Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Siapa Nama Besar di Balik Nama Besar Kompas?

29 Januari 2018   22:04 Diperbarui: 30 Januari 2018   06:19 1478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
VIK, Visual Internet Kompas

Jika seseorang bertanya kepada Anda: "Siapkah nama besar di balik nama besar Kompas yang sekarang sudah bermotomorfosa menjadi "Kompas Gramedia" dan sudah merambah ke dunia properti, event organizer, konsumen tisu hingga yayasan?"

Dengan yakin, pasti Anda akan menjawab: "Bapak PK Ojong dan bapak Jakob Oetama", tentu saja tanpa bermaksud mengabaikan seluruh tim redaksi dan seluruh staf yang telah bekerja keras membesarkan Kompas sejak mulai didirikan hingga saat ini.

Maksud saya bukan itu, siapapun tahu kalau bapak PK Ojong dan Bapak Jakob Oetama adalah pendiri Kompas tepat pada hari peringatan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1963. Tetapi maksud saya adalah: "Siapakah yang memberikan nama Kompas?" 

Pasti Anda tidak tahu bukan? Saya sendiri juga tidak tahu seandainya saya tidak membaca resume dari buku terbaru pak Jakob Oetama dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-85 dengan judul: 

VIK, Visual Internet Kompas
VIK, Visual Internet Kompas
Saya belum memiliki buku ini dan saya sangat berminat membeli buku ini secepatnya seandainya di kabupaten kami, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau terdapat Toko Buku. Terpaksa saya menahan keinginan itu sampai suatu waktu saya berkunjung ke kota Tanjungpinang atau Batam.

Untunglah saya mendapatkan ringkasan buku ini secara lengkap dari grup Facebook PUSAKA INDONESIA (Bhinneka Tunggal Ika) yang dibagikan oleh saudara Ronny Leung.

Kalau boleh saya kutip sedikit tentang sejarah berdirinya dan nama besar yang memberikan nama Kompas, dalam resume tersebut dituliskan:

Sedang saat tengah asyik-asyiknya menggulati Intisari, Menteri Perkebunan Frans Seda dari Partai Katolik meminta keduanya (PK Ojong dan Jakob Oetama) untuk mendirikan sebuah surat kabar Partai Katolik.

Fran Seda menginginkan adanya koran Partai Katolik karena permintaan Menteri/Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani. Alasannya, hampir semua partai kala itu memiliki corong partai.

Perlu juga dipahami konstelasi politik saat itu. Ada tiga kekuatan politik besar. Pertama adalah Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Kepala Pemerintahan yang mengonsolidasikan kekuatan dan kekuasaan politiknya melalui pengembangan demokrasi terpimpin.

Kedua adalah ABRI, yang berusaha meredam kekuatan politik PKI melalui kerja sama dengan organisasi-organiasi masyarakat dan politik non atau anti-komunis. Sementara itu, yang ketiga adalah Partai Komunis Indonesia yang merapat ke Bung Karno.

Ide Ahmad Yani, Partai Katolik perlu memiliki sebuah media untuk mengimbangi kekuatan PKI. PK Ojong dan Jakob Oetama kemudian bersepakat mendirikan sebuah koran yang diharapkan menjadi sebuah jalan tengah. Koran itu, meskipun lahir dari inisiatif tokoh Partai Katolik, bukanlah corong partai. 

Koran itu harus berdiri di atas semua golongan, oleh karena itu harus bersifat umum, didasarkan pada kenyataan kemajemukan Indonesia, harus menjadi cermin realitas Indonesia, mengatasi suku, agama, ras, dan latar belakang lainnya.
"Dia harus mencerminkan miniaturnya Indonesia," kata Jakob.

Mulanya, nama yang dipilih andalah "Bentara Rakyat". Artinya, koran itu memang dimaksudkan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia rakyat. Motonya pun dipilih "Amanat Penderitaan Rakyat". Koran itu bukan koran partai, melainkan sarana untuk kemajuan Indonesia yang berpijak pada kemajemukannya.

Saat Frans Seda bertemu Bung Karno, Si Bung Besar tidak setuju dengan nama "Bentara Rakyat". Bung Karno berkata, "Aku akan memberi nama yang lebih bagus..."Kompas"! Tahu toh, apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba!".

Jadilah nama pemberian Bung Karno itu digunakan sebagai nama koran hingga sekarang.

Itulah nama besar "Proklamator Negara Republik Indonesia", Presiden Soekarno yang memberikan nama Kompas yang mungkin tidak banyak diketahui orang hingga hari ini.

Untuk lebih jelas dan lengkap tentang isi buku ini, bagaimana latar belakang sejarah bapak Jakob Oetama dari kecil hingga bertemu dengan bapak PK Ojong, mendirikan majalah intisari dan Kompas bahkan kemudian setelah 15 tahun kebersamaannya dengan Ojong membangun Kompas, Ojong meninggal mendadak dalam tidurnya tahun 1980 dan sebagainya, rekomendasi saya: "Beli dan milikilah buku 'Jakob Oetama 85th The Legacy".

Sebagai kata penutup, saya mengutip quote dari bapak Jakob Oetama tentang Kompas, sebagai berikut:

Kompas adalah lingkungan komunitas, lingkungan kecil, masyarakat kekeluargaan. Kita di sini menjunjung tinggi dan mengamalkan martabat manusia, aspirasinya yang hakiki. Kita adalah penunjang persamaan manusia. Itulah sebabnya, di sini tidak ada perbedaan yang disebabkan oleh masalah suku bangsa, keturunan, agama, latar belakang sosial, dan sebagainya.

( Jakob Oetama)

Salam Providentia Dei, itulah penyelenggaraanAllah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun