Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Cawapres Jokowi Mengerucut, Partai Koalisi Pendukung Prabowo Mengambang

21 Juli 2018   23:59 Diperbarui: 22 Juli 2018   00:53 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(nasional.kompas.com)

Masa pendaftaran Capres-Cawapres untuk Pilpres 2019 tinggal menghitung hari. Sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan KPU dan jika tidak ada perubahan maka waktunya hanya tinggal 14 hari lagi dari sekarang (Sabtu, 21/7/2018). Pendaftaran secara resmi akan dibuka selama 7 hari, mulai Sabtu 4 Agustus 2018 hingga batas akhir penutupan, Jumat 10 Agustus 2018.

Dan hingga saat ini belum ada pasangan Capres-Cawapres yang secara resmi mendeklarasikan diri atau dideklarasikan oleh koalisi partai politik pendukungnya. Sedangkan kandidat kuat yang dijagokan akan maju sebagai Capres di Pilpres 2019 masih berkutat pada dua nama, yaitu Jokowi dan Prabowo. 

Sementara nama-nama kandidat lain seperti Amien Rais, Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, Rizal Ramli dan Yusril Ihza Mahendra hampir dapat dipastikan tidak dapat maju karena tidak mempunyai kendaraan politik yang sesuai dengan "spesifikasi" KPU. Artinya mereka harus menahan diri dari rasa yang bergejolak untuk bertarung menjadi RI-1 untuk periode 2019-2024.

Anehnya hingga saat ini dalam waktu yang sudah mepet, masing-masing Jokowi dan Prabowo belum juga mengumumkan calon pendampingnya di Pilpres nanti. Jokowi dan koalisinya masih terus "menyeleksi" banyak nama agar sesuai dengan keinginan mayoritas pemilih dan kebutuhan Indonesia saat ini hingga 5 tahun ke depan.

Dan setelah ditemukan 1 nama yang pas, tentunya Jokowi dan koalisinya akan menunggu momen yang tepat sesuai dengan hari yang mereka anggap baik. Semuanya melalui pertimbangan dan hitung-hitungan politik yang matang pastinya.

Sementara dari beberapa selentingan yang beredar disebutkan bahwa Prabowo justru menunggu Jokowi dan koalisinya mengumumkan cawapresnya terlebih dahulu. Baru kemudian Prabowo dan koalisinya akan menyusul mengumumkan cawapresnya.

Tetapi ketika nama cawapres Jokowi sudah mengerucut dari banyak nama ke 10 nama hingga kemudian menjadi 2 nama, partai koalisi pendukung Prabowo justru kelihatan mengambang. Apakah ini sebagai bagian dari trik politik untuk mengelabui partai koalisi Jokowi, yang jelas partai koalisi pendukung Prabowo kelihatan semakin tidak solid dan belum menemukan wujud.

Tadinya Gerindra dan PKS sudah sepakat berkoalisi mendukung Prabowo sebagai Capres dan kemudian sama-sama mencari cawapresnya. Tetapi kemudian kehadiran Amien Rais dan PAN membuat perubahan baru yang pada awalnya sepertinya akan membuat koalisi mereka akan semakin kuat.

Ketika koalisi keumatan dicetuskan Habib Rizieq Shihab di Arab Saudi tatkala Amien Rais, Prabowo dan beberapa petinggi PKS sungkeman kepada pimpinan tertinggi FPI tersebut, disebut-sebut bahwa partai koalisi pendukung Jokowi panik dan kejang-kejang.

Kenyataannya kemudian ketika Amien Rais menyatakan diri ingin maju sebagai capres karena terinspirasi dari kemenangan Mahathir Mohamad di Malaysia. Dan koalisi keumatan secara perlahan tapi pasti, hancur dan kemudian terlupakan.

Dan sepertinya kehadiran SBY dengan Partai Demokrat dengan lobi-lobi tertentu kepada Gerindra justru membuat PKS terabaikan. Jika koalisi Gerindra dan Demokrat benar-benar terbentuk maka Gerindra tidak terlalu terikat lagi dengan PKS yang sering mendikte Gerindra dengan meminta jatah cawapres.

Ketika nama cawapres dari PKS mengerucut kepada 2 nama yaitu Ahmad Heryawan dan Salim Segaf Al Jufri, Prabowo dan Gerindra justru kelihatan cuek dan tidak merespon permohonan PKS, apakah setuju atau tidak. 

Dan PKS pun terkesan seperti dikesampingkan begitu saja. Apalagi semakin menguatnya tanda-tanda perpecahan di tubuh PKS, Gerindra semakin getol memburu tanda tangan Partai Demokrat yang memiliki 61 kursi di parlemen ketimbang PKS yang hanya memiliki 40 kursi.

Pertanyaannya adalah apakah Prabowo dan Gerindra benar-benar tidak akan memperhitungkan cawapres yang diajukan PKS dan sebaliknya lebih memilih cawapres yang diajukan Partai Demokrat?

Disinilah bahayanya. Jika PKS karena merasa diabaikan lalu kemudian merapat ke koalisi partai pengusung Jokowi dan disisi lain Gerindra gagal mendapatkan tanda tangan Partai Demokrat maka semuanya akan menjadi kacau. Bisa-bisa Prabowo akan gagal mendeklarasikan diri sebagai Capres di Pilpres 2019 nanti. Dan wajib kita nantikan endingnya.

(RS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun