Hei, kamu politisi busuk yang tengik dan tengil...! Hei, kamu bagi siapa saja yang merasa tersinggung. Aku memanggilmu tengik dan tengil. Aku tidak sedang menghina siapa pun. Aku hanya memanggilmu sesuai dengan namamu. Dengan sedikit sarkastis karena sifat dan sikapmu memang begitu.Â
Jika kamu keberatan dengan sebutan ini. Jika kamu marah dengan panggilanku ini. Kamulah orang yang saya maksud. Kamulah yang membuka topengmu sendiri dan menunjukkan wujudmu. Karena jika kamu merasa terhina dengan predikat ini, sekali lagi aku kuatkan. Kamulah orang yang aku maksud.
Hei, politisi busuk yang tengik dan tengil. Yang suka membuat air menjadi keruh lalu memasang mata pancing dan jaring di tengah-tengahnya. Yang suka memasang jerat dan perangkap ditengah jalan licin dan berlumpur.Â
Yang suka membuat jebakan di sawah dan ladangku supaya aku tersandung. Yang suka membuat suasana gaduh, ribut dan kacau. Lalu kamu muncul secara tiba-tiba sebagai pahlawan.
Hei, kamu politisi busuk yang tengik dan tengil! Yang suka mengadu-domba rakyat tak berdosa demi kepentinganmu. Yang suka mendramatisir, mempolitisir dan merekayasa segala sesuatu supaya kelihatan mengerikan. Lalu kamu menawarkan diri sebagai malaikat penyelamat. Lalu kamu hadir sebagai juru selamat.
Hei, kamu politisi busuk yang tengik dan tengil! Jangan peralat kesusahan kami. Jangan kamu manfaatkan kemiskinan kami. Jangan kamu goreng kemelaratan kami. Jangan kamu perparah penderitaan kami demi kepentinganmu. Itu hanya akal bulusmu. Agar kamu seakan-akan kelihatan peduli. Agar kamu kelihatan suci. Padahal hatimu busuk.
Hei, kamu politisi busuk yang tengik dan tengil! Kamu tidak pernah merasakan penderitaan kami. Kamu tidak pernah merasakan perasaan kami. Itu semua hanya sandiwaramu. Rumahmu megah, mobilmu banyak, depositomu 7 turunan, berlanmu bertabur, istri simpananmu juga berserak dimana-mana.Â
Hei, politisi busuk yang tengik dan tengil! Berhentilah berpura-pura. Berhentilah bersandiwara. Berhentilah menjadi penjahat. Berhentilah menjadi pahlawan kesiangan. Berhentilah menjadi malaikat penolong karena sesungguhnya kamu berteman dengan malaikat maut pencabut nyawa.
Hei, kamu politisi busuk yang tengik dan tengil...! Hei, kamu bagi siapa saja yang merasa tersinggung. Aku memanggilmu tengik dan tengil. Aku tidak sedang menghina siapa pun. Aku hanya memanggilmu sesuai dengan namamu. Dengan sedikit sarkastis karena sifat dan sikapmu memang begitu.Â
Jika kamu keberatan dengan sebutan ini. Jika kamu marah dengan panggilanku ini. Kamulah orang yang saya maksud. Kamulah yang membuka topengmu sendiri dan menunjukkan wujudmu. Karena jika kamu merasa terhina dengan predikat ini, sekali lagi aku kuatkan. Kamulah orang yang aku maksudkan.
(RS)