Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Takdir dalam Falsafah Batak

6 Desember 2017   07:51 Diperbarui: 19 Januari 2021   21:40 2138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Astrohiro.ru

(Ai dang simanuk-manuk sibontar andora. Ai dang sitodo turpuk siahut lomo ni roha)

Suku Batak "mengenal" dan "mengakui" adanya "takdir". Hal tersebut tergambar dengan jelas dari "umpasa andung-andung" atau "pantun ratapan" di atas yang artinya kurang lebih: "Kita tidak dapat menentukan takdir kita dan tidak dapat meraih yang kita inginkan begitu saja jika memang takdirnya tidak demikian".

Dalam bahasa Batak "takdir" dikenal sebagai "turpuk". Dalam istilah lain disebut "bagian", yaitu sesuatu yang sudah ditetapkan oleh "Mula jadi na Bolon", Tuhan yang Maha Kuasa. 

Jika kita lebih banyak lagi mendengar dan menggali "ende andung-andung" (lagu ratapan), "turi-turian" (cerita rakyat), dan "uppasa" (pantun) serta umpama Batak, disana kita akan menemukan "banyak" keyakinan akan adanya takdir.

Tetapi jangan salah! Menjadi miskin dalam artian "mengemis" atau "meminta-minta", dalam istilah Batak bukanlah bagian dari takdir. Mereka adalah pemalas yang belum dan tidak berusaha semaksimal mungkin sehingga untuk mendapatkan makanan dari hasil keringat sendiripun tidak bisa.

Kalau demikian takdir berlaku dalam hal apa saja?

Takdir terutama berlaku untuk "hatubuan" (kelahiran) dan "hamatean" (kematian). Kita tidak dapat memilih dimana, kapan dan siapa yang melahirkan kita. Juga kita tak dapat menentukan kapan, dimana dan dengan cara bagaimana kita meninggal.

Jika seseorang dapat memilih, barangkali dia akan memilih dilahirkan di rumah sakit termahal di Amerika, tepat pada tanggal cantik 12-12-2012 dari pasangan Bill Gate, dsb.

Demikian juga dengan kematian, mungkin akan memilih meninggal tanpa menderita sakt pada usia 85 tahun setelah semua anak-anak sudah berhasil.

Yang kedua takdir juga berlaku untuk "hamoraon" (kekayaan) dan "harajaon" (kedudukan)

Kita bisa saja berkerja sekuat mungkin dan sekolah setinggi mungkin tetapi untuk menjadi kaya dalam arti memiliki harta yang sangat banyak dan memiliki jabatan yang tinggi, semuanya sudah "digariskan" oleh takdir.

Saya tidak berarti melarang Anda untuk bekerja keras dan menempuh pendidikan setinggi mungkin tetapi jika hal tersebut Anda maksudkan sebagai jaminan untuk mendapatkan kekayaan dan jabatan, Anda akan kecewa.

Orang akan berjalan menuju takdirnya dan akan mengalahkan segala rintangan untuk mendapatkan garis tangannya.

Dulu saya bercita-cita menjadi seorang jenderal, sekolah setinggi mungkin mendapatkan berbagai macam bidang ilmu dan menjadi pemimpin yang hebat. Tetapi takdir saya tidak demikian, sekarang saya hanya seperti apa yang ada sekarang dan saya harus menerima serta mensyukurinya. (RS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun