ahok diperkirakan akan bebas bersyarat bulan Agustus ini atau mungkin April tahun 2019 depan dengan bebas murni. Tetapi beberapa media memberitakan bahwa Ahok lebih memilih bebas murni.
Banyak yang berharap agar setelah bebas nanti, Ahok menjadi tim sukses Jokowi. Bahkan tidak sedikit yang berharap agar Ahok menjadi cawapresnya Jokowi atau menjadi salah satu menteri di kabinetnya Jokowi atau menjadi ketua KPK.
Saya sebagai salah satu pengagum Ahok tidak sepenuhnya sependapat. Ahok tidak boleh ada di tim sukses Ahok. Apalagi di ring 1 sebagai orator? Hal itu sangat beresiko untuk dijadikan sebagai bumerang.
Kalau pun Ahok menjadi tim sukses Jokowi, Ahok tidak boleh berada di ring 1. Melainkan di belakang layar sebagai penulis skenario. Sangat beresiko menempatkan Ahok di garis depan. "Koalisi pendukung penista agama" akan dengan mudah dialamatkan kepada 6 partai politik koalisi pendukung Jokowi. Dan itu terlalu beresiko.
Stigma "penista agama" itu terlalu kuat melekat pada namanya, sehingga butuh waktu yang tidak sedikit untuk menghilangkannya. Butuh waktu dan pembuktian hingga rakyat dapat menerima kebenaran sejati atau upaya politisasi.Â
Berada di pemerintahan pun sebagai menteri, Ketua KPK, Kepala Bulog atau Jaksa Agung, Ahok sangat beresiko membuat gaduh. Orang-orang yang terancam karena posisi Ahok akan bereaksi dengan segala cara untuk menggoyangnya supaya jatuh.
Demi kemenangan Jokowi dan demi menghindari resiko yang tidak diinginkan. Akan lebih baik dan sebaiknya Ahok tidak berada di ring 1 tim sukses Jokowi. Juga jika Jokowi pun menang nanti, sebaiknya Ahok beristirahat untuk beberapa waktu.
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H