Anak Rantau = Mandiri, Irit, Mie Instan, Obat Maag
yap kata-kata di atas mungkin relate bagi kebanyakan anak rantau, termasuk si penulis. Menjalani kehidupan sebagai anak rantau yang jauh dari keluarga bukanlah hal yang mudah, namun merantau juga memberikan hikmah, makna serta pembelajaran berharga yang tak ternilai harganya, berbagai tantangan pun harus dihadapi oleh anak rantau, terlebih lagi mahasiswa rantau dengan latar belakang ekonomi menengah hingga kebawah, rasanya pasti nano-nano begitu ingin merantau, di satu sisi senang karena diperantauan kita bisa bebas mencari pengalaman bahkan bisa kuliah sambil bekerja part time, namun di satu sisi lagi diliputi rasa takut dan khawatir, takut homesick, takut kehabisan uang dan khawatir menjadi beban ekonomi orang tua, bahkan ada yang takut tidur sendiri,
ya, overthinking sudah pasti menggerayangi ketika kita ingin memutuskan untuk merantau, itu hal yang normal kok, karena ketika kita memutuskan untuk merantau itu berarti kita sudah harus siap akan segala konsekuensi hidup sendiri di kota atau bahkan negara orang, belajar memecahkan masalah sendiri, belajar beradaptasi, belajar berpegang teguh pada prinsip diri, hingga hal-hal kecil seperti belajar masak dan belajar mengatur keuangan sendiri itu sudah menjadi hal dasar untuk survive diperantauan, karena walaupun hanya berbeda kota tetap saja lingkungan tempat kita tinggal dengan lingkungan di kota perantaun itu sudah pasti berbeda dengan culture yang berbeda pula.
dinamika kehidupan mahasiswa rantau itu berbeda-beda, namun ya terkadang senasib sehingga sering merasa relate, pertama kali merantau ada rasa takut tapi ada juga rasa excited karena ketika kita merantau kita harus mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar, dengan teman kos, dengan teman kuliah bahkan dengan warga sekitar, ya setidaknya kita kan harus menunjukan eksistensi kita di lingkungan baru, belum lagi jika ada rasa homesick yang datang tiba-tiba, kangen rumah dan keluaga lah, kangen masakan rumah lah, serba kangen deh pokoknya, masa awal merantau dapat dibilang sebagai fase terberat, karena kita harus membiasakan diri untuk keluar dari zona nyaman kita selama ini, harus nyuci sendiri, kalau laundry ya harus ada duitnya, makan harus masak sendiri atau beli sendiri, kebutuhan sehari-hari harus diri sendiri yang nyiapin, ya intinya harus bisa seirit mungkin ya, apalagi kalau sumber pendapatan kita hanya dari orang tua, kadang mau foya-foya aja mikirnya seribu kali.
seiring berjalannya waktu, kita sadar ternyata merantau tidaklah semenyeramkan itu, semakin lama kita semakin terbiasa, terbiasa mengerjakan apa-apa sendiri yang bahkan dulu kita merasa tidak bisa mengerjakan hal tersebut, seperti menemukan passion baru ketika merantau, membuat menu masakan baru, mendekor kamar kosan, atau bahkan kita bisa belajar bahasa baru di kota rantau, banyak yang bilang juga ketika merantau kita akan lebih mandiri dan memiliki problem solving yang baik, yap untuk mandiri sudah pasti karena kita mengerjakan semuanya sendiri, kita mengurus diri kita sendiri di perantauan.
sebagai mahasiswa rantau sudah seharusnya kita bisa menjaga diri dan prinsip kita karena bagaimana pun kita hidup di kota orang dan status kita sudah "Adult" itu berarti kita bertanggung jawab 100% atas hidup kita dan segala perbuatan kita. menjaga diri dan prinsip itu sangat penting karena bukan hanya tantangan dan tekanan yang menjadi ujian mahasiswa rantau, tapi akan ada banyak godaan yang akan menggoyahkan iman dan prinsip yang sudah dibangun sebelumnya, be careful y'all
siklus kehidupan mahasiswa di perantauan tidak jauh dari yang namanya tanggal muda dan tanggal tua, karena keduanya menentukan kualitas hidup mahasiswa pada masa itu, ketika tanggal muda biasanya transferan dari orang tua sudah masuk dan di masa tanggal muda ini ialah masa yang rawan akan godaan, mulai dari kalap belanja, kalap main dan jalan-jalan, hingga makan-makanan mahal dengan diselimuti kata "healing" atau "self love" dan dengan alasan hanya sebulan sekali, ya memang tidak semua anak rantau seperti itu, tapi pasti ada yang relate kan?
setelah itu ketika pertengahan hingga akhir bulan pengiritan dimulai, online shopping mulai dikurangi, makan diangkringan dengan menu receh atau masak sendiri, botol sabun dan sampo diisi air supaya bertambah banyak, dengan begitu uang yang kita punya bisa disimpan untuk bertahan hidup sampai akhir bulan, ya salah sendiri boros :)
selain siklus awal dan akhir bulan terkadang juga mempengaruhi mood dan motivasi belajar mahasiswa, lagi-lagi termasuk si penulis, ketika awal bulan ketika transferan masih hangat-hangatnya, motivasi belajar biasanya meningkat, karena adanya booster sehingga biasanya semangat kuliah dan semangat nugas di luar, ya sembari hangout gitu, berbeda kondisi ketika akhir bulan, biasanya mood belajar mulai menurun karena memikirkan cara untuk bertahan hidup dengan uang yang terbatas, selain itu semangat nugas juga biasanya menurun, dengan alasan tidak ada booster maka, sekali lagi tidak semua anak rantau seperti itu ya tapi apa kalian anak rantau ada yang relate?
bagaimana pun dinamika kehidupan mahasiswa rantau, setiap bagiannya harus selalu kita syukuri, jangan suka mengeluh karena naik dan turunnya hidup pasti ada hikmahnya, banyak juga pelajaran hidup ketika merantau yang tidak bisa kita dapat dari lembaga formal mana pun, selain itu setiap momen dan kenangan ketika merantau pasti akan kita rindukan, manis dan pahitnya merantau pasti akan selalu kita ingat dan rindukan. jauhi kebiasaan buruk secara perlahan dan belajar mengontrol diri sendiri ketika merantau yaa.