Namaku dP.S Ratu Hapis Ratnir. Sejak kecil aku adalah murid berprestasi dengan kemampuan diatas rata-rata. Aku dilahirkan di sebuah desa kecil yang bernama Ngosepah di pelosok Kecamatan Garoga, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Jika 10 tahun lalu Tuan berkunjung ke kampungku, Tuan harus menempuh jalan setapak yang dipenuhi semak belukar, melewati hutan yang sebagian sudah ditebas untuk dijadikan ladang berpindah, kemudian mendaki gunung yang lumayan tinggi, lalu menuruni lembah. Dan jika Tuan cukup kuat berjalan kaki sekitar 18km maka Tuan akan tiba di kampungku.
Dan sore hari ketika malam menjelang, kuda-kuda tersebut akan dimuati kebutuhan sehari-hari berupa ikan asin, garam, rokok, miyak makan, minyak tanah, dsb, yang nantinya dijual kepada masyarakat kampung. Tetapi tuan tidak akan menemukan mereka membawa beras, karena di kampung terdapat hamparan sawah yang luas yang cukup untuk memenuhi pangan mereka.
Jika 10 tahun lalu Tuan hampir tiba di kampungku, kira-kira satu kilometer menjelang, Tuan akan menjumpai sebuah pohon Hoting yang pohonnya cukup besar dan daunnya rindang. Tetapi sekarang aku dengar pohon itu tidak ada lagi. Sudah mati seiring dengan berjalannya waktu. Hilang ditelan usia.
Terdapat hamparan sawah yang sangat luas dan indah di sela-selanya, dan dua buah sungai yang mengalir cukup deras yaitu Sungai Badan dan Sungai Siondop yang dipergunakan masyarakat untuk mengairi sawah, untuk mandi, mencuci dan keperluan lain. Sungguh pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan.
Waktu kecil aku merindukan sebuah perubahan, yaitu melepaskan diri dari isolasi transportasi dan informasi. Juga dari kegelapan diwaktu malam. Tidak ada pelayanan kesehatan dan penerangan listrik disana. Yang ada hanya lampu minyak yang dibuat dari botol. Dan jika ada yang cukup beruntung, bolehlah mereka menyalakan petromax atau strowngking.
Aku ingin memerdekakan kampungku dari "kekolotan". Dan tak tanggung-tanggung, dulu aku pernah bercita-cita menjadi seorang "Jenderal". Menurut saya "Jenderal" adalah pangkat tertinggi di negeri ini yang dapat menduduki jabatan apa saja dan dapat melakukan apa saja.Â
Termasuk dapat membangun jembatan yang sangat panjang melewati lembah, membelah gunung gunung yang mengepung desaku atau membangun landasan pesawat terbang. Tidak lain tidak bukan, tujuannya hanya satu, kampungku dapat dijangkau lebih mudah dan kampungku lepas dari belenggu kekolotan.
Aku terhibur ketika meraih peringkat ke-2 NEM tertinggi se Tapanuli Utara ketika tamat SMP. Kembali aku menjadi "kandidat kuat" siswa SMA Soposurung Balige, sebuah Yayasan yang dipimpin dan didirikan "Jenderal" T.B. Silalahi. Ketika hasil tes seleksi diumumkan, namaku tidak tertera diantara 40 orang yang dinyatakan lulus. Hal tersebut sempat membuat aku hampir "gila"
Cita-citaku menjadi seorang "Jenderal" akhirnya gagal dan sirnah. Hal tersebut tidak mungkin lagi aku raih karena kesempatan sudah hilang, menguap seperti air laut menjadi awan yang kemudian diterbangkan angin entah kemana.
Aku dan Istriku Awaig Aivilo Olivia beserta 4 orang anak kami tinggal dengan bahagia disana. Ke-4 anakku cerdas luar biasa, Tetapi aku tidak pernah menginginkan salah satu diantara mereka menjadi "Jenderal".Â
Hanya satu keinginanku, mereka menguasai bahasa inggris dan Teknologi Informasi. Dan aku rindu suatu saat mereka meraih title dari universitas ternama di Amerika Serikat, Jerman atau Jepang.
Selain aktif sebagai pengajar dan menulis, sekarang aku juga aktif dalam pelayanan gereja, dan sangat terbuka untuk berdiskusi tentang kemajuan. Saya masih ada dan dari pulau ini saya akan mengubah dunia tanpa sebuah embel-embel "Jenderal".
Anak:
- Yizreel Schwartz S
- Esthefany Christin S
- Yehezkiel Patio S
- Yosafat Patio S
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H