Misalkan Anda tinggal di Jakarta dan berniat liburan ke Puncak Bogor, maka Anda membutuhkan kendaraan karena memang harus naik kendaraan. Kecuali Anda seorang makhluk supernatural yang bisa menembus batas dan waktu, mungkin Anda hanya perlu merapal mantra.
Sepeda motor atau mobil, milik sendiri atau menumpangi kendaraan orang lain, itu sah-sah saja. Tetapi jika ada aturan khusus yang mengharuskan lewat jalan tol dan penumpangnya minimal harus 20 orang, maka pilihan satu-satunya adalah bus.
Tersebutlah sebuah kisah tentang beberapa tokoh yang berniat bahkan ada yang sangat berambisi sejak lama untuk "duduk" di Puncak RI-1. Mereka adalah orang-orang pintar nan hebat tidak hanya berbicara. Mereka sudah disebut pakar.
Ada pakar hukum tata negara, ada pakar ekonomi dan ada yang belum pakar tetapi sudah berakar. Sama-sama mereka menyatakan diri siap dan mampu untuk memperbaiki negeri ini dan membuat rakyat makmur. "Dan itupun hanya kalau rakyat menginginkan", kata mereka.
Tetapi sayangnya hingga hari ini mereka belum mempunyai kendaraan. Mereka telah melakukan berbagai cara untuk meyakinkan pemilik kendaraan agar mau mengangkut dirinya. Dengan memakai "baju agama" hingga "mencaci-maki" pemerintah yang berkuasa. Tetapi nampaknya pemilik kendaraan sangat sulit diyakinkan karena mereka juga memiliki kepentingan yang kurang lebih sama.
Yang dipanggil "pakar hukum tata negara" sebenarnya memiliki sebuah kendaraan. Tetapi kendaraannya sudah "rusak" dan tidak dapat berjalan. Ibarat sepeda, bannya sudah kempes, remnya blong dan stangnya patah. Tak layak untuk berjalan. Tetapi sekarang sedang diperbaiki dan kalau bisa di upgrade agar tangguh berlaga di 2024 nanti.
Yang dipanggil "pakar ekonomi" juga kurang lebih sama. Tidak mempunyai kendaraan tetapi memiliki "jurus kepret" yang katanya sangat berbahaya. Sudah beberapa orang yang dikepretnya tetapi belum jelas hasilnya. Majikannya pun diajaknya bertarung dan hampir dikepretnya tanpa etika.Â
Mereka masih terus bersafari mencari kendaraan. Karena waktunya semakin dekat, menjadi orang kedua pun mereka rela. Asalkan pernah merasakan sejuknya udara puncak, itu sudah cukup. Jika kelak mereka dimintai janji, mereka akan menjawab sesukanya sesuai dengan kepakarannya.
Akankah mereka mendapatkan bus terakhir ke Pangandaran? Mari kita nantikan episode selanjutnya!Â
(RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H