Pertanyaan ketiga: Apakah rusuh Mako Brimob, teror bom Gereja Surabaya, Polres Sidoarjo dan Pekanbaru merupakan upaya mendiskreditkan umat Islam?
Siapa bilang rusuh Mako Brimob, teror bom Gereja Surabaya, bom Polres Sidoarjo dan Pekanbaru didalangi oleh umat Islam? Siapa bilang teroris itu merepresentasikan umat Islam? Hanya orang bodohlah yang berpikiran demikian. Terorisme jelas bukan ajaran Islam. Dan Islam jelas bukan teroris. Kedua hal tersebut dua hal yang sangat berbeda dan jangan dikait-kaitkan.
Jika pemerintah mendiskreditkan umat Islam dengan isu terorisme, maka pemerintah sama saja dengan "bunuh diri". Mayoritas penduduk negeri ini dan pemilik suara terbanyak dalam Pilpres jelas umat Islam, bagaimana mungkin pemerintah mendiskreditkan umat Islam?
Pertanyaan keempat: Apakah rusuh Mako Brimob, teror bom Gereja Surabaya, bom Polres Sidoarjo dan Pekanbaru dapat digunakan Kepolisian Republik Indonesia untuk menambah anggaran dana penanggulangan terorisme?
Itulah sama sekali adalah pikiran yang mengada-ada dan sama sekali tidak berdasar. Mekanisme penetapan APBN disusun kementerian berdasarkan rencana dan prestasi kerja yang akan dicapai yang selanjutnya diajukan pemerintah ke DPR untuk dibahas dan ditetapkan. Jadi tidak sembarangan begitu saja seenak udel.
Jelas rusuh Mako Brimob, teror bom Gereja Surabaya, Polres Sidoarjo dan Pekanbaru bukan merupakan prestasi pemerintah, tidak dapat menaikkan stabilitas nasional untuk meningkatkan nilai tukar rupiah, juga jelas bukan upaya mendiskreditkan umat Islam atau upaya untuk menambah anggaran dana penanggulangan terorisme.
Justru secara politik semua peristiwa tersebut secara tidak langsung memperlemah posisi pemerintah yang berkuasa untuk melanjutkan pemerintahan 2 periode dan sebaliknya menguatkan atau membuka peluang bagi pihak oposisi untuk meraih kemenangan di Pilpres berikutnya.
Jadi jelas, siapapun yang menuding rusuh Mako Brimob, teror bom Gereja Surabaya, bom Polres Sidoarjo dan Pekanbaru merupakan rekayasa pemerintah untuk pengalihan isu maka orang tersebut jelas tidak bijaksana tetapi bodoh.
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H